Tangan Alea dan Herdy saling mengenggam satu sama lain, seolah enggan untuk melepaskan jari jemari mereka yang saling bertautan.
"Aku suka dengan udaranya, sangat sejuk dan aku rasa, aku betah kalo tinggal disini lama-lama," ujar Alea sambil menatap pemandangan di hadapannya.
"Kita bisa hidup disini dan memulai hidup yang baru, Al."
Alea langsung menatap Herdy yang berada disampingnya, langkah Alea pun langsung terhenti karena ia ingin mendengar dengan jelas apa yang dikatakan oleh Herdy barusan.
"Mak — sud, kamu?" Sedikit gugup untuk bertanya lebih.
"Kita akan tinggal disini, Lea. Kamu, aku dan anak-anak kita nanti, "ucap Herdy pelan.
Alea hanya bisa terdiam sambil menatap Herdy, jujur saja apa yang dikatakan oleh Herdy barusan memang terkejut.
Tidak diketahui memang makna hidup bersama dan memulai lembaran baru, apakah itu benar? Alea rasa ia sedang bermimpi dan harus secepatnya bangun.
"Kamu nggak mau hidup bareng aku, Al?" tanya Herdy.
Melihat diamnya Alea, Herdy merasakan perasaan di otaknya jika Alea merasa ragu.
"Ak--," Alea menjeda ucapannya.
"Jangan katakan apapun Lea, jika aku memang tak pantas aku akan pergi menjauh," Herdy memang tak akan bisa memaksa Alea, namun dalam hati kecil Herdy lelaki itu akan terus mengejar Alea sampai kapanpun.
"Bukan itu, aku masih sedikit takut," Alea memang belum siap jika harus kembali menjalin hubungan dengan seseorang.
Luka dan trauma yang Erwin berikan memang sangat sulit untuk Alea hilangkan, meskipun tak semua laki-laki akan melakukan hal keji seperti Erwin.
Namun hati Alea memang belum bisa terbuka, ia kadang-kadang masih bermimpi buruk jika malam tiba.
"Kamu hanya perlu percaya padaku,"
Alea langsung menatap manik Herdy dengan lekat, benarkah ia harus mempercayai Herdy seutuhnya.
"Coba saja untuk seminggu ini, jika memang aku menyakitimu maka kamu bisa hukum aku sepuas hati kamu," Herdy bersungguh-sungguh mengatakan hal itu.
Kini Herdy kembali melangkahkan kakinya, begitupun dengan Alea yang mengikuti kemana langkah Herdy pergi.
Sentosa park, tempat yang sedang Herdy dan Alea pijaki. Tempat yang begitu sangat ingin Alea tempati saat ini.
Bukan hal yang berat untuk Herdy jika Alea ingin tinggal disini, tentu saja Herdy bisa mengabulkan keinginan kecil wanitanya itu.
"Kita mau kemana?" tanya Alea.
Herdy hanya melirik sekilas lantas membawa Alea kesebuah rumah yang begitu sangat luas, dua rumah dijadikan satu.
Alea tentu bisa melihat, meskipun hanya drai luarnya saja.
Herdy menggeser gerbang rumah tersebut lantas mempersilahkan Alea masuk lebih dulu.
Namun Alea menggelengkan kepalanya pelan, "Kamu duluan aja," cicitnya.
Herdy lantas masuk lebih dulu dan membawa Alea untuk melihat isi rumah tersebut.
Sederhana, nyaman dan tentunya sesuai dengan rumah impian Alea.
"Ini rumah siapa?" Alea bertanya tanpa melihat ke arah Herdy.
Tatapan matanya tertuju kepada isi rumah yang telah diisi dengan apa yang Alea mau.
Ada dua lukisan bunga lily, dan di sudut ruangan tersebut ada sebuah pot bungga anggrek besar.
Beberapa gucci dan tanaman hidup pun terlihat, rumah ini benar-benar sangat nyaman dan ingin Alea tempati jika memang ia bisa tinggal di rumah tersebut.
"Ini rumah siapa, Her?" Alea langsung membalikan tubuhnya.
Namun Herdy tak ada di belakang dirinya, sontak saja membuat Alea mencari-cari sosok Herdy.
"Herdy.." panggil Alea.
Suara Alea terdengar begitu sangat lantang, ruangan itu terdengar dengan suara Alea yang berteriak memanggil nama Herdy.
Selang beberapa detik suara biola terdengar, Alea lantas membalikan tubuhnya mencari suara biola tersebut.
Beberapa vilonis terlihat turun dari tangga yang bersembunyi dibalik tembok.
Tak lama kemudian sosok Herdy terlihat di barisan kedua setelah violinis turun, Alea tak bisa mencerna semua hal itu.
Ia hanya menatap Herdy yang berjalan mendekatinya, lelaki yang menghilang beberapa detik itu kini datang membawa sebuket bunga mawar merah yang indah.
Bahkan senyuman Herdy terlihat begitu sangat mempesona, derap langkah Herdy semakin mendekatinya.
Alea merasakan jantungnya berdetak lebih cepat, alunan merdu dari vilonis membuat Alea semakin terhanyut.
"Alea.." panggil Herdy dengan lembut.
Alea hanya bisa menganggukan kepalanya, ia tak bisa membuka mulutnya sama sekali.
Herdy terlihat berjongkok dihadapan Alea, lelaki itu menarik napasnya dengan pelan sebelum membuka mulutnya.
"Aku tak punya kata-kata indah, aku bahkan tak bisa mengatakan hal banyak kepadamu," ucap Herdy lembut.
Herdy kembali menarik napasnya pelan, lelaki itu terlihat gugup luar biasa hanya sekedar mengucapkan kata-kata yang ia susun sebelumnya.
"Aku pernah berjanji satu hal kepadamu dulu, namun janji itu hanya sebuah ucapan yang sangat menyulitkan untukmu. Aku datang kembali hanya untuk menebus dosa-dosaku, dosa dimana janji yang aku ucapkan dulu telah ingkar," tatapan mata Herdy menyiratkan kesungguhan.
Mata Alea semakin berkaca-kaca mendengar ucapan Herdy tersebut.
"Aku tak punya kata-kata manis, aku pun tak punya puisi hanya untuk sekedar diucapkan di hadapanmu. Namun yang aku lakukan saat ini adalah hal yang tulus dari lubuk hati aku yang paling dalam," Herdy kembali menjeda ucapan Alea.
Bahkan suara dari pemain biola pun kini terhenti begitu saja.
"Alea..mau kah kamu menikah denganku?"
Hening tercipta, Herdy memberikan sebuket bunga kepada Alea.
Tangannya sedari tadi telah menyiapkan cincin yang telah Herdy siapkan, jantung Herdy berdetak dua kali lebih cepat dari sebelumnya.
Lelaki itu seperti harap-harap cemas, takut-takut jika Alea mendadak menolak lamarannya.
Apa yang akan Herdy lakukan jika hal itu terjadi.
Berbeda dengan Alea yang tampak menangis haru, ia merasa tersentuh dengan ucapan Herdy barusan meskipun Herdy tak mengungkapkan kata-kata romantis seperti orang-orang yang hendak melamar kekasihnya.
"Aku mau," dua kata yang terlontar dari mulut manis Alea.
Herdy langsung saja tersenyum gembira, lelaki itu lantas menyerahkan bunga mawar ke tangan Alea dan langsung memeluknya.
Alunan biola pun terdengar begitu sangat romantis, Herdy semakin erat memeluk Alea yang terisak haru.
Herdy mulai melepaskan pelukannya, lelaki itu kemudian menyematkan cincin bertahtakan batu ruby.
"Terima kasih banyak, aku sungguh bahagia," bisik Herdy.
Alea hanya bisa menatap Herdy. Ia pun sama bahagianya, "Aku tak menyangka akan dilamar olehmu," balas Alea pelan.
"Aku mana mungkin akan pergi lagi, beberapa tahun yang lalu hidupku terasa sangat hampa tanpa adanya kamu," Herdy mengatakan hal tersebut dari hatinya yang paling dalam.
"Lantas kemana saja kamu pergi selama ini?" Alea sepertinya ingin tau lebih.
"Hei, aku baru saja melamarmu, jangan bahas hal-hal yang berat dulu," ujar Herdy sambil terkekeh.
Alea hanya bisa mengerucutkan bibirnya, tadinya ia ingin tau hal apa yang terjadi selama ini.
Pasti ada sesuatu hal yang terjadi, Alea juga sepertinya memiliki feeling jika Erwin merencanakan sesuatu dan Herdy mengetahuinya.
***
Bersambung.