Herdy bukan lelaki yang gila, ia hanya sadar jika hidupnya hanya tertuju kepada Alea wanita yang kini tengah meringkuk tertidur lelap di atas kasur.
Apa yang dilakukan olehnya saat ini, bukan semata-mata karena Herdy ingin mengejar Alea saja. Namun lelaki itu ingin membongkar seberapa bajingannya lelaki yang telah berstatus menjadi suami Alea itu.
Herdy kini mengeluarkan ponselnya yang berada didalam saku, kemudian mendial nomor seseorang menanyakan informasi.
"Bagaimana hasilnya, Mo?" Herdy tak mendapatkan jawaban bertele-tele yang Herdy inginkan jawaban yang pasti. Bahkan ketika Bimo baru saja menerima panggilan telepon darinya.
"Kacau parah, Bos, mereka sedang di hotel," Bimo memantau orang yang Herdy cari bahkan lelaki berperawakan seperti tentara itu berhasil menyusup bahkan mendekati gerak-gerak Erwin.
"Ck! bisnis kotor saja belagu!" dengus Herdy sambil menyeringai.
"Urus semuanya, Mo, laporkan jika menemukan kelemahannya." Tanpa menunggu jawaban dari Bimo pun, Herdy langsung memutus sambungan tersebut.
Kini lelaki itu kembali mendekati kasur melihat wanita yang dicampakan dan di sia-siakan oleh Erwin.
Hanya sebatas dibutuhkan lalu dibuang karena Hamzah memiliki koneksi yang kuat, bodohnya sosok Hamka yang telah mati pun percaya kepada Erwin bahkan menyia-nyiakan putrinya itu masuk kedalam lingkaran kotor Erwin yang terus saja mengeruk bisnis haramnya.
Herdy hanya mendesah pelan, kenapa Alea harus senaif itu bahkan tak mencari tau dulu kebenarannya.
Nasi telah menjadi bubur, tak ada yang bisa Herdy ubah termasuk mahkota Alea yang telah Erwin nikmatin terlebih dulu.
Bagi Herdy semuanya belum berakhir asalkan ia bisa membongkar kebusukan Erwin, Alea bisa dengan mudah jatuh kedalam pelukannya kembali tanpa harus Herdy paksa.
Herdy sendiripun tak ingin memaksa Alea untuk melihatnya kembali, yang Herdy perlukan adalah membongkar siapa Erwin sebenarnya.
Agar Alea pun bisa tau, rencana Hamzah yang sangat licik.
Meskipun itu Ayah kandungnya sendiri, namun tak pelak membuat Herdy takut atau merasa tak enak.
Justru karena Hamzah lah, dirinya dan Alea terpisah seperti ini dengan sejuta alasan Alea yang mau menerima pinangan Herdy.
Tentu hal ini dipikirkan secara matang oleh Herdy, sebelum memulai semua aksinya agar Alea percaya termasuk Erwin yang berpura-pura dengan segala alasannya.
Intinya Herdy hanya ingin menyadarkan Alea, dan menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi.
***
Esok hari telah tiba Alea bangun dari tidurnya, kini mata wanita itu mengintari setiap sudut ruangan.
Ada rasa lega yang menjalar dirongga dadanya, kala hal yang buruk tak terjadi.
Bersyukur karena Herdy bukan lelaki bejat yang membawanya tanpa melakukan hal Diluar norma.
Alea segera mengelengkan kepalanya memikirkan Herdy tiba-tiba membuat dirinya mengingat masa lalu.
Dan hal itulah yang membuat Alea segera bergegas turun dari kasur dan menuju kamar mandi.
Kini Alea mendesah kala sadar jika hari ini masih harus bekerja, sementara ia masih memakai baju yang sama seperti hari kemarin.
"Isshh.." kini bibirnya mendesis kesal.
Alea segera mencuci mukanya, bagamanapun caranya ia harus pulang terlebih dulu ke rumahnya sebelum menuju Bank tempat dimana Alea bekerja.
**
Satu stell baju dengan motif bunga pun terlihat, sangat elegan dan cocok digunakan oleh seorang banker seperti Alea.
Jika ditanya dari mana baju itu berasal, tentu saja Herdy yang memberikan baju itu kepada Alea.
Meskipun enggan menggunakan, namun Alea tak punya pilihan lain waktu terus saja berjalan dan ia akan terlambat jika hanya memikirkan baju tersebut.
Dengan berat hati Alea mengambil baju tersebut dan membawanya kedalam kamar mandi, Alea tak ingin menguyur tubuhnya oleh air.
Yang Alea lakukan hanya menganti baju kemarin dengan baju yang Herdy berikan kemudian melipat baju miliknya dan membawa keluar dari kamar mandi.
"Sangat cantik, cocok dengan kamu baby," tanpa basa-basi sosok Herdy telah duduk dipinggiran kasur dengan tas milik Alea disampingnya.
"Kalo masuk ketuk pintu dulu, atau tunggu diluar sampai tamunya keluar." Alea kemudian menghampiri Herdy mengambil tas miliknya secepat mungkin.
Herdy yang melihat gerakan Alea pun hanya terkekeh, lelaki yang kadar pesonanya tak pernah hilang pun kini segera menarik tubuh Alea hingga kelimbungan dan jatuh diatas pangkuannya.
"Kamu harusnya tau jika lelaki ini pemilik rumahnya, apa jangan-jangan kamu ingin menjadi nyonya rumahnya, Baby?" bisikan Herdy membuat tubuh Alea meremang.
Jarak diantara keduanya sangat dekat, bahkan tak ada celah sedikit pun untuk Alea bergerak.
Karena kedua tangan Herdy telah melingkar dipinggang ramping miliknya.
Alea berusaha untuk bangun, namun usahanya itu gagal karena Herdy menekan pinggangnya semakin dalam.
"Semakin kamu bergerak seperti itu, sesuatu yang tengah tertidur pun akan bangun, dan mungkin saja meminta masuk kedalam sarangmu," hembusan suara Herdy semakin membuat darah Alea berdesir kencang.
Aneh bahkan geleyer aneh pun terasa, hingga rasanya Alea ingin sekali berada didalam pelukannya.
Kewarasan yang semula terbang pun kini kembali masuk kedalam raganya, Alea bukan wanita yang murahan.
Dirinya telah menikah dan berstatus sebagai istri Erwin, berbicara soal Erwin.
Alea berpikir apakah lelaki itu mencarinya semalaman, atau tidak? Ponsel dan tas miliknya disita Herdy.
Dengan kekuatan penuh, Alea segera menepis tangan Herdy yang bertengger dipinggangnya, hingga tangan kekar itu terlepas begitu saja.
Alea buru-buru merogoh ponselnya kemudian melihat riwayat panggilan, raut wajahnya terlihat berubah kala tak menemukan panggilan dari Erwin.
Kemanakah lelaki itu, sampai-sampai dirinya pulang pun tak menghubungi apakah sebegitu pentingnya pekerjaan miliknya.
Sampai-sampai ketika ia tak pulang pun, Erwin tak mencarinya sama sekali.
"Mencari lelaki itu, heeh?" Herdy bertanya dengan senyuman manisnya.
Alea hanya mendelik, tak ingin terpengaruh sama sekali dengan pernyataan Herdy.
"Dia sibuk, saking sibuknya dia semalaman berada di hotel," Herdy membisikan ucapannya itu, tepat ditelinga Alea ketika ia hendak melewatinya.
Jantung Alea berdgub lebih kencang, bahkan debaran itu membuatnya sangat lepas.
Bukan karena Alea merasa getaran aneh karena bisikan Herdy, namun kata-kata Herdy lah yang membuatnya bepikir apakah itu suatu kebenaran.
Atau hanya kebohongan semata, Alea tak bisa berpikir dengan jernih saat ini karena tubuhnya telah digendong oleh Herdy keluar dari kamar yang semalam ia tempati.
"Kamu harus bekerja bukan? Atau ingin berlama-lama didalam kamar," Herdy mengeratkan pegangannya agar Alea semakin nyaman.
"Kamu berbohong bukan? Memfitnah Erwin agar aku kembali, jangan harap meskipun kau menculikku seperti ini, Erwin tetaplah rumahku," Herdy hanya terkekeh sambil membawa Alea yang berada didalam gendongannya.
Menuruni anak tangga dengan santai, hingga membawanya keluar dan langsung memasukannya kedalam mobil.
Waktu untuk sarapan telah habis, itu semua karena Alea terlalu banyak berpikir hingga waktupun terus berlalu.
Herdy dengan lembut meletakan tubuh Alea, dan memasang seat beltnya.
Kini lelaki itu mengintari mobilnya, dan langsung masuk tanpa banyak bicara melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, mengantarkan Alea terlebih dahulu ketempat dimana wanita itu bekerja.