"Tapi..."
"Kau tetap pegawai di sini." Devin menyela, seolah mengerti apa yang sedang di pikirkan gadis polos di depannya yang sialnya kini memenuhi pikirannya.
Mawar semakin tak mengerti, jika dia pegawai di sini, kenapa dia harus bekerja di Wijaya Grup? Bukankah itu terlalu janggal?
"Kami ingin kamu mengawasi mereka." Kali ini Vino yang menjelaskan.
Ya, mereka bertiga memang mafia, tapi mereka bukan mafia yang suka bermain dengan darah manusia. Mereka lebih memilih memanfaatkan otak jenius yang mereka miliki untuk menjatuhkan lawan dibanding adu otot membuang tenaga.
"Jangan bertanya 'kenapa', kau cukup menuruti perintah kami jika tidak ingin berakhir di pecat dan tidak ada satupun perusahaan yang mau menerimamu." Kata Marcel tajam.
Mawar merasa dilema, mengutuk nasibnya yang tidak beruntung. Apakah selama ini dia pernah melakukan kesalahan, sehingga Tuhan menghukumnya? Rasanya Mawar ingin menangis.
"Tenang saja, kau tidak sendirian. Aku akan menemanimu." Ucapan Marcel barusan mengundang pelototan dari kedua temannya.
"Apa?"
"Ada apa denganmu?" Tanya Devin. Jelas, Devin merasakan kejanggalan akan sikap Marcel yang lain dari biasanya. Marcel bukan seseorang yang dengan senang hati mencampuri urusan orang lain, dia akan cuek bebek terhadap masalah orang lain bahkan terkesan menghindari. Ini adalah kali pertama, Marcel mau merepotkan dirinya sendiri.
"Aku tidak ingin dia membuat kesalahan." Jawab Marcel.
"Bukankah itu tidak perlu? kau memiliki tanggung jawab disini Marcellino Abraham." Vino sedikit tidak suka dengan ide temannya itu .
"Jangan lupakan tugasmu Tuan Muda." Tambah Devin menekankan kata tuan muda.
Mawar menatap mereka tidak mengerti, kenapa malah ganti mereka yang bertengkar?
Marcel tersenyum sinis, "Suka atau tidak itu terserah kalian. Yang jelas aku akan mengawasinya." Sahut Marcel menatap tajam kedua temannya. Teman? Marcel mendecih dalam hati.
Mereka berdua menghela napas. Marcel dan sikap keras kepalanya adalah hal yang tidak bisa dilepas begitu saja. Devin dan Vino bisa saja memaklumi sikap Marcel yang keras kepala dan egois, tapi asalkan jangan berhubungan dengan Mawar. Ya, mereka tidak menampik jika menyukai gadis cantik tersebut. Klise, tapi seperti itulah kenyataannya. Mereka jatuh cinta pada pandangan pertama.
"Kau bisa pulang. Besok pagi datanglah jam 7 tepat." Kata Marcel mengusir Mawar.
"Pulanglah. Hati - hati," kata Vino dengan lembut.
Blush. Kedua pipi Mawar merona saat Vino berbicara.
Marcel mendengus melihat drama di depannya, "Cepatlah."
"Baik mister. Permisi."
Mawar buru - buru pergi setelah sebelumnya memberi salam kepada mereka bertiga.
BLAM
Keheningan menyelimuti ketiganya ketika Mawar keluar.
"Kau yakin tidak akan menimbulkan masalah?" Vino memulai pembicaraan.
Marcel lagi-lagi mendengus, "Wijaya grup tidak mengenal siapa aku. Kalian tidak perlu khawatir jika aku masuk kesana. Lagipula, mereka juga tidak akan mengira jika aku adalah komplotan kalian." Balas Marcel sarkas.
Ya, memang benar. Di antara mereka bertiga hanya Marcel yang tak pernah menampakkan wajahnya di depan publik. Marcel lebih memilih menyerahkan semuanya kepada Vino jika itu berurusan dengan awak media. Maka dari itu, banyak orang di luaran sana yang mengira jika Pratama Enterpries hanya sebuah nama perusahaan dengan satu pemilik.
Para karyawan yang bekerja di Pratama Enterpries tidak pernah mengetahui dengan pasti jika Marcel adalah pemilik sah perusahaan. Karena selama ini, mereka semua melaporkan keadaan perusahaan hanya kepada Vino Atala. Dan setelah itu baru Vino menyerahkan semua berkas kepada Marcel secara langsung. Begitulah cara kerja Pratama Enterpries bekerja. Sehingga kehadiran Marcel tak terendus sama sekali.
Selain keras kepala dan egois, Marcel adalah pribadi yang tertutup, menutup rapat kehidupan pribadinya dari orang-orang. Termasuk orang terdekatnya yang mengaku sebagai teman.
"Baiklah, terserah kau saja." Ucap Vino berjalan keluar.
Devin menepuk pundak Marcel kemudian melangkah keluar menyusul Vino dan menyisakan Marcel yang menatap datar pada pintu yang sudah tertutup.
***
Mawar terus melirik jam tangan yang melingkar di lengannya. Jam 7 kurang 5 menit.
'Aku mohon,' rapal Mawar dalam hati.
"Tunggu," teriak Mawar di depan lift yang sebentar lagi akan tertutup.
Tinggal selangkah lagi Mawar masuk ke dalam lift. Hal yang tidak terduga terjadi.
Kaki Mawar tersandung kakinya sendiri, tak pelak membuatnya terjerambab ke depan.
Mawar memejamkan matanya erat, pasrah dengan apa yang akan terjadi padanya nanti.
Tapi...
Mawar mengernyit, kenapa rasanya lembab? Mawar juga tidak merasakan sakit. Apa yang terjadi? Batin Mawar.
Mata berwarna hitam tersebut perlahan terbuka, pandangan pertama yang dia lihat adalah tatapan tajam dari seseorang.
Seakan tersadar, Mawar mencoba menjauh.
Tapi sosok di depannya lebih dulu menariknya ke dalam sebuah pelukan hangat.
Sosok tersebut adalah Marcellino Abraham, bos barunya. Tadi ketika Mawar ingin masuk ke dalam lift, Marcel dengan cepat menangkap Mawar yang hendak terjatuh dan tak sengaja kejadian yang tak di inginkan terjadi.
Bibir mereka tak sengaja saling menempel, kejadian yang membuat Marcel bersyukur kepada Tuhan. Dan tentu saja, laki-laki tampan tersebut tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang tidak akan datang dua kali.
Dengan lembut, Marcel mulai menggerakkan bibirnya. Melumat bibir atas dan bawah milik Mawar secara bergantian. Marcel merasa gila karena sensasi yang baru pertama kali dia rasakan seumur hidupnya.
Lidah Marcel menerobos masuk ke dalam mulut Mawar. Mawar yang terlena tanpa sadar membuka mulutnya, lidah mereka saling berbelit dan menyesap satu sama lain.
Mawar menepuk bahu Marcel, karena kehabisan napas. Dengan enggan, Marcel melepas ciuman tersebut. Matanya terus menatap intens kepada Mawar. Tatapan yang menyiratkan kekaguman dan....cinta.
"Maaf," ucap Mawar setelah menetralkan nafasnya.
Marcel mengernyit tak mengerti, kenapa gadis di depannya ini malah meminta maaf. Bukankah seharusnya dia marah padanya dan paling tidak sebuah tamparan di berikan untuknya sebagai hadiah.
"Kenapa?" Ucap Marcel seraya bersandar di lift. Tangannya menarik pinggul Mawar untuk lebih dekat padanya sehingga jarak di antara mereka berdua sangat tipis. Bahkan Mawar bisa merasakan hembusan napas Marcel yang berbau mint. Membuat Mawar semakin betah berlama - lama berada di dekat Marcel.
Entah kenapa mereka berdua merasa nyaman dengan keintiman mereka saat ini.
Siapapun yang melihat, pasti akan mengira jika mereka adalah sepasang suami istri.
"Karena aku sudah menabrak anda. Tapi anda juga harus minta maaf karena merebut ciuman pertamaku." Ucap Mawar semakin pelan di kalimat terakhir.
Marcel tersenyum, senyum tulus yang baru pertama kali dia tujukan untuk seseorang.
"Maaf," bisik Marcel, lidahnya menjilat bibir Mawar yang basah karena ciuman mereka tadi.
"Mister," rengek Mawar.
Dan saat itu, Mawar baru menyadari jika dia salah memasuki lift. Lift yang dia masuki sekarang adalah lift khusus CEO bukan untuk pegawai biasa. Mawar hanya bisa merutuki kebodohannya yang kurang teliti.
"Aku salah masuk lift," ucap Mawar dengan mata berkaca-kaca.
"Tidak masalah, selama itu denganku," ucap Marcel. Kali ini ganti pipi Mawar yang menjadi sasarannya.
TBC