Mawar tidak bisa berhenti berkedip kala netranya melihat ruangan mewah di hadapannya. Ia kira ia akan bekerja sebagai pegawai biasa, namun semua perkiraannya terpatahkan dengan hal yang ia lihat sekarang.
Ya, menurut Mawar mereka berdua akan duduk dimeja karyawan bersama para pegawai kantor lainnya. Namun, begitu ia menginjakkan kakinya disini bersama bos tampannya, sudah banyak para pegawai yang menunggu didepan. Mawar bahkan sempat tidak percaya saat ia keluar dari mobil yang sama dengan bosnya, pegawai disini langsung menundukkan kepalanya.Tidak sampai disitu saja, mereka bahkan menuntun dan mengiringnya sampai ruangan mewah yang ia tempati saat ini.
"Panggil Dean!" Suara bosnya yang dingin memecah lamunan Mawar mengenai kejadian tadi.
"Baik tuan!" Pegawai tersebut mengangguk patuh, kemudian undur diri diikuti beberapa orang dibelakangnya yang tadi sempat mengiringnya masuk keruangan ini.
Gadis itu menatap bos galaknya yang sejak tadi ah bukan, tapi dari kemarin terus mendiamkannya. Marcel tidak mengatakan apapun perihal ucapannya kemarin dan itu yang membuatnya tidak nyaman. Ia tidak suka diabaikan, lebih baik Marcel memarahinya bukan malah mendiamkannya.
Kaki jenjangnya bergerak mendekati Marcel yang berdiri membelakanginya, lelaki itu menatap pemandangan luar dari balik kaca jendela yang menjadi dinding ruangan.
Persis seperti anak kecil, Mawar menarik ujung jas Marcel. Menggerakkannya pelan, berharap Marcel menatapnya.
Namun, nihil. Marcel bergeming, seolah abai pada sosok cantik disampingnya.
"Tuan," Mawar memanggil lirih, suaranya bergetar.
"Sa..."
"Honey," Mawar menutup rapat mulutnya ketika suara lain hadir di antara mereka disertai sosok wanita cantik yang masuk kedalam ruangan Marcel.
Mawar tidak bisa untuk tidak mengalihkan pandangannya dari wanita cantik tersebut, ia mulai membandingkan dengan dirinya sendiri yang hanya perempuan biasa. Mawar merasa insecure jika disandingkan dengan wanita cantik yang kini berada tepat didepan Marcel.
"Aku merindukanmu, honey!" Airmata Mawar menetes, tepat ketika wanita cantik itu memeluk bosnya dengan erat. Hatinya entah kenapa terasa sakit melihat pemandangan yang ada didepannya. Jemari yang sedari tadi menggenggam kuat jas yang dipakai Marcel kini terlepas, terkulai lemas tidak ada tenaga.
Menghapus airmata yang menetes dipipinya, Mawar dengan langkah pelan meninggalkan kedua sejoli yang sepertinya saling merindukan.
BLAM
Pintu ruang kerja Marcel tertutup rapat diiringi dengan tangisan Mawar yang menyanyat hati. Mawar memukul dadanya guna mengurangi rasa sakit yang bersarang dihatinya.
Mawar duduk berjongkok dengan kedua tangan diletakkan pada kedua lutut.
"Hikss, hiks,"
"Hei,"
Mawar menatap sosok didepannya dengan airmata yang terus keluar.
"Jangan kayak gitu. Aku nggak suka hiks." Mawar memeluk erat orang didepannya.
Orang yang tidak lain adalah Marcel mengusap bahu kecil tersebut dengan lembut.
"Sssstt, maaf sayang." Marcel berbisik lirih, sesekali mengecup rambut Mawar dengan sayang.
"Sudah ya, aku minta maaf." Marcel melepas pelukan mereka, kemudian menghapus airmata Mawar yang membasahi kedua pipinya.
"Hello honey."
Mawar mendongak saat ada suara lain diantara mereka, ia kembali meremas kuat jas yang dipakai oleh Marcel. Mawar tidak mau jika bossnya kembali pada wanita cantik didepannya.
"Nggak mau." Rengek Mawar begitu Marcel menuntunnya untuk berdiri.
"Kenapa sayang?" Marcel mengerutkan dahinya namun kembali paham saat tatapan Mawar terus tertuju pada wanita yang ada didepan mereka.
"Meira, kakakku." Ucap Marcel singkat.
Mawar menatap Marcel dengan raut terkejut yang tidak bisa dia sembunyikan, "hah?"
Mawar merasa ditipu habis-habisan, "kenapa tadi manggilnya honey."
"Adikku yang tampan ini, ingin membuatmu cemburu honey." Ucap Meira ikut bergabung.
"Jahat."
Marcel mengangguk, mengakui jika ia salah. "Maaf sayang."
Mawar kembali memeluk Marcel dengan erat, mengalungkan kedua lengannya pada leher Marcel. Mawar juga tidak ragu untuk mengecup bibir Marcel didepan Meira, calon kakak iparnya.
"Wow, apa kalian berkencan?" Tanya Meira ingin tahu. Sebenarnya hanya ingin menggoda gadis polos yang ada dipelukan adiknya.
"Iya kita berkencan." Marcel dan Meira menggelengkan kepalanya begitu Mawar menjawab pertanyaan Meira dengan antusias, seperti anak kecil. Sifat gadisnya sudah kembali sepertinya.
"Aku Mawar, salam kenal Kak Meira." Meira menatap tangan mungil yang terulur didepannya, lalu kembali menatap Mawar yang tersenyum padanya.
"Long time no see," Meira menarik tangan Mawar dan memeluknya erat.
Meski merasa aneh dengan ucapan Meira, tapi Mawar tetap membalas pelukan Meira tak kalah erat. Ada perasaan nyaman yang Mawar rasakan ketika mereka berdekatan, seperti ia sudah mengenal Meira begitu lama.
"Mau ikut shopping denganku?" Ajak Meira saat pelukan mereka terlepas.
Mawar menatap Marcel, meminta ijin.
"Jangan lama-lama." Marcel memberi ijin lalu mengecup bibir Mawar singkat.
"Jaga Mawar!" Perintah Marcel pada Meira dengan nada datar, tak peduli jika perempuan tersebut adalah kakak kandungnya.
"Tentu saja, ayo sweety!" Ajak Meira seraya menggandeng tangan Mawar, menjauh dari Marcel.
"Jangan lama-lama sayang," pesan Marcel. "Kabari aku kalo udah sampai." Ucap Marcel lagi, membuat Meira, kakaknya, memutar bola matanya malas.
"Dasar lebay." Komentar Meira, ia langsung menarik tangan Mawar dan membawanya pergi dari hadapan Marcel. Tidak sekalipun memberi Mawar kesempatan untuk menjawab perkataan Marcel.
Hal itu tentu saja membuat Marcel menggeram tak suka. Dengan hati kesal, ia masuk kembali ke dalam ruangannya yang sebentar tadi sempat ia tinggalkan karena gadis yang ia cintai.
***
"Hei bro!" ucap seorang lelaki tampan berusia 30 tahunan yang masuk kedalam ruangan Marcel.
"Tanganmu sudah tidak berfungsi?" Lelaki tersebut seketika memegang dadanya, "sadis sekali!" ujarnya lebay.
Marcel memilih abai, ia kembali memeriksa berkas yang semakin siang semakin bertambah banyak. Sesekali tatapannya tertuju pada ponsel yang ada didepannya. Gadisnya itu sedang berada di pusat perbelanjaan saat ini. Ia dan Mawar baru saja melakukan panggilan video beberapa menit yang lalu.
"Lancar?" Laki-laki bernama Dean itu bertanya ambigu.
"Mungkin," Dean menaikkan sebelah alisnya, tanda jika ia tak mengerti akan ucapan sahabatnya itu.
"Mungkin?"
"Ide yang kau sebut briliant itu sama sekali tidak menguntungkan." Jawab Marcel tanpa sekalipun menengok ke arah Dean. Ia memilih menatap berkas yang masih saja menggunung.
"Mawar..."
"Mawar bukan solusi, aku harus menjaganya."
"Dan itulah alasanmu ikut kemari. Dasar bocah." Komentar Dean begitu mendengar sifat keposesifan sahabatnya.
"Aku tidak akan menyeret Mawar dalam masalah ini." Kata Marcel menyandarkan punggungnya pada kursi yang ia tempati.
"Baiklah, semua kembali kepadamu. Aku akan mendukung."
"Rapat antar perusahaan lain akan dimulai nanti siang." Dean memberitahu.
"Dan kedua temanmu akan datang." Dean melanjutkan dengan senyum misterius.
Marcel mengangguk dan kembali menekuni berkas-berkasnya.
***
Pusat perbelanjaan yang terletak dipusat kota terlihat ramai oleh banyak pengunjung. Di sudut mall, dua orang gadis kesayangan Marcel terlihat memilih baju keluaran terbaru, ah atau bisa disebut hanya Meira saja yang memilih.
Sedangkan Mawar hanya mengikuti, layaknya anak ayam yang mengikuti induknya.
"Mawar."
Mawar menengok kala mendengar namanya disebut, "Tuan Devin."
***