Bunga-bunga tampak bermekaran berpasangan dengan kumbang dan kupu-kupu yang hinggap di atasnya
Menandakan awal musim semi datang menyapa dunia, tak lupa musim semi adalah awal dari musim tanam, awal dari kehangatan, dan awal dari sesuatu yang penuh harapan
Di puncak sebuah bukit tinggi di belakang Desa Lawang Sewu terdapat beberapa pohon buah yang tumbuh liar tetapi memberi warna yang padan
Dengan Pohon buah-buahan yang terdiri dari Mangga, Rambutan, kelengkeng, dan apel berjejer rapi di tengah bukit dengan Pohon kelapa di pinggirannya dan pohon pepaya yang menjadi pemisah keduanya
Menambah nuansa seperti taman buah mini yang terbentuk secara alami
Ya pohon-pohon itu tidak di tanam tetapi tumbuh sendiri karena biji-bijian yang dibawa oleh burung dan monyet putih yang berasal dari hutan di sekitar Desa Lawang Sewu yang diambil semasa musim kekeringan besar yang melanda benua manusia beberapa puluh tahun yang lalu
Dan desa Lawang Sewu tidak terkecuali terkena dampaknya, tapi tidak separah didaerah lain karena adanya pemasangan Pagar formasi pelindung dan kesuburan desa yang di tanam leluhur Adi di sekitar desa untuk melindungi dari mara bahaya seperti banjir, tanah longsor, dan kekeringan
Sayangnya hutan disekitaran desa tidak terkena di dalam formasi sehingga, banyak bintang yang turun ke desa untuk mencari makan khususnya mereka yang herbivora karena hanya di dalam lingkungan desa tumbuhan dan pohon-pohonan tetap berbuah semestinya tanpa terkecuali
Inilah yang menjadi salah satu rahasia dari keadaan alam di desa Lawang Sewu yang menjadikanya terkenal di sekitar daerahnya karena tidak terpengaruh oleh bencana dan menjadikan semakin teguh posisi keluarga Adi sebagai Demang pemimpin desa Lawang Sewu
Terdengar suara mengunyah dan menelan dari atas pohon kelengkeng dan pohon apel dan seiring berjalannya waktu terdengar suara jatuh kulit dan biji dari buah apel dan kelengkeng dan jika dilihat secara teliti tampak bekas gigitan pada buah apel yang telah jatuh dari atas pohon
" Mas aku minta apelnya ambilakan yang besar dan warna merah di atas kepala mas" pinta seroang anak kecil berusia di bawah 10 Tahun yang tambak cuby dan menggemaskan dari atas pohon kelengkeng
" Bul apa kamu kurang makan berkilo-kilo kelengkeng di sana, liat tuh jumlah biji kelengkeng kamu di bawah pohon, gunung kaya pipi kamu, hahaha" terdengar suara meledek dari anak remaja yang telah menginjak dewasa, dengan suara yang semakin dalam terdengar dan terlihat perawakan yang tinggi sekitar 180 Cm dengan tubuh yang kurus tetapi penuh dengan otot-otot yang kuat di sekitar lengan, kaki, dan perutnya
Terlihat wajahnya yang manis dan ada jejak ketampanan dari anak muda yang baru dewasa dengan sedikit kumis tipis pada bibirnya dan mata yang dalam namun tenang tidak dapat menutupi aura kewibawaan dan ketegasan dalam dirinya
Ya pemuda itu adalah Adi yang kini menginjak usia 18 tahun dan sudah bisa disebut dewasa dari segi kematangan berpikir dan fisik yang ada sesuai dengan norma umum yang berlaku
" Mas Adi mah, pelit amat tinggal metik trus lempar aja ribet banget sih, kelengkeng Segede gundu aja mana kenyang mas, ini mah cuma cuci mulut, ayolah mas gembul males nih buat kesitu" gerutu gembul sambil memelas kepada Adi
" huuuu, kamu ini nanti kalo kamu ketawan makan banyak mas yang di omelim sama mbak mu, dibilangnya mas ga sayang sama Ade iparnya" jawab Adi ramah
" udah tenang aja mas nanti biar gembul yang hadapin, tinggal bilang si mbok kalo mba Denok macem-macem beres, lagian mba Denok juga ga ada disini mas, makanya cepetan lempar apelnya" pinta gembul dengan semangat untuk membujuk
" yaudah mas ambilin 2 aja yah, soalya lebih dari itu kebanyakan nanti kamu sakit perut" mengingatkan Adi dengan ramah
" Yo wes 2 aja dulu tar kalo ga sakit perut minta lagi, heheh" tertawa senang
" ahhh kamu nih bul bul emang raja makan Desa Lawang Sewu" menggelengkan kepala sambil melempar buah apel ke arah Gembul.