Chereads / The Oldest Land / Chapter 8 - Denok yang Manis

Chapter 8 - Denok yang Manis

Berjalan menuju selatan desa, melewati jalan yang beralasan batu bata yang disusun rapi selebar 4 meter, Adi dengan wajah yang tersenyum bergegas melangkahkan kakinya.

melewati hamparan kebun Tembakau dan hamparan ladang sayuran di kedua sisi jalan menambahkan rasa damai suasana hati.

" Tunggu aku Denok, aku udh kangen kamu heheh". adi bergumam berbicara sendiri

setelah sekitar 5 menit berjalan menyusuri jalan dan melewati gapura kecil keluarga Denok tinggal, adi sampai di halaman yang luas. Dengan pendopo cantik disebelah kanan halaman rumah dan jemuran baju dan tanaman di sebelah kiri, menyambut Adi yang telah datang.

" Permisi, Denok, Denok, ohhhhhh Denok". panggil Adi di depan halaman rumah denok.

Menunggu sebentar terdengar suara yang menjawab.

" iya tunggu sebentar, saya lagi dibelakang". Terdengar suara manis dari dalam rumah.

" ok aku tunggu di dipan yah, kamu jangan lama'". Jawab Adi kepada Denok.

" iya aku buatkan minum untuk mu sekalian, jadi sabar sedikit yah". jawab suara Denok dari dalam.

" Ok Denok manis, heheh" .

tertawa adi sambil duduk di dipan.

memandangi halaman yang nyaman Adi menunggu, setelah sekitar 5 menit suara langkah kaki terdengar dari dalam rumah menuju ke depan.

" Hussssss.... ada siapa tadi yang teriak" panggil panggil Denok manis, baru tahu apa aku ini manis? ". Sambil tersenyum membawa nampan berisi teh dan cemilan gorengan ubi di piring.

" ini aku Kakanda kamu Denok heheh" . tersenyum manis Adi menggambil nampan dari tangan Denok.

duduk di samping Adi sambil memperhatikan Adi yang tersenyum manis, seorang anak remaja perempuan berusia 16 tahun, dengan rambut panjang yang tergerai lurus, mata hitam yang dalam dengan alis mata yang lentik, serta bibir yang tipis yang berwarna merah muda.

Mengenakan baju berwarna kuning dengan motif bordiran awan putih yang cantik, ber rok kan kain halus berwarna kecoklatan dengan motif bunga, tidak dapat menutupi penampilan yang cantik dengan kesegaran yang bersahaja.

"Denok kenapa kamu hampir seminggu ini ga main kerumah, nenek udah kangen nanyain kamu terus itu?". Adi bertanya sambil memakan ubi goreng yang ada di atas piring.

" aku seminggu ini ga bisa main ke rumah kamu, soalnya Bapak sama Ibu aku lagi keluar daerah nengok bibiku yang sakit, jadi aku ga bisa keluar harus nemenin si Embul sama Bu Sumi, lagian juga cuma nenek doang kan, yang kangen kalo kamu kan ga kangen hemmm". sindir Denok sambil memalingkan mukanya dari Adi.

" husss kata siapa aku ga kangen kamu Denok, buktinya sekarang aku kesini nanyain kabar kamu, lagian aku kawatir apa kamu sakit atau kamu kenapa, kok ga ada kabarnya". sambil tersenyum membujuk Denok mencoba menjelaskan.

" alah, kalo nenek kamu ga nanya dan suruh kamu kesini, kamu juga ga akan Dateng kan!". jawab Denok ketus.

" ye siapa yang bilang begitu, Jangan berpikir seperti itu, aku dan kamu kan ga sehari atau dua hari kenal Denok, kita udh dari kecil bareng dan akan sampai tua kita akan selalu bareng". sambil memegang tangan Denok mencoba merayu.

" apa pegang pegang, janur kuning aja belum melengkung yah, jadi jangan pegang" ah, awas- awas lepasin tangan mu itu ihhhh". Menjawab dengan wajah memerah dan malu- malu seperti kucing.

" alah malu- malu begitu kamu, biasanya juga tukang sosor, hahahaha". Menggenggam semakin erat tangan Denok.

Tidak berusaha melepaskan atau mencoba membantah, Denok kembali meremas tangan Adi dengan kuat, dan memberikan senyum manis kepadanya.