Chereads / Jalan Kehancuran / Chapter 11 - Menuju Ibukota (Bagian 1)

Chapter 11 - Menuju Ibukota (Bagian 1)

Apa yang terjadi di markas perserikatan petualang menyebar ke seluruh kerajaan. Semua orang tahu dan marah dengan apa yang terjadi, apalagi para petualang dari cabang semua kota di kerajaan.

Mereka mulai mencari tahu siapa pelakunya dan ingin membunuhnya dengan tangan mereka sendiri.

Simbol kekuatan manusia untuk menumpas kejahatan malah dihancurkan oleh manusia itu sendiri, benar-benar kejahatan yang tidak mungkin diampuni oleh siapa pun.

Apapun alasannya, penjahat itu telah menjadi orang paling dibenci di seluruh penjuru kerajaan.

Apalagi dia juga telah membunuh banyak pedang umat manusia untuk menumpas kejahatan, di hati semua orang penjahat itu tidak beda jauh dari iblis dari dungeon.

Bangsawan dari kerajaan juga sangat marah dan memberikan banyak hadiah bagi siapa saja yang berhasil mengambil kepala dari penjahat tersebut.

Petualang yang selamat dari insiden tersebut melukis wajah penjahat itu dan menyebarkannya ke seluruh penjuru kerajaan, membuatnya menjadi orang paling dicari.

Namun, sampai saat ini masih belum ada yang melihat batang hidungnya seolah-olah dia telah lenyap di telan bumi.

Di sebuah bar, beberapa petualang sedang duduk dan minum-minum bersama. Apa yang menjadi bahan pembicaraan mereka tentu saja tentang penjahat paling dicari.

"Sial! Aku benar-benar ingin menghajar wajah bodohnya itu."

Selvi berkata dengan marah sambil meremas poster dengan wajah Budi di atasnya.

"Semoga saja kita bisa bisa bertemu dengannya, maka kita bisa pensiun dari pekerjaan yang melelahkan ini."

Write, seorang pria dengan mata sayu berkata dengan lemah. Dari wajahnya saja bisa dilihat bahwa dia orang dengan sedikit ambisi dan hanya ingin hidup dengan santai sa mbil menunggu kematian, tapi sayangnya dunia ini tidak akan pernah ramah dengan orang seperti itu.

"Hei, hei, hei, apakah kalian mabuk? Dia berhasil mengalah banyak petualang kelas S, bagaimana caranya kita mengalahkan dia?"

Toldo, seorang pemanah di kelompok ini, meskipun sebenarnya dia mahir menggunakan senjata apapun, tapi dia memilih panah karena terlalu takut untuk berhadapan langsung dengan monster.

"Tentu saja bisa, dengan kekuatan Hans, kita pasti bisa mengalahkan penjahat itu."

Beliam, seorang penyembuh berkata dengan mata yang cerah sambil memandang pria tampan di sampingnya.

"Haha, mari kita sudahi saja pembicaraan ini, aku sudah mengambil misi baru."

Hans, pemimpin kelompok petualang ini dan sekaligus satu-satunya petualang kelas S di antara mereka yang masih berada di kelas A.

"Ini adalah misi pengawalan, seorang pedagang kaya ingin menjual gandum ke ibukota, perjalanannya cukup jauh jadi bayarannya juga cukup murah hati."

Hans menjelaskan misi yang dia ambil dengan senyum tipis di wajahnya.

"Seperti yang diharapkan, kau benar-benar pintar Hans."

Selvi memberikan Hans dua jempol sambil tersenyum lebar.

"Tentu saja, orang yang aku cintai memang pintar."

Beliam berkata dengan senyum genit sambil memeluk lengan Hans.

"Hei, apa maksudmu, jelas Hans lebih cocok denganku, benar bukan, Hans?"

Selvi berkata sambil mendorong dadanya yang jelas lebih besar dari milik Beliam.

Di tengah keributan itu, hanya Write yang mengerutkan dahinya lalu berkata. "Bagaimana kalau kita ambil misi yang lain saja, aku punya firasat buruk tentang misi itu."

"Bilang saja kau terlalu malas untuk pergi jauh, dasar pemalas!" cibir Selvi.

"Haha, tenang saja Write, dengan bayaran dari misi ini, kita bisa berlibur lama."

Hans tentu saja paham dengan sifat Write, jadi dia bisa menebak apa yang dia pikirkan.

"Tapi..."

Sebelum Write mengatakan kalimatnya, Beliam langsung memotongnya. "Tidak perlu tapi-tapian, kita ambil misi pengawalan ini, lagipula kau bisa duduk di gerbong sambil bermalas-malasan saja."

"Haha, menyerahlah kawan, kau tidak akan bisa menang ketika berdebat dengan dua perempuan gila itu."

Toldo menepuk pundak Write sambil tersenyum pahit.

"Baiklah."

Write hanya bisa menghela nafas dan mengangguk setuju.

Hans tersenyum lalu berkata. "Baiklah, kalay begitu sudah diputuskan, besok pagi kita akan berangkat, malam ini kalian lebih baik bersiap-siap."