Golgota dan teman-temannya mengeluarkan senjata mereka. Meskipun dikatakan semua orang lebih suka menggunakan sihir daripada senjata, tapi tetap saja para petualang akan memiliki senjata mereka masing-masing.
Karena meskipun sihir sangat kuat dan praktis, tapi tidak bisa digunakan terus-menerus karena setiap orang memiliki jumlah sihir yang terbatas.
Dengan jumlah yang banyak, Golgota dan teman-temannya percaya diri untuk mengalahkan satu orang musuh. Apalagi musuh di depannya terlihat biasa saja dan kemungkinan dia hanya berakting sok kuat agar mereka ragu untuk menyerangnya. Tapi, ketika dia akhirnya sadar bahwa aktingnya tidak berguna, dia pasti akan menyesal dan buru-buru berlutut.
Meskipun jarang, tapi Golgota dan teman-temannya pernah menemui situasi seperti itu.
Secara bersamaan, Golgota dan teman-temannya maju menyerang. Melihat mereka datang menyerang, pria itu tidak buru-buru berlutut seperti yang Golgota pikirkan, dia mengambil pedang di pinggangnya dan memasang posisi siap bertarung yang terlihat sangat amatiran.
Melihat sikap bertarungnya yang asal-asalan, Golgota semakin yakin bahwa pria itu hanya omong besar saja dan tidak memiliki kemampuan nyata.
Tentu saja pria itu, Budi, tidak memasang posisi bertarung yang tepat karena dia memang tidak memiliki kemampuan berpedang. Dia hanya menggunakan posisi yang paling nyaman untuknya saja.
Melihat tebasan pedang datang dari arah sampingnya, Budi menggeser tubuhnya lalu dengan cepat menyerang balik.
Tidak ada teknik ataupun strategi pintar, dia hanya menghindari serangan lalu menyerang balik. Tapi kecepatan serangannya yang sangat tinggi hingga tidak bisa dilihat oleh mata membuat musuh langsung mati bahkan sebelum melakukan teriakan.
Tubuhnya langsung terbelah menjadi dua dan darah menciprat kemana-mana, menjadi pemandangan yang sangat menjijikkan.
Melihat salah satu temannya mati, mereka tidak menjadi takut, tapi malah terbakar oleh api kemarahan dan memulai serangan yang lebih ganas.
Di sisi lain, karena meminum ramuan yang membuat tubuhnya menjadi lebih kuat dan lebih cepat, Budi merasa serangan mereka sangat lambat dan tidak sulit untuk menghindarinya.
Karena itu skenario sebelumnya terulang kembali, Budi menghindari serangan musuh lalu dengan pedang hitamnya dia langsung membelah musuh menjadi dua.
Meskipun musuh menghalau serangan Budi, tapi senjata mereka seperti tahu dan langsung terpotong dengan mudah.
Bagaimana tidak, pedang yang Budi gunakan adalah pedang milik pemimpin kelompok yang menaklukkan bos dungeon. Ketika bos dungeon menggunakan cincin penetral sihir dan membuat penyihir dalam kelompok penakluk tidak berkutik. Dia sendirian menyerang bos dan akhirnya berhasil memotong tangannya.
Pedang hitam yang ditempa menggunakan bahan terkuat dan juga darah naga, menjadikan pedang ini mampu menebas apa saja dan membuatnya memiliki julukan sang penebas.
Sampai saat ini, tidak ada yang tidak bisa dipotong menjadi dua oleh pedang yang terlihat biasa ini.
Pada akhirnya yang tersisa hanya tiga orang, dua orang dalam keadaan kakinya terpotong dan satu orang lainnya adalah Golgota yang terduduk menyesal.
Dia tidak tahu ternyata Budi bukan lah kesemek, tapi lempengan besi. Jika Golgota tahu Budi sekuat ini, bahkan jika satu juta orang memohon padanya untuk menyerang Budi, Golgota akan lebih dulu mengalahkan satu juta orang tersebut.
Budi benar-benar menakutkan, dengan gerakan yang cepat dan menentukan, dia bisa membunuh temannya hanya dengan satu tebasan saja.
"Kau duduk dulu, jangan pernah berpikir untuk kabur atau kau akan menyesalinya." Ancam Budi.
"Y-ya, aku tidak akan berani." Golgota berkata sambil mengangguk seperti ayam.
"Bagus."
Budi tersenyum tipis lalu memandang dua orang yang masih merintih kesakitan. Budi ingat dua orang ini, mereka adalah orang yang mengancamnya sebelumnya.
Budi berjalan santai lalu duduk di dekat salah satunya.
"Kau berkata ingin merobek mulutku, kan? Sungguh pria yang sangat kurang ajar."
Setelah mengatakan itu, Budi langsung merobek mulutnya dengan tangan kosong. Dengan kekuatan Budi yang besar hal seperti itu bukan hal yang sulit baginya.
"Hahahaha, inilah akibatnya jika kau berbicara besar di depanku."
Setelah merasa puas, Budi langsung memenggal kepalanya karena merasa teriakannya terlalu berisik. Kemudian dia berjalan sedikit dan tanpa basa-basi langsung memotong-motong orang yang berkata ingin memotong-motongnya.
"Selesai."
Budi tersenyum puas lalu berjalan mendekati Golgota yang kini selangkangannya sudah bau air kemih.
"Aku akan memberikanmu kesempatan untuk hidup, tapi kau harus melakukan sesuatu untukku, apakah kau mau menerimanya?"
Budi bertanya sambil tersenyum tipis. Sebuah senyum yang terlihat sopan tapi membuat Golgota merinding ketakutan.
"Y-ya, aku mau, tentu saja aku mau."
"Baik. Oh, iya, perkenalkan, namaku adalah Budi, orang yang akan membawa perubahan ke dunia ini."