Chereads / Bukan cinta yang salah / Chapter 40 - Suara hati

Chapter 40 - Suara hati

Siapa sangka di lubuk hati Glen, di antara kemewahan dan meriah pesta perayaan pernikahannya, di lubuk hati Glen dia merindukan gadis polosnya, gadis yang tersenyum saat diberi hadiah kecil. Gadis yang membuat emosinya stabil. Gadis yang diimpikan menjadi pendamping hidupnya. Glen menggeleng pelan. Dia tak seharusnya memikirkan Risa saat bergandengan mesra dengan istrinya. Glen tak bisa mangkir bahwa dia sangat membutuhkan Eun jung disisinya. Posisi nya tidak lah kuat tanpa pewaris asli Jung. Belum lagi Jung Hoon. Glen berharap pemuda itu segera menelepon nya dan merengek pulang.

"Kau memikirkan sesuatu?" tatapan Eun jelas curiga. Glen menggeleng cepat.

"Jangan berbohong" ujar Eun tersenyum sinis, senyuman penuh arti. Glen menggaris senyum.

"Tentu saja aku memikirkan sesuatu. Aku memikirkan berapa anak yang akan kita buat nanti" ujar Glen mengatakan apa saja dengan acak, dia tak serius saat mengatakan perihal anak. Eun terkekeh geli.

"Hahaa.. apa maksudmu?" tanya Eun tak bisa menahan tawanya "kau lucu sekali sayang" Mendengar tawa geli Eun membuat senyum Glen hilang, dia menatap istrinya heran. Ada apa dengan anak?

"Aku tak punya rencana membedah kulit ku!" pukas Eun kemudian, Glen menggaris senyum terpaksa, dia tahu betul itu! konyol sekali membawa topik anak di tengah hubungan mereka, Glen tersenyum seolah menyadari kekonyolannya.

"Aku sangat menikmati saat denganmu, tapi memiliki anak, bukankah terlalu berlebihan?" tanya Eun. Glen mengangguk ragu. Eun menangkap raut kecewa di wajah Glen, meski tertutup sebagian topeng, dia bisa melihat jelas ada sedikit kekecewaan. Walau dengan masker mata itu, baik ekspresi atau pesona, semua tampak jelas di wajah Glen. Dia lahir dengan ketampanan yang luar biasa. Eun mengangkat tangan, menyentuh dagu Glen dengan lembut.

"Apa kau kecewa, sayang?" tanya Eun dengan nada lembut. Glen menggeleng.

"Tidak sayang, lakukan apa yang kau mau" balas Glen kemudian.

Keduanya menghentikan dansa, meraih dua gelas wine, meneguk minuman dengan kompak.

"Mari kita nikmati suasana Paris yang romantis" bisik Eun meraba belakang leher Glen. Pria itu menggigit bibir, sesungguhnya dia sedikit lelah. Tapi sorot mata Eun begitu mengandung banyak arti. Tangan Eun menarik telapak Glen, memaksa suaminya mengikuti langkah kaki jenjangnya. Dia mendorong tubuh Glen yang pasrah di lorong pembatas hall, di antara pilar besar di sudut ruangan. Glen melirik sekitar. Tak jauh dari keramaian, hanya sedikit ke sudut, bersembunyi di balik dekorasi yang dibuat sedemikian rupa seperti kerajaan. Cahaya lampu sedikit temaram, mungkin karena sudut sini tempat menuju gudang penyimpanan barang dekorasi. Mereka masih di antara lorong, belum sampai ke gudang dan sudah keluar dari ruang hall dimana pesta masih berlangsung.

"Apa yang kita lakukan, nanti ada crew yang lewat" bisik Glen. Eun tak peduli. Tangannya membuka masker di wajah Glen. Masker karet ini memang cukup mengganggu, tapi berhubung permintaan Eun, dia menurut saja. Ada garis di sekitar pipi Glen, Eun mengelus lembut. Mengecup seolah mengobati kencangnya masker di kulit wajah suaminya.

"Euun.." bisik Glen mencoba meredakan hasrat istrinya. Tatapan mata Eun sudah lain, Glen mengerti betul arti tatapan itu. Kedua tangan Glen menahan pinggang Eun, mencoba membuat jarak, tapi bukan Wun jika kemauannya tak dituruti.

Dia membuka kancing tuxedo suaminya, membuka jas, kancing kemeja dan menyusupkan telapak tangannya, meraba lembut dan penuh gairah. Glen mencoba tetap bertahan, tapi Eun mengibaskan tangan Glen di panggulnya, dia menuntun tangan suaminya untuk menyentuh bagian bokong.

"Jangan disini" pinta Glen, Eun tak peduli. Wanita itu melumat bibir suaminya supaya tak cerewet lagi, baru saja mereka saling menikmati kecupan, suara derap sol sepatu menyentuh lantai marmer membuat Glen jengah, tapi Eun cuek saja. Dia sungguh keras kepala, batin Glen kesal.

SREET!!

Glen menarik paksa pangkal lengan istrinya, hingga keduanya masuk ke dalam gudang penyimpanan barang panggung. Sebuah ruangan dengan banyak barang random, ditutupi bahan satin tipis berwarna putih. Eun tak peduli dengan penampakan ruangan, yang dia ingin hanyalah menikmati tiap detik bersama Glen.

"Kau keras kepala sekali!" ujar Glen kesal. Eun membalas dengan senyuman.

"Memangnya hanya kau saja yang bisa kesal!" ketus Glen menarik pergelangan istrinya, dan memutar badan Eun, wanita itu meringis, tangannya di linting ke belakang punggung, Glen mulai bermain kasar.

Sementara sebelah tangan menahan pergelangan tangan Eun yang pasrah, sebelah lagi dengan perlahan Glen menarik risleting gaun yang berada di samping. Sesaat setelah risleting panjang itu ditarik, tampak jelas aset bagian atas Eun menyembul, Glen meraih cepat dan menikmatinya.

Eun menarik tangannya yang tadi di tahan, dia membalas Glen, menarik kasar rambut suaminya. Keduanya larut dalam malam panjang di sebuah gudang penyimpanan barang. Keduanya tak peduli, yang penting hanyalah hasrat yang lepas kendali tersalurkan. Mereka juga tak peduli dengan tamu pestanya, ada mc dan bintang tamu yang akan menemani malam panjang mereka.

Glen merapi kan kembali gaun istrinya, wajah lelah keduanya membuat mereka tersenyum bersama. 

"Kita lanjutkan di kamar saja" bisik Glen lalu mendaratkan bekas kecupan merah di punggung istrinya sebelum menarik habis risleting gaun yang menggaris sempurna di tubuh Eun. Gaun yang membuat Eun terlihat tak memakai pakaian. Warna gaun itu terlalu sama dengan kulitnya. Dia sengaja membuat banyak pria iri pada suaminya malam ini.

***

Hoon merasa haus, dia turun dari ranjang dan menuju kulkas, mencari sebotol air mineral. Dengan dahaga Hoon menikmati minumannya, dia berniat kembali ke ranjang namun cahaya kamar Risa mencuri perhatiannya.

"Dia lupa mematikan lampu?" Hoon berjalan menuju kamar Risa, dia hendak memeriksa dan mematikan lampu. Hoon mengintip dibalik pintu kamar yang belum tertutup rapat. Ditatapnya jelas jika Risa sedang memandang ponsel di tangannya. 

Risa menatap layar ponselnya. Dia menanti pesan atau panggilan dari bos Glen. Tak satupun kabar yang dia dapatkan setelah kepergiannya hari itu. Risa bingung harus menghubungi bagaimana. Semua panggilan teleponnya tak pernah mendapatkan jawaban.

Hoon melihat jelas raut sedih di wajah Risa. Dia mengerutkan dahi tak percaya. Ternyata gadia yang begitu galak dan tegas padanya bisa membuat wajah sedih seperti ini.

Hoon tak mengerti kenapa Risa bisa terlihat sedih dan terus menatap layar ponselnya. Yang Hoon mengerti adalah bahwa dia tak menyukai wajah sedih Risa. Dia berpikir bagaimana supaya gadis di dalam sana membuang wajah sendu itu.

"Bahkan wajah marahnya jauh lebih baik" gumam Hoon.

Risa menghapus air matanya. Kenapa dia jadi cengeng seperti ini? Seketika ada rasa sakit di dada Risa. Padahal apa yang harus ditangisi, Risa yakin jika bos Glen baik-baik saja di sana. Selain sibuk dengan pemakaman keluarga pasti bos Glen juga sibuk menerima pengiriman barang dari sini, Risa berpikir seperti itu. Dia segera menghapus air matanya, mencoba menggaris senyum, walau jelas terlihat senyuman getir.

BRUK!!

Suara sesuatu jatuh di luar mengejutkan Risa. Dia melirik jam dinding, pukul 2 malam. Risa segera beranjak dari matrasnya.

Risa segera membuka pintu dan mendapati bayangan hitam di depan wajahnya.

"AAAKKKHHH!!!" Teriakan kompak keduanya membuat mereka tersadar, sepertinya suara yang dikenal.

"Kau ngapain sih malam malam di depan kamar ku!" sungut Risa segera menekan kontak lampu. Hoon mengurut dada, dia juga terkejut mendapati wajah Risa tiba tiba muncul di hadapannya.

Risa melirik sapu yang terjatuh ke lantai, dia segera meraih dan menggantung kembali di dinding.

"Kau ngapain sih!" selidik Risa pada Hoon. Pemuda itu berusaha mengatur nafas, mencoba mencari kalimat yang tepat di dalam pikirannya.

"Ah, aku tidak bisa tidur" ujar Hoon ngasal.

"masa?" Risa tak percaya.

"Ayo lakukan sesuatu, temani aku menonton tv, sampai aku bisa tidur!" pinta Hoon manja. Risa menarik tangannya yang berusaha di tarik oleh Hoon. Kau tak boleh tidur di matras seperti itu, itu akan membuat badanmu pegal, batin Hoon cemas mendapati kamar Risa tak memiliki ranjang untuk tidur.

"Kau itu lebih tua setahun daripada aku!" ujar Risa melihat tingkah manja Hoon. Mereka duduk di sofa dengan menjaga jarak. Risa menyalakan televisi dan mencari film yang menarik, Hoon berpura-pura fokus menonton.

"Apa-apaan pria ini, tingkahnya bahkan sepuluh tahun di bawah ku!" gerutu Risa menahan kesal. Dia merasa hari sudah sangat larut, matanya sudah terasa berat, Risa tak bisa lagi menangkap acara di televisi, gadis itu terlelap dalam duduknya.

Hoon segera duduk mendekat tatkala kepala Risa hampir terjatuh. Hoon menahan dengan telapak tangannya. Bibir Hoon tersenyum mendapati wajah tenang yang bersandar di telapak tangannya.

"Kau bahkan sangat cantik saat diam. Tapi kau selalu saja mengoceh dan marah, itu menyebalkan."