Sementara itu,
"Selamat pagi!" sapa direktur Mei ramah, Hoon membalas uluran tangan. Mereka berjabat tangan sejenak.
"Kau masih muda dan tampan. Glen sudah menghubungi seminggu yang lalu. Senang bisa sedikit membantu" ucap direktur Mei basa basi memulai obrolan. Tentu harus ramah, dia sedang berhadapan dengan pewaris kedua keluarga Jung.
"Aku tersanjung dipuji oleh direktur yang terkenal akan talentanya seperti nyonya!" balas Hoon tak mau kalah bermain kata-kata. Pujian Hoon membuat direktur Mei tersipu. "Bahasa mu bagus sekali. Tuan Jung pasti menurunkan kecerdasannya pada mu" Hoon tersenyum lebar mendengar pujian direktur Mei.
"Ku rasa bu direktur salah. Aku tidak cukup pintar dan tampan. Maka dari itu aku harus banyak belajar di sini. Aku mohon bantuannya" dengan menunduk sopan, Hoon memohon bergaya santun khas Korea.
"Jangan sungkan. Tuan.. Jung Hoon" Hoon menggelengkan kepala. Direktur Mei memasang wajah bingung. Dia memang tuan muda Jung Hoon kan? Apa yang salah.
"Jangan panggil seperti itu. Panggil saja aku Alex" ujar Hoon meminta pada direktur Mei "Alex?" tanya direktur Mei bingung. Kenapa dia mengganti namanya?
"Iya. Itu nama global ku" jawab Hoon seolah memberi penjelasan pada direktur Mei. "Baiklah" tanpa bertanya direktur Mei mengangguk dan setuju saja.
"Mmm.. Direktur Mei, apa aku boleh minta sesuatu?" direktur Mei mengerutkan dahi mendengar permohonan Hoon. Wajah tampan nya terlihat memelas. Membuat direktur Mei penasaran. "Apa?"
"Aku butuh asisten di ruangan ku!" pinta Hoon dengan tatapan serius. Awalnya direktur Mei terlihat berpikir. Tak lama kemudian dia setuju saja. Wajah tampan Hoon meluluhkan siapapun saat ditatap seperti itu.
"Apa kau punya kriteria khusus untuk Asisten mu?" tanya direktur Mei. Sekarang giliran Hoon yang berpikir. Dia memerlukan waktu beberapa saat. Direktur Mei memberikan waktu untuk Hoon berpikir. Wanita paruh baya itu menyelesaikan file di meja dan membubuhkan banyak tanda tangan pada lampiran kertas. Nampaknya Hoon akan lebih lama berpikir. Direktur Mei menyempatkan menyeruput kopi hangat di pagi harinya, dia melipat satu tangan di dada sementara jari yang lain Menggenggam erat gagang cangkir. Sudut mata direktur Mei sedikit tersenyum melihat wajah berpikir Hoon. "Dia masih sangat polos dan jujur" batin direktur Mei dalam hati.
"Apa kau masih butuh waktu lagi?" tanya direktur Mei meledek. Sudah menghabiskan berapa menit di ruangannya,tapi usaha Hoon untuk menetapkan kriteria asisten belum juga terucap. Direktur Mei harus memulai aktivitas panjangnya hari ini. Jika Hoon tetap di sini tentu akan mengganggu performa kerjanya.
"Ayo ikut aku!" ujar direktur Mei menyibakkan tangan meminta Hoon mengikuti langkahnya. Direktur Mei mengambil langkah lain. Terlalu lama menghabiskan waktu kalau menunggu Hoon berpikir. Lebih baik mencari jalan lain, pikir direktur Mei.
Keduanya berjalan beriringan menyusuri ruang kantor di lantai tiga. Menuruni tangga sambil sedikit berbincang santai. Direktur Mei dan Hoon terlihat santai, keduanya pun tak canggung menggunakan bahasa tak formal. Sedikit berbeda dengan bos Glen, mereka masih menggunakan bahasa formal, mungkin karena bos Glen belum terlalu fasih berbahasa indonesia, sementara Hoon sangat pintar berbahasa meskipun aksen bicara Korea nya masih jelas.
Keduanya masuk pada sebuah ruang salah satu divisi. Direktur Mei mendorong pintu kaca, dan tampak jelas pegawai di dalamnya kompak berdiri hormat. Divisi merchandiser. Di visi yang mengurusi tetek bengek antara pembelian dan pabrik, menjembatani antara buyer dan produksi. Di sini pula tempat bagian Risa bekerja. Perusahaan Jung salah satu klien Risa. Hoon melebarkan senyuman sesaat lalu segera melipat tanpa bekas, dia tersenyum mendapati wajah Risa yang menghilang pagi ini. Padahal mereka menumpangi taksi yang sama. Menghabiskan sarapan bersama, merapikan apartemen bersama tapi ketika di depan gerbang pabrik, Risa beranjak tiba-tiba dari dalam taksi, berlari menerobos pagar biru yang belum terbuka sempurna.
"Ternyata dia disini" batin Hoon, entah mengapa Hoon senang menemukan Risa di pagi ini. Sementara Risa menunduk dan berusaha menutupi wajahnya dengan file. "Semoga dia ga liat aku!" doa Risa dalam hati, wajahnya menyimpan rasa cemas. "Jangan liat sini, please!" doa Risa dalam hati gemas sendiri, dia tak berani mengangkat wajah, Risa takut Hoon mendapatinya. Sayang sekali Hoon sudah lebih dulu sadar, pemuda itu bahkan mengulum senyum, menahan geli sendiri, Hoon tau betul arti dibalik wajah tersembunyi Risa.
"Ini divisi merchandiser, biasanya mereka akan membantu orderan dengan baik." jelas direktur Mei meminta semua pegawai divisi MD (merchandiser) berkumpul dan sedikit mendekatkan diri.
"Perkenalkan ini Alex, dia juga klien kita, kali ini dia tidak buat tugas produksi. Tuan mu.. Eh, maksud saya Alex disini dalam rangka pendidikan" terang bu direktur hampir saja terpeleset. Alex bukan tuan muda Jung!. Pemuda itu meminta disebut demikian.
"Hallo semua, nama ku Alex, panggil saja begitu. Mohon bantuannya selama di sini" salam perkenalan Hoon membuat pegawai di ruang itu menyambut dengan senyuman ramah.
"Ini Reza, Alika, Joya.." tunjuk direktur Mei satu persatu "Bunga, dan Risa" Semua bergantian berjabat tangan sampai tiba di bagian Risa, gadis itu tersenyum kaku. Dia terpaksa menarik bibirnya membuat Hoon ingin tertawa, tapi pemuda tampan itu menahan diri.
"Kau ingin bergabung disini?"tanya bu direktur pada Hoon, pria itu berpikir sejenak.
"Jika aku bergabung disini, aku takut mengganggu pekerjaan yang lain karena mungkin aku nanti banyak bertanya" direktur Mei mengangguk setuju.
"Tapi jika bisa, aku ingin seseorang bisa membantuku-", Hoon menoleh ke arah Bunga. Risa memundurkan badannya, berharap Hoon tak memilih dia, dia berlindung di belakang posisi Bunga. Tatapan binar pada mata Hoon membuat Bunga salah tingkah, gadis itu menjentikkan rambut dan menyimpannya di balik telinga.
Hoon memiliki tinggi badan 178 senti, tidak lebih tinggi dari bos Glen, mereka memiliki selisih badan hampir lima senti. Hyung nya lebih tinggi dan memiliki mata lebih kecil dari Hoon. Mereka berdua tidak begitu identik secara fisik, Hoon memiliki senyuman ramah hingga bibirnya bisa membentuk hati dengan cuping bibir yang jelas ketika tersenyum. Hoon memiliki ekspresi berbeda ketika wajahnya datar. Kesan cool dan dingin akan terlihat jelas. Tapi saat dia menarik bibir dengan mata yang hampir tertutup sempurna dia terlihat sangat bersinar dan ramah, senyumannya begitu tulus dari dalam hati. Hoon juga sangat apa adanya dan sederhana secara penampilan. Pemuda yang baru akan menginjak 25 tahun itu lebih menyukai celana jeans dan jaket. Dia memakai kaos casual ke kantor, di lapis blazer bahan katun berwarna gelap tanpa aksen kerah.
Hoon menyapu satu persatu rekan kerja di ruang MD. Dia mulai meneliti dan berpendapat sendiri di dalam hati.
"Pria bernama Reza, terlihat terampil dan ramah. Tapi seorang lelaki akan membuat ku canggung berada satu ruangan sepanjang hari" pikir Hoon beralih pandangan pada Alika
"Gadis bernama Alika, dia terlihat cekatan dan logis. Gaya berpakaian yang simple dan tak banyak mencuri mata. Aku harus serius dalam bekerja jika bersama dengannya. Aku belum siap. Jika aku salah mungkin dia akan menggebrak meja!" Hoon merinding sendiri membayangkan Alika menatapnya tajam saat melakukan kesalahan, dia juga merasa terpojok ketika Alika marah dan menggebrak meja dalam imajinasinya.
"Joy dan Bunga.." Hoon menatap keduanya bergantian. Dia tersenyum sekilas lalu berpikir.
"Dua gadis imut dan gaya. Keduanya sangat menyenangkan jika bisa duduk berdampingan. Menyiapkan minum dan sarapan. Apalagi balutan ketat rok di tubuhnya, dia sungguh akan membuat hari-hari ku bersemangat." bisik batin Hoon nakal. Tapi tunggu dulu. Hoon mendapati lirikan genit di sudut mata Bunga yang mencuri tatap pada dirinya. Hoon menggeleng cepat.
"Jika aku bekerja dengannya, bisa jadi akan berakhir di ranjang setiap malamnya" batin Hoon mencoba menolak hasil pikirannya sendiri. Dia mengerutkan dahi, bingung sendiri.
"Direktur Mei, aku ingin dia bisa membantu ku" bisik Hoon melirik ke arah Bunga. Direktur Mei mengikuti arah tatapan mata Hoon. Wanita dengan wibawa itu mengangguk, menyetujui permintaan Hoon.
"Selama tiga bulan seseorang diantara kalian harus membantu Alex selama disini. Karena kita tidak begitu sibuk dengan orderan dari luar, kita memiliki waktu sedikit lebih santai. Order lokal akan terus berjalan seperti biasa. Alex sudah berdiskusi dan ingin di bantu oleh.." Bu direktur menoleh ke arah Bunga. Gadis itu tak bisa menahan rona bahagia di wajahnya. "Mendampingi pemuda tampan yang sehat adalah keberuntungan!" bisik batin Bunga penuh harap.
Bersambung..
*Bunga sangat senang jika dia benar ditunjuk sebagai pendamping Hoon/Alex..
kirimkan komemtar, star, review bintang5 dan hadiah kalian biar aku ttp semangat.. sehat dan sukses selalu