"Dengan senang hati saya merasa sangat terhormat" balas Glen diplomatis, Eun mengalihkan pandangan, dia mengangkat gelas wine dan enggan terlibat obrolan antara pria. "Hotel kelas dua" batin Eun mengumpat. "Aku hanya ingin karya tangan dingin Karf Legenfeld yang melegenda" batin Eun menahan kesal, dia sangat mengagumi desainer dunia yang belum lama meninggal. Sayang sekali hotel dengan penginapan termahal itu sedang direnovasi karena sudah di beli oleh kerajaan Saudi arabia.
Glen mengulurkan tangan hingga Eun bisa keluar mobil dengan gaya anggunnya. Mantel coklat dengan dress beraksen renda pada ujung lututnya, stiletto dan mini handbag, Eun gadis yang hampir sempurna secara visual. Dia bak boneka barbie hidup. Mereka sangat cocok berdampingan, pria tampan seperti Glen dan Eun yang mempesona, bahkan tinggi mereka pun sangat sempurna.
Eun melepas kacamata hitam dan memperhatikan sekitar tanpa memutar kepala, beberapa tamu masuk ke hotel disambut ramah oleh pelayan dengan suit mewah mereka. Penampakan lobi yang dibangun dengan marmer, lampu kristal, dan piano yang mewah. Tempat ini memiliki restoran berperingkat tinggi dan juga pemandangan Menara Eiffel yang memukau. Suite, yang harganya USD29.485 atau Rp412 juta per malam, adalah yang paling mengesankan di hotel ini. Tetap saja Eun dongkol memikirkan jika ini bukan hotel kelas 1 yang dia inginkan.
"Kau ingin makan sesuatu, madame?" tanya Glen dengan panggilan khas Paris, Glen meraih telapak istrinya dan mencium kulit punggung tangan Eun, istrinya tersenyum dan tersipu. Setidaknya perlakuan manis Glen bisa sedikit mengobati kekecewaan Eun terhadap penginapan mereka. Para tamu yang memesan kamar juga menerima makan malam tiga hidangan yang disiapkan khusus. Glen menuntun langkah Eun dan memasuki ruangan dengan sekat pintu kaca bergaya victoria. Sebuah meja dengan menu santap malam mewah, buket mawar merah, kartu ucapan diikat pita, permainan live musik klasik, dan bias lampu warna warni menghias kota, terlihat jelas menara yang menjadi simbol Paris di depan sana, pemandangan pelengkap makan malam romantis yang sempurna.
"Sekarang nikmati santapan kita, bon appetit" bisik Glen seraya menyerahkan garpu dan pisau pada istrinya sebelum duduk di kursi, pelayan yang seharusnya melakukan itu hanya berdiri di sebelah Eun, manarik kursi sebelum nona bangsawan itu duduk, dia tersenyum melihat tingkah romantis Glen pada wanitanya. Eun tersenyum senang "Oui" balas Eun dengan bahasa Perancis, dia meminta Glen mendekatkan kepala dengan mengayuh kan jari telunjuk di hadapan wajahnya. Sebelumnya Glen memberikan kode dengan kepalanya meminta pelayan meninggalkan meja mereka. Glen menunduk patuh pada jari Eun, mendekatkan kepala mereka, "Merci, mon loulou -" Eun mendaratkan kecupan di pipi Glen, kata baby yang diucapkan dalam logat khas lidah Paris terdengar seksi dan menggoda. Glen tersenyum penuh arti.
"Haruskah kita berendam bersama setelah ini?" Eun mengangguk setuju. Rencana bulan madu yang sempurna.
***
Hoon melirik jam tangan, pukul delapan malam. Dia menoleh ke kanan dan kiri. Selain piring yang kosong di atas meja juga ada buku tebal percakapan mudah bahasa Indonesia. Hoon mulai membuka lembaran buku dengan risau.
"Apa tidak ada yang menjemputku?" kesal Hoon, dia terlihat jengkel dan juga panik. Tapi tetap bergaya cool, jangan sampai ketampanannya sirna karena kepanikan yang berusaha dia simpan. "Tenang Hoon.." bisiknya menenangkan diri sendiri.
Hoon menghentakkan punggung, dia menyender pada kursi dengan kesal. Wajahnya kini terlihat jelas kian panik.
"apa hyung tidak punya kenalan yang bisa menjemputku!" kesal Hoon, dia berdecak marah.
"Aku harus menghubunginya!" Hoon mencari ponselnya di saku tapi tidak ada, dia mulai membuka tiap ruang pada tas sandangnya, tidak ada juga. Hoon kian panik. Dia mulai beralih pada kopernya, mencari tiap ruang kecil di sisi koper.
"Apa ini?" ujung jari Hoon menemukan benda lain, dahinya berkerut, dia menarik benda yang teraba seperti kartu pada ruang sempit di bagian belakang koper. Hoon yakin sebuah kartu, dia menatap kartu di jari nya dengan bingung.
"Kartu akses?" tanya Hoon bingung, dia membaca tulisan jelas pada cover kartu.
"Lux botanical xxx" Sambil membaca nama hunian Hoon berselancar di internet, gambar hunian vertikal mewah segera tampak. Hoon cukup senang.
"Hyung bilang aku akan tinggal di rumah kantor tapi sepertinya dia hanya bercanda!" ujar Hoon sudah membuang wajah cemasnya. Dia memesan taksi dan menunjukkan alamat di layar ponselnya. Ternyata hunian yang dimaksud Hoon jauh dari bandara, memakan waktu lancar hingga dua jam perjalanan. Hoon bisa tertidur pulas selama duduk di kursi taksi.
"Terima kasih" ucap Hoon seraya memarik kopernya. Dia menatap hunian mewah di depan mata.
"not bad!" ujarnya mengangkat bahu, dia segeea menuju lobby, bertanya pada receptionist.
"Jung Glen" ujar Hoon dengan logat khasnya. Pegawai informasi tersenyum ramah.
"Residences Fully Furnished Tower 11th floor, may i have your identity number please?" Hoon mengeluarkan kartu identitasnya, pekerja meja informasi tersenyum ramah melihat nama keluarga yang sama.
"Please follow me" pintanya santun, seorang pria berpakaian sekuriti menggantikan tugas gadis pelayan informasi, dia mempersilahkan Hoon diantar oleh salah satu penjaga keamanan gedung. Gadis itu kembali melanjutkan pekerjaanya.
"Woow, melihat pekerja yang ramah dan tersenyum lebar membuatku seketika nyaman" gumam Hoon memicingkan mata genit pada resepsionis tadi, dia tersenyum kecil membalas tatapan genit Hoon.
Tak memakan waktu lama, Hoon sudah berdiri di depan pintu, penjaga dengan tinggi yang hampir sama dengannya hanya saja kulit mereka seperti kopi dan susu, begitu kontras. Dia mohon diri, dan Hoon mengangguk saja.
Hoon menatap punggung sekuriti yang kembali menuruni lift, setelah pria berbadan bongsor itu menghilang Hoon mulai menatap pintu di hadapannya. Bibirnya tersenyum lebar. Seharian perjalanan membuat badannya pegal, rasanya ingin segera berbaring nyaman.
Hoon segera meraih kartu dan menempelkan pada layar magnet, pintu sudah bisa dibuka. Ruangan gelap. Tentu saja tidak ada penghuninya, pikir Hoon.
Dia segera mendorong koper dengan kakinya. Meraih remote ac, dan ternyata menyala.
"Hyung bisa teledor juga?" tanya Hoon tak percaya, udara panas membuatnya masih ingin menurunkan suhu ruangan, Hoon mengatur suhu. Dia melempar sepatu dan kaus kaki, membuka mantel dan tas sandangnya, melempar kemana saja. Dengan hembusan nafas lega Hoon merebahkan diri di sudut ranjang.
"Baiklah, udara panas membuatku berkeringat" ujar Hoon memegang lengket tengkuk lehernya. Dia membongkar koper dan menghamburkan isinya, mencari benda lembut berwarna biru muda.
"Ah, handuk kesayanganku" cium nya gemas. Hoon mencari pintu kamar mandi, dia menatap sekeliling.
"Ruangan ini lumayan juga, pasti sangat indah pada pagi hari. Hyung paling pintar memilih tempat tinggal" ujar Glen senang, dia melanjutkan rencana, mandi dan pergi tidur.
Hoon meraih handuknya dan mengeringkan tubuh. Otot kencangnya mulai rileks, dia menghela nafas lega. Akhirnya hari sulit ini lewat juga. Sebuah prestasi Hoon melakukan perjalanan panjang sendirian, dia tak pernah semandiri ini sebelumnya. Hoon sedikit aneh saat menyadari dia berada di kelas biasa dalam penerbangan, dan tak ada seorangpun yang menjadi guide nya.
"Hyung tega sekali!"gusar Hoon, dia sedikit kecewa tak mendapatkan fasilitas seperti sebelumnya, papa tak pernah membuatnya mandiri. Dia hidup dengan banyak pelayan yang memanjakan dirinya sepanjang hari.
"Baiklah, aku mengerti, hyung ingin aku mandiri dan dewasa" Hoon tak mau ambil pusing, dia merasa sangat letih. Dengan segera Hoon masuk ke dalam selimut, dia ingin segera terlelap.
Hallo semua, salam kenal, terimakasih sudah membaca, mohon bantuannya, tinggalkan review bintang lima, komentar dan supportnya untuk saya.. saya menunggu itu semua!
Hoon yang memulai kehidupan di Indonesia, Glen yang menjalani pernikahan dan sedang menikmati trip liburan di Eropa, inj masi awal cerita- selamat membaca