Risa menaruh dua piring pasta dengan saus putih di atasnya, dia sengaja menghidangkan spageti seafood di meja.
"Kau tak ingin bangun dan sarapan?" tanya Risa mendapati Hoon masih enggan beranjak dari kasur. Hoon akhirnya bangkit dan membasuh wajah. Dia menarik kursi kayu yang senada dengan meja, meja makan dengan bentuk kotak menyatu pada lemari kecil, dua kursi saling berhadapan sangat serasi untuk pasangan baru menikah. Tapi daripada seperti pasangan, Eisa dan Hoon terlihat seperti pelayan dan tuan muda nya.
"Apa ini?" tanya Hoon mendapati pasta pada sarapan paginya.
"Spageti" jawab Risa singkat, dia segera melahap bahiannya dengan semangat.
Hoon ragu menyendok, dia mengambil sedikit dengan ujung garpu dan menyuap pada mulutnya.
"Hah! pedaaas… pedaass.." dengan kewalahan Hoon mencari gelas minumannya, tingkah Hoon yang kepedasan membuat Risa bingung. Dia menyodorkan botol air mineral, Hoon menegak dengan cepat.
"Ini tidak pedas sama sekali, aku hanya memotong tiga warna paprika untuk tampilannya!" ujar Risa sedikit ketus, dia bahkan tak bisa merasakan dari bagian mana rasa pedas bisa muncul di menu makan pagi mereka.
"Itu pedas tau!" ketus Hoon menjulurkan lidahnya yang merah, bibirnya mendadak menebal dan tak kalah merah. "Aku bahkan tak bisa memakan tangkai cabe!" kesal Hoon mencoba menghapus air matanya. Risa semakin tak percaya. Sabarr sabaarr batin Risa berbisik seolah meminta gadis itu untuk tersenyum dan mengiyakan saja kalimat Hoon.
"Aku tidak mau makan ini!" tunjuk Hoon pada piring nya, sudut mata Risa melirik tajam, tapi dia berusaha tak meluapkan emosi yang kian mendesak seakan meledak di hatinya.
"Kau mau makan apa?" tanya Risa lembut, dia mencoba selembut mungkin pada Hoon.
"Buatkan aku sereal dan susu!" perintah Hoon membuat Risa bangkit dari kursinya, dia mencari kotak sereal jagung dan susu full cream. Risa meraih mangkok kosong, dan segera menuangkan sereal.
"Dasar bayi setan!" gusar Risa terus menumpahkan sereal ke dalam mangkuk. Dia menatap Hoon dengan kilatan api di bola mata, tingkah Hoon membuat kesabaran Risa menipis.
"Hey, aku tak bisa menghabiskan semua itu!" tunjuk Hoon. Risa mengerti arah telunjuk itu, dia beralih pada mangkuk sereal di depannya, mangkuk sudah tak bisa menampung lagi, banyak sereal yang tumpah dan mengotori meja dapur. Risa menghela nafas berat, dia harus menambah daftar pekerjaan di minggu pagi. Kenapa semua ini membuatnya lemas.
"Kenapa kau mengirimkan dia padaku, sayang?" gumam Risa terduduk lemas di balik meja dapur. "Bisakah aku saja yang menyusulmu kesana?" tanya Risa berbisik sendiri.
"Kau kenapa?" Kepala Hoon tiba-tiba sudah mendongak di atas kepala Risa, pemuda itu sedang menuangkan susu, dan menyingkirkan sereal supaya tak terlalu penuh di mangkuknya. Hoon menuang sereal dengan santai ke keranjang sampah. Risa membuka mulut tak percaya.
"Kau membuang makanan!" kesal Risa.
"Kau yang membuangnya!" balas Hoon. Risa berdecak tak bisa membalas kalimat Hoon, dia ada benarnya juga. Hoon menumpahkan susu dan mulai kembali ke meja makan dengan menu sarapannya. Wajah polos tanpa dosa Hoon membuat Risa kian geram.
"Kau mengirim dia untuk menguji emosi ku ya?" tanya Risa berharap bisa mendengar jawaban dari bos Glen. Tapi yang ada malah terdengar suara sluurp.. sluurp dari mulut monyong Hoon yang lahap menyeruput mangkuk sarapannya.
***
Eun menyambut kedatangan Kim couple dan mengukir senyuman, dengan menyibakkan rambut Eun menyambar pipi temannya itu.
"Kau cantik sekali" puji nyonya Kim melihat sahabatnya. Eun tersenyum bangga, tentu saja, bahkan miss Korea pun bisa menyingkir jika dia ikut serta, hanya saja itu tidak mungkin.
"Bagaimana, kau sudah lihat hall nya?" tanya Kim dengan wajah berbinar, Eun menggeleng. "Aku memantau hanya lewat ponsel, jawab Eun.
Kim ikut melihat layar ponsel Eun, layar itu tersambung dengan dekorasi di ruang yang sudah di dekor sedemikian rupa, bergaya ballroom kerajaan tempo dulu. Lantai dansa, renda, benda-benda bersejarah dengan sentuhan seni tinggi. Eun menginginkan pesta pernikahan bergaya kerajaan mewah Eropa, terkhususnya Prancis. Eun mengagumi kisah Marie antonitte. Seorang wanita yang bergaya hidup mewah dan egois, tak jauh beda dari kepribadian Eun.
"Aku ingin lihat gaun mu sayang" pinta Eun dengan wajah penasaran, "Ah, aku menambahkan beberapa tear drop dan swarovski di bagian bawahnya" Kim membuka mulutnya dan semakin takjub, dia penasaran wedding dress seperti apa yang dipersiapkan nona Jung Eun, dia tak mungkin memilih sesuatu yang biasa.
"Aku sudah mempersiapkan banyak dress, kau silahkan memilih" ujar Eun menunjuk satu ruangan yang penuh dengan gantungan dress memukau, beberapa pekerja masih sibuk menyelesaikan tambahan finish pada gaun yang mereka kerjakan.
Sesuai konsep yang dipilih, Eun ingin pestanya seperti kerajaan Eropa di masa lalu, dia bahkan mempersiapkan gaun spesial untuk kolega dekat dan karibnya. Kim menuju ruangan berukuran luas dengan kaca di sekeliling, komplit kamar kamar berhordeng satin mengkilap berwarna pink.
Perlahan Kim menelusuri satu persatu barisan gaun yang tertata rapi yang menggantung di dalam lemari kaca.
"Penampilan keluarga Kerajaan Inggris dari dulu selalu mencuri perhatian. Ratu Elizabeth II yang gemar mengenakan warna-warna terang" Kim membaca deskripsi pada sisi lemari kaca, dia manggut-manggut mencoba menelaah "itulah mengapa isi lemari kaca ini terlihat memikat mata" ujarnya kemudian sambil meminta pelayan membuka, dia ingin menyentuh gaun-gaun di dalam sana, warna turqouise sangat menarik hanya saja tidak cocok jika digunakan menjadi gaun malam di pesta Jung. Kim berpikir sekali lagi.
Kim menuju lemari kedua, dia melihat potongan yang berbeda kali ini.
"era Tudor dibawah pimpinan Raja Henry VII. Pakaian yang dikenakan oleh laki-laki dan perempuan di zaman ini telah diatur oleh hukum. Hanya orang-orang dari kalangan tertentu dan memiliki kuasa yang bisa mengenakan pakaian bagus." Kim melongo membaca deskripsi kedua, dia memicingkan mata, "Seharusnya aku mengenakan pakaian paling bagus pada era ini!" ujarnya tak percaya pada deskripsi yang diskriminatif pada masa lalu.
"Apa kau tertarik dengan gaun Tudor?" Suara Jung mengejutkan Kim, dia segera menoleh dan mendapati Eun yang melipat tangan di dada, blazer dengan rajut berwarna tanah menempel pada pundaknya.
"Semua perempuan dari era Tudor mengenakan kain linen, terlepas dari status atau kastanya karena kain itu bisa dicuci dan digunakan setiap hari. Para perempuan dari kalangan bangsawan menunjukkan status mereka melalui siluet busana yang mencolok dengan lapisan luar kain yang dibordir indah." sekarang giliran Jung yang ikut menjelaskan, Kim mengangguk mengerti, "Ah, jadi hanya model nya saja yang membedakan, pantas terlihat warna dan bahan yang hampir sama" Eun setuju
"Kau bisa menambahkan bordir indah berikut beading berkilau di area sini.." Eun menarik ujung gaun yang memiliki belahan tinggi. Kim menggeleng tak terlalu tertarik.
"Sepertinya saat berdansa akan membuat gerakanku lambat" jelas Kim, dia masih belum menemukan gaun mana yang akan dia kenakan.
Jung mencari di dalam lemari kaca selanjutnya, dia meminta pelayan mengeluarkan satu dress.
"Pada 1580, Elizabeth I mempopulerkan Drum atau French farthingale. Busana ini berupa dress panjang yang menggunakan kain hingga 3 meter di bagian bawahnya agar terlihat mengembang. Sedangkan di bagian torsonya dibuat lebih ketat dan menampilkan lekuk tubuh." Kim jelas takjub dengan gaun yang membutuhkan tiga orang untuk memajangnya pada patung.
"Wah sungguh seperti putri negeri dongeng" decak kagum Kim terus terucap. Gaun ini sangat cocok dengan konsep pesta Jung, hanya saja Kim sedikit berpikir.
"Gaun ini sangat cantik dan klasik, siapapun yang memakainya dia bisa seperti cinderella, apa kau tak khawatir akan tersaingi?" ucap Kim dengan wajah pura-pura cemas, dia menginginkan gaun ini. Jung Eun tertawa sinis.
"Aku penasaran siapa yang akan menjadi pesaingku" balas Eun tak begitu ambil pusing.
*Risa dan Eun pribadi yang bertolak belakang, kepribadian mereka membuat daya tarik tersendiri, penasaran kisah mereka? beri dukungan untukku yah! terimakasih, selamat membaca.. semuanya.