Baru saja bos Glen menarik tali kimono Risa ponselnya berdering. Dering pertama berusaha diabaikan, bos Glen masih ingin melepaskan pakaian kekasihnya, ponsel berdering lagi. Risa ikut menoleh. Bos Glen masih tak ingin peduli, dia hanya peduli pada wanita di bawah tubuhnya, wajah ini sungguh menggairahkan. Ponsel masih terus berdering hingga bos Glen harus menjeda kegiatannya dan mengangkat panggilan.
"Hallo!"
"Yamaseo, Hoon!" suara bos Glen tiba-tiba berubah. Risa bangkit dari posisinya, dia ikut menyimak obrolan bos Glen di telepon. Meski Risa tak mengerti dengan bahasa yang diucapkan bos Glen tapi sepertinya pembicaraan itu bukan hal yang menyenangkan.
"Ada apa Hoon, sesuatu terjadi?" bos Glen sedikit berteriak dengan bahasanya, Risa jelas tak mengerti.
"Hoon, katakan ada apa!!" raut tegang di wajah bos Glen membuat Risa cemas. Pria itu segera menyeka dahinya dengan kasar, dia terduduk lemas di sisi kasur, bos Glen bahkan tak bisa melanjutkan percakapan di ponsel. Risa segera beranjak dari kasur, dia menghampiri bos Glen, dengan wajah cemas Risa mencoba menenangkan bos Glen.
"Sayang.." bisik Risa seolah merasakan gejolak di diri bos Glen, pria itu menangis hingga bahunya berguncang, dia bahkan tak bisa bicara, bibirnya terus saja gemetar. Risa tak tahan melihat wajah putus asa bos Glen, dia memeluk erat pundak kekasihnya, Risa mencoba menenangkan bos Glen dengan sebisanya.
"Sayang.."
"Huhuhu...hiks" bos Glen terus menangis hingga termehek-mehek, Risa bisa merasakan kesedihan yang luar biasa. Meski tak mengerti ada apa tapi Risa seolah paham kesedihan bos Glen. Dia berusaha semampunya menenangkan bos Glen.
Bos Glen menangis kian jadi, sulit untuk mereda, dia merasa begitu kehilangan. Dia tak bisa percaya orang yang selama ini merawat dan membesarkannya dengan baik, memperlakukan dia seperti anak kandung, pergi begitu cepat.
"Papa sudah meninggal.." Risa kian erat mendekap bos Glen, dia seakan bisa merasakan rasa kehilangan yang dalam, rasa sedih yang menyakitkan. Kehilangan orang yang disayang, walau belum pernah, Risa bisa merasakan kehilangan begitu besar untuk kekasihnya. Risa hanya bisa mengelus lembut punggung bos Glen, membiarkan kekasihnya menangis. Risa menggenggam tangan bos Glen yang lemah, betapa dia sangat sedih akan kehilangan papanya, batin Risa cemas.
***
Risa membantu bos Glen mengemas kopernya sementara pria itu masih terduduk lunglai dengan tatapan mata kosong. Wajahnya pucat seperti tanpa aliran darah, bos Glen terlihat murung. Sesekali jarinya menyeka air mata yang tiba-tiba menetes. Risa menoleh sesaat dan mengukir wajah cemas, bos Glen sangat kehilangan. Rasa cinta bos Glen pada papanya begitu tulus, Risa bisa melihat semua itu dari wajah sendu kekasihnya, semangat dan wajah cerianya pagi tadi tak tersisa sama sekali.
Risa menyisipkan paspor, dompet dan ponsel di tas kecil bos Glen, dengan hati-hati Risa memasangkan di bahu kekasihnya.
"Sayang.." Risa menggenggam telapak tangan bos Glen, memberikan senyuman, berusaha menguatkan kekasihnya yang seketika berubah rapuh.
"Sayang, jemputan mu segera tiba. Kamu harus kuat ya!" pinta Risa lalu memberikan pelukan hangat. Bos Glen menangis lagi, kulit wajahnya berubah merah, matanya bahkan sudah membengkak membuat semakin sipit. Risa mencoba menahan gejolak di dadanya, dia tidak ingin egois. Bos Glen akan pulang ke Korea untuk beberapa waktu, Risa akan kehilangan walau mungkin sesaat tapi gadis itu berusaha tegar, dia mencoba mengukir senyum lagi dan lagi. Bos Glen akan kembali ke sisinya, begitulah doa Risa. Dia melepas kepergian bos Glen dengan senyuman, bos Glen harus kembali dan ikut upacara pemakaman keluarga, Risa sangat mengerti itu.
Bos Glen tak meninggalkan sepatah katapun, melainkan bayangan lesu dan tatapan sendu. Dengan langkah lemas bos Glen memasuki mobil jemputannya, sebuah pesawat jet pribadi sudah dipersiapkan, seseorang bernama Jung Hoon mengatur semuanya.
Risa melambaikan tangan. Menarik paksa senyuman di bibir, dia mengantar kepergian bos Glen dengan tegar, setegar mungkin. Belum lima menit perjalanan, Risa menjatuhkan tubuhnya, berjongkok di jalanan. Kini tubuhnya pun ikut melemas tanpa tenaga, sesuatu terasa hampa. Kepergian bos Glen membuat Risa khawatir, gadis itu menangis. Air matanya tumpah juga, sudah sekuat tenaga dia menahan sendunya, akhirnya pecah juga. Risa menangis semakin jadi. Sesuatu terasa berat. Berat dan menakutkan, Risa merasa kepergian bos Glen begitu membuatnya sedih.
***
Risa kembali ke kamar mess nya. Dia menjatuhkan diri, tengkurap di ranjang. Kepergian bos Glen membuat Risa hilang semangat.
Ponsel Risa berbunyi, dia mendapati panggilan masuk dari mamanya.
"Hallo mah"
"Risa, apa ada sesuatu? kenapa tak jawab panggilan mama? mama dan papa sudah rapi sejak tadi!" Risa menarik nafas berat. Dia sudah berjanji akan menjemput orang tuanya. Memperkenalkan dengan kekasihnya yang sempurna. Memberi hadiah impian mereka, tapi semua gagal. Risa menghela nafas panjang.
"Maaf ma, Risa tidak jadi jemput mama, minggu depan Risa pulang ya ma" Suara lemah Risa tentu membuat mama dan papa nya semakin cemas.
"Ada apa nak?" tanya mama dengan suara bergetar. Naluri seorang ibu.
"Ada pekerjaan mendesak ma. Mama jangan cemas, Risa akan pulang minggu depan ya!" balas Risa dan langsung mematikan sambungan telepon mereka.
Risa kecewa karena rencana indah mereka gagal. Meski begitu dia harus berbesar hati karena alasan semua ini adalah takdir, bos Glen harus pulang dan ikut upacara pemakaman, itu lebih baik. Risa mencoba menenangkan diri. Dia melirik secarik kertas note biru muda yang ditinggalkan bos Glen. Walau tanpa kata bos Glen menulis nomor ponselnya dengan tangan bergetar. Risa tersenyum getir.
"Aku akan menelponmu, sayang" bisik Risa lalu mengecup dengan penuh perasaan kertas di tangannya. Dia segera menyimpan nomor internasional itu. Kilau dari jarinya mengganggu pandangan Risa. Cincin yang baru saja diselipkan di jarinya.
"Lamaran yang indah" gumam Risa terus menatap lekat cincin mahal di jarinya.
"Lekas kembali, aku akan sangat merindukan mu" bisik Risa dengan airmata mengalir di sudut matanya.
Jatuh cinta itu memberikan sejuta harapan indah. Mencintai pria yang memperlakukan kita dengan baik seperti sebuah anugrah. Risa merasakan betul indahnya jatuh cinta dan memiliki harapan di luar jangkauannya. Bagi Risa kedatangan bos Glen dalam hidupnya adalah sebuah takdir baik. Risa tak mungkin bisa melupakan semua itu. Cinta pertama, pria hampir sempurna, penuh kejutan, sejuta kebaikan, dan.. malam pertama. Serba pertama sudah Risa berikan pada bos Glen, pria malaikatnya.
Cinta, membuat Risa jatuh cinta begitu dalam. Pemberian, membuat Risa merasa begitu berharga. Perlakuan baik membuat Risa menjadi manusia biasa yang beruntung. Bos Glen, seperti wujud mimpi yang jadi nyata, tak terbayangkan sebelumnya tapi ternyata pangeran dengan semua kebaikannya datang ke dalam kehidupan Risa yang biasa saja. Risa tak mungkin bisa melepaskannya
"Aku sudah merindukanmu.." Risa menghela nafas berat dan menghapus airmata