Chapter 17 - Bab 17

"Tammy..." ucap Yafizan pelan. "Kenapa kau ada di sini?" tanyanya kemudian.

"Babe, kenapa kau menanyakan hal itu? Biasanya kau tak pernah menanyakan untuk apa aku di sini. Bahkan kau biasanya senang jika aku selalu di dekatmu. Ya...walaupun kau terkadang mengabaikanku," ucap Tamara manja. "Oh ya, apa kalian hendak pergi? Kalau begitu aku ikut ya?" ujar Tamara yang besikeras ingin mengikuti ke manapun Yafizan pergi.

"Kami akan ke luar kota ada pertemuan dengan klien penting. Nona Tamara harap mengerti dan ke depannya tolong buat janji terlebih dahulu bila ingin bertemu Bos Yafi," terang Rona menjelaskan namun hal itu tidak mengurungkan niat Tamara mengikuti mereka.

"Ke mana kalian pergi, aku tetap akan mengikuti. Rona kau ini terlalu formal bicara seperti itu. Beib, kumohon ajak aku bersamamu..." Tamara memohon dengan wajah memelas, tangannya terus bergelayut manja di tangan Yafizan.

"Tapi..." Rona menghentikan ucapannya ketika Yafizan mengangkat tangannya tanda menghentikan debatannya dengan Tamara dengan artian dia menyetujui jika Tamara ikut bersamanya ke luar kota. Rona tak bisa membantah.

Mereka melangkah pergi bersama menuju lobby , menunggu mobil yang akan mengantar mereka ke luar kota. Sebelumnya mereka menjadi pusat perhatian karena Tamara kembali dan tak melepaskan gandengan tangannya pada lengan Yafizan. Mr.Govind sempat berpapasan dengan mereka lalu memberi hormat. Dia pun melontarkan pertanyaan singkat yang membuat Yafizan salah tingkah untuk bicara.

"Bagaimana kabar Soully? Apa dia baik-baik saja?"

Pertanyaan sederhana namun sulit untuk dijawab. Rona memperhatikan ekspresi tuannya itu. Lalu dijawabnya dengan segera.

"Soully sekarang baik-baik saja. Maaf untuk ketidakhadirannya dalam bekerja sehingga membuat manajemen Mr. Govind jadi terganggu dan pekerjaannya pun jadi terhambat. Segera Soully akan bekerja kembali saat kesehatannya sudah pulih seutuhnya," jawab Rona menjelaskan namun segera disanggah oleh Mr. Govind kalau itu tidak masalah baginya, yang terpenting Soully sehat dan kembali bekerja dengan semangat, sama seperti dia melihatnya pertama kali.

Yafizan hanya terdiam, Mr. Govind pun pamit. Segera dia melangkahkan kakinya masuk menuju mobil yang sudah menunggunya di depan lobby. Tamara mengikuti lalu duduk di sebelah Yafizan.

Ada raut-raut kekahwatiran yang terlihat jelas dalam ekspresi Yafizan, sejenak ia memikirkan pertanyaan yang Mr. Govind lontarkan tiba-tiba membuatnya benar-benar ingin menanyakan bagaimana Soully saat ini. Terlintas difikirannya. Apa yang Soully lakukan? Apa dia baik-baik saja tinggal di mansion yang besar itu sendirian bahkan itu jauh dari keramaian kota?

"Baby, apa kau baik-baik saja? Apa yang kau fikirkan?" tanya Tamara membuyarkan lamunannya.

"Aku baik-baik saja," jawab Yafizan datar.

***

Hari sudah menjelang sore ketika matahari sudah mulai meredupkan cahayanya. Soully terbangun dari tidurnya saat ia tenggelam dari lamunannya di bawah pohon yang rindang di pinggir danau itu. Ketika dia mengumpulkan penuh kesadarannya, diapun bergegas pulang,merasa takut saat Yafizan pulang nanti dia tak ada di mansionnya.

Cukup lama Soully berjalan. Dengan nafas yang tersenggal-senggal karena ia sedikit berlari agar segera sampai ke mansion. Soully tiba  lalu dengan cepat dia mendorong pintu gerbang yang tinggi menjulang itu, namun tak sedikitpun celah tanda-tanda pintu terbuka. Dia melihat tombol pembuka kunci pintu yang menempel pada pintu gerbang. "Bodoh" gumamnya saat itu sambil meremas rambut kepalanya, Soully merasa frustasi.

Soully menyadari pintu itu sampai kapanpun takkan terbuka jika bukan dia sendiri yang membukanya.

Soully melupakan hal yang penting yaitu menanyakan apa password untuk membuka kuncinya.

Dengan cukup frustasi dia mencoba menekan tombol kunci agar terbuka secara acak. Namun, jawaban pada mesin itu tetap memberitahu bahwa pin yang ia masukkan salah.

"Bagaimana ini?" Soully bingung sendiri.

Dia terus berjalan mondar mandir depan pintu gerbang.

Hari sudah terlalu sore menjelang petang. Dia menunggu dan selalu ditengoknya kanan kiri menunggu Yafizan dan Rona segera datang. Seharusnya mereka sudah sampai apalagi ini sudah melebihi dari jam pulang kantor. Dan seharusnya mereka segera tiba mengingat jarak dari kantor ke mansion ini memanglah cukup jauh.

Soully semakin frustasi karena tak ada sesuatu ataupun orang yang bisa ia mintai pertolongan, karena kawasan itu begitu sepi. Dia juga tak bisa menghubungi siapapun karena ia tak punya telepon genggam saat ini. Terlebih sekarang perutnya tak bisa diajak berkompromi lagi, mengingat hanya sarapan pagi saja saat ia mengisi penuh perutnya. Sambil memegang perutnya, Soully terduduk di bawah depan pintu gerbang. Dengan bertumpu pada kedua lututnya ia melipat kedua tangannya lalu menyandarkan kepalanya di atas lutut.

Dia memperhatikan sekeliling mansion itu, ingin ia panjat saja pintu gerbang itu, namun kondisi tubuhnya yang memang tak terlalu tinggi dan ia sadar di atas gerbang itu di pasang alat yang apabila menyentuhnya orang itu akan tersetrum, membuat ia mengurungkan niatnya. Mungkin hanya keajaiban yang Soully harapkan saat ini.

Matahari mulai tenggelam. Kini langit yang tadinya masih menampakkan warna biru muda kini berubah menjadi biru gelap. Udara menjadi semakin dingin mengingat mansion itu terletak di kawasan yang masih rindang akan pepohonan serta tumbuhan.

"Tuan mesum...Mr.Arogant...Kak Rona...kenapa kalian belum pulang? Aku lapar...dan ini dingin..." ucap Soully dalam isaknya pelan.

***

Yafizan mengakhiri pertemuannya dengan Mrs.Nichole. Pertemuan itu semakin lama karena Tamara yang mengikuti Yafizan ikut serta dalam pertemuan itu, menyebabkan Mrs.Nichole semakin menjadi-jadi, saling sindir dan bersaing hanya untuk merebut perhatian Yafizan saja.

Sebenarnya urusan bisnisnya bisa selesai dalam beberapa menit. Namun Mrs.Nichole adalah perempuan paruh baya yang hanya ingin mencuri waktu agar bisa berlama-lama berbincang dengan Yafizan. Sehingga urusan beberapa menit itu bisa menjadi beberapa jam.

Perbincangan mereka terasa membosankan, seperti terintimidasi oleh Tamara hingga akhirnya Mrs.Nichole menyerah dan pamit pulang.

Rona dan Yafizan mengantarkan Mrs.Nichole ke depan lobby hotel tempat mereka mengadakan meeting. Dengan sikap membungkukkan setengah badannya mereka memberi hormat ketika Mrs.Nichole pergi.

.

.

.

"Bos, aku sudah mencoba berkali-kali menelepon ke mansion tapi Soully tidak mengangkatnya." Rona memberi laporan perihal Soully yang tak bisa dihubungi.

"Terus hubungi saja lagi, perempuan itu pasti sengaja tidak mengangkatnya karena saat ini dia sedang menikmati kebebasannya di mansion yang mewah itu."

"Tapi...apa kau memang sudah memberikan semua fasilitas yang akan dia nikmati saat dia tinggal sendirian di sana? Seharusnya sebagai suami kau akan memfasilitasi istrimu dengan semua kebutuhannya dan apa yang dia perlukan. Lebih tepatnya kau menafkahinya " kata Rona membuat Yafizan mengerutkan keningnya.

Rona semakin jengah dibuatnya. "Ya, seperti uang misalnya, atau ponsel baru karena kau membuangnya secara serampangan waktu itu. Uang untuk segala yang dia perlukan apalagi seperti saat ini kita pergi meninggalkannya," jelas Rona lagi membuat Yafizan terdiam.

"Jangan bilang kau tak memberinya apapun saat meninggalkannya tadi pagi?" tebak Rona mulai mencium aroma yang tidak beres.

Kediaman Yafizan membuat Rona tahu bahwa saat ini hal yang tidak diinginkan sedang terjadi. "Oh ya ampun...kau benar-benar..." Rona menepuk dahinya mengusap wajahnya lalu dengan cemas dia berusaha menghubungi telepon yang ada di mansion.

"Apa sebaiknya kita berteleportasi saja sekarang?" tanya Rona.

"Jangan konyol. Sudah lupakan saja. Perempuan itu tak selemah apa yang kita bayangkan," sanggah Yafizan yang sebenarnya ia pun merasa cemas.

Tamara menyimak semua percakapan itu. Melihat raut wajah Yafizan membuat dirinya tak senang. Akal licik pun menghantui fikirannya. Dia sengaja mengulur-ngulur waktu agar Yafizan tetap bersamanya malam ini.

Tamara menarik tangan Yafizan yang tanpa penolakan. Fikirannya tak tahu arah ke mana ia harus tujukan. Di sisi lain, ia merasa senang karena Tamara bersamanya saat ini, namun hati kecilnya tetap memikirkan Soully yang ditinggalkannya jauh sekarang. Tiba-tiba ia mengingat ucapan yang Erick amanatkan padanya kemarin. Bagaimana mungkin ia melupakan sesuatu yang sangat penting, yaitu uang dan persediaan makanan yang cukup. Dia sadar bangsanya dan bangsa manusia biasa seperti Soully takkan bertahan oleh dua hal itu.

Rona begitu cemas, berkali-kali ia menelepon tetap tidak ada yang menjawab. Ia mulai khawatir jika sesuatu terjadi pada Soully, terlebih diapun mengingat ucapan Erick yang memperingatinya. Rona pun merasa kesal karena Yafizan sebagai suami Soully lebih memilih menghabiskan waktunya bersama kekasih masa lalunya. Sungguh tuannya sangat bodoh, dia masih bisa menipu dirinya sendiri padahal sebenarnya dia pun sangat mencemaskan istri yang baru dinikahinya itu.

Sempat terlintas ia bertekad saja untuk berteleportasi hanya sekedar memberitahu atau mengecek keadaan Soully. Namun, diurungkannya mengingat saat ini mereka sudah check in kamar di hotel ini, dan itu akan membuat orang-orang curiga dan aneh pada mereka. Terlebih ada Tamara di antara mereka.

***

Dering telepon masih terdengar samar sampai keluar mansion. Di depan gerbang Soully masih terduduk di bawah bertumpu pada kedua lututnya. Wajahnya mulai memucat karena hawa dingin mulai melingkupi tubuhnya yang hanya memakai kaos pendek dan celana panjang santainya. Soully terus mempererat pelukannya sendiri karena hawa malam yang semakin dingin.

Suara gemuruh mulai menggema, sepertinya cuaca saat ini sungguh tidak bersahabat.

Rona menghampiri bosnya yang sedang menikmati segelas minuman berwarna keemasan yang ditenggaknya hingga tandas sekaligus. Rona berfikir untuk segera mengajak bosnya itu pulang mengingat sudah puluhan kali ia mencoba menelepon Soully tapi tak ada yang mengangkatnya.

"Maaf Bos, sebaiknya kita pulang sekarang. Aku sungguh mencemaskan keadaan Soully. Aku takut terjadi apa-apa padanya..." cemas Rona seraya menarik lengan bosnya itu.

Namun badannya tak bergerak sedikitpun. Yafizan tertawa karena ia sengaja membuat Rona tak bisa menggerakkan tubuhnya. Dengan jentikkan jarinya apapun yang dia inginkan harus sesuai keinginannya.

"Bos, apa yang kau lakukan? Jangan bercanda! Ini sungguh kelewatan!" ujar Rona kesal karena Yafizan menggunakan kekuatannya hanya untuk menjahilinya.

Tamara yang baru kembali dari toilet melanjutkan kegiatannya bersama Yafizan. Yafizan yang saat ini sudah di bawah kendali minuman mulai tak terkendali. Apalagi diam-diam Tamara dengan sengaja menyuruh seseorang menaruh obat dalam minuman Yafizan.

"Kau kenapa, Ron?" tanya Tamara terheran melihat Rona yang hanya berdiri mematung. Dia menolehkan pandangannya kepada Yafizan lalu menaikkan kedua bahunya tanda tak mengerti. Yafizan terkekeh geli, obat itu mulai meresapi syaraf-syaraf yang ada di tubuhnya dengan reaksi cepat. Dia mengedipkan matanya melepaskan kejahilannya pada Rona.

"Tammy...dia mengajak kita segera pulang..." ucap Yafizan dengan nada yang hampir tak sadarkan diri. "Rona...ayo kita pulang...gadis kecil itu pasti sedang menunggu kita...ayo!" sambungnya mulai membual dan hampir jatuh saat berdiri. Rona dengan sigap menahannya. "Aku baik-baik saja...baik-baik saja...hehehe..."

"Baby, kita sebaiknya istirahat. Malam hampir larut kita pulang besok saja," ajak Tamara memapah Yafizan menuju ke kamar yang sudah sengaja dia booking untuk melancarkan aksinya.

"Tidak, kita akan pulang sekarang, Nona." Rona bersikeras.

"Tammy...oh...Tammy...kenapa kau meninggalkanku dan membuatku menderita karena terus memikirkanmu, hah? Dan kau...muncul tiba-tiba di saat aku sudah memilih pasangan hidupku dan memulai kehidupan baru!" Yafizan mulai meracau lagi. "Kau tahu, karenamu aku terpaksa menikahi perempuan yang tak pernah kufikirkan untuk jadi istriku sebelumnya...aku sengaja menikahinya hanya untuk memancingmu keluar dari tempat persembunyianmu dan itu berhasil...hahaha."

"Bos sudah Bos..." Rona berusaha menghentikan ucapan Yafizan yang sudah mulai kacau. Tentu saja omongannya itu malah membuat Tamara semakin ingin menjeratnya lebih jauh.

Tamara menyadari Rona berusaha untuk menghalangi usahanya mendekati Yafizan. Diam-diam dia mengeluarkan sesuatu dibalik tangannya, sebuah suntikkan kecil ia tusukkan pada leher Rona. Lalu membuat Rona terkapar tak sadarkan diri. Tamara melontarkan senyuman licik lalu membawa Yafizan ke kamarnya.

***

Bersambung...

Ayo, jangan lupa tekan Like, Comment dan Vote yaa 😘