Hanya memimpikan suara saja
Hawai memanglah tempat yang cocok untuk bersenang-senang. Selain alunan musik yang mampu membangkitkan semangat hati, Tarian-tariannya juga mampu mempesona mata.
"Huh," Aria, Wanita cantik dengan rambut lurus dan panjang yang diurai, menghela nafas lega karena ia telah sampai ke benua Amerika. Dia memang sengaja pergi ke sana karena ingin membebaskan diri dari penderitaan yang tiba-tiba datang menyakiti.
Hari itu, dia benar-benar berniat untuk tidak peduli lagi dengan keadaan Arkas. Jika terjadi sesuatu pada laki-laki tersebut, dia juga tidak perlu bersusah payah datang menghampirinya karena kini dia telah berada jauh di seberang benua.
Saat ini, Wanita itu terlihat terbaring di atas kursi panjang dengan mengenakan kacamata hitam di bawah kembangan Payung yang menghalangi terik matahari memancar mengenai wajah cantiknya. Lekukan tubuhnya tampak begitu seksi dan tubuhnya juga lumayan tinggi. kulitnya halus dan juga putih, bulu mata yang lentik serta bola mata berwarna hitam kecoklat-coklatan juga tak kalah menambah kesempurnaan bentuk fisik dari wanita tersebut.
Aria, dia telah berencana untuk menetap di Hawai sampai pernikahannya dengan Suan dilangsungkan dan tidak akan lagi mempedulikan jika rasa sakit itu tiba-tiba muncul kembali. Terlebih lagi ketika ia mengingat ucapan serta perlakuan kasar Arkas kepadanya, hal itu semakin membuat wanita itu enggan untuk memikirkan laki-laki tersebut lagi atau bahkan hanya sekedar untuk menyebut namanya saat itu.
Sepertinya, Aria memang ingin mengetahui bagaimana keadaannya nanti jika ia membiarkan kesialan Arkas begitu saja.
Tunggg tereenggg.. teeerennggg...
Lembutnya suara alunan musik ditambah dengan suara terjangan ombak laut, menenangkan jiwa.
Dengan memejamkan mata, ia merasakan sepoi-sepoi angin berhembus menerpa tubuh dan menyejukan hati yang tadinya kalut serta penuh dengan kekacauan.
Bagaimana tidak?
Berniat menolong, malah dihina.
Belum lagi memikirkan Sekretaris Suan yang baru dan rencananya yang gagal untuk menyingkirkan wanita tersebut.
Itu semua semakin membuat wanita itu begitu emosi dan memilih untuk pergi berlibur ke Hawai.
"Akkkh Brengsek!" Maki Aria sembari memukul kursi santainya. Ia yang tidak mampu menenangkan pikiran mulai bangun dari baringannya dan duduk melepaskan kacamata..
Tetapi, Deg.. degupp..
Akkhh, deg.. degupppp.. " Sial," dia memaki, matanya bahkan mulai memerah lalu tangannya menyentuh dada.
Deggg.. degupp..degup, degup,..
"Akkkh, Akhh." Semakin terasa sakit, wanita itu kini mulai berbaring miring, menahan dada sembari memukulinya pelan berkali-kali.
"A.. aaa..aar..kas!"
Panggilnya terbatah-batah sembari memikirkan keadaan Arkas agar rasa sakitnya sedikit berkurang. "Akhh, hikss tolong!" tetapi bukannya berkurang, rasa sakit itu malah semakin menghujam hati.
Tubuhnya bergejolak panas dingin, keringat bercucuran membasahi tubuh yang mengenakan bikini pantai. Berulang kali ia menekuk tubuh yang miring agar rasa sakitnya berkurang. "Dia yang mengejar wanita, kenapa harus aku yang menderita?" Ucap Aria lirih begitu kesakitan sembari memikirkan keadaan Arkas yang menurut perasaannya akan dipukuli oleh sekumpulan laki-laki di pinggir jalanan kota. "Akkkh,, Akkkhh, sakit, akhhh hiks hiks tolong." Samar-samar di pandangan matanya terlihat begitu banyak orang mulai datang dan berkumpul mengelilinginya, setelah itu, Aria memejamkan mata.
" hei, are you okay?"
"Hei,"
"Help please!"
" Anyone, Hurry up and call ambulance!"
Suara teriakan orang-orang di sekitarnya masih terdengar tetapi wanita itu tidak lagi mampu untuk membuka mata dan berakhir tak sadarkan diri.
**********
"Aku dimana?"
Ruangan itu terlihat berwarna putih tetapi tidak ada dinding sama sekali.
Aria menoleh kepala ke segala penjuru arah dan begitu kebingungan dengan tempatnya berada pada saat itu. Dia mengangkat kepala dan mencoba melihat ke atasnya, tetapi tidak menemukan atap ataupun langit di sana.
Hanya putih dan juga terlihat hampa.
"Dimana aku?" tubuh Aria mulai gemetaran, dengan segera ia melangkahkan kaki lalu menyadari sesuatu hal hingga dirinya sontak menghentikan langkah dan menundukan kepala.
"Haa.." begitu terkejutnya wanita itu ketika melihat kakinya melayang di udara dan di bawah kakinya tidak ada lantai sama sekali melainkan hanya warna putih sejauh mata memandang.
"Aku dimana?, hiks aku dimana?, hiks hiks." Rasa takut yang luar biasa menyelimuti kejiwaannya. Wanita itu segera duduk lalu melipat kaki dan memeluknya. "Hiks hiks tolong!, siapapun itu, tolonglah aku!" Pintanya menangis tersedu-sedu dengan kesendiriannya.
"Biarkan saja dia!"
Suara seorang laki-laki yang dikenali wanita itu tiba-tiba terdengar, meskipun demikian, laki-laki itu tidak muncul di tempat tersebut.
"Suan!" Panggil Aria dengan cepat berdiri lalu melangkah kaki di atas udara. "Suan, tolong aku!" Dicari lagi, terus ia cari ke segala penjuru arah tetapi tetap tidak menemukannya. "Su.."
"Tapi dia adalah Istrimu, sayang." Belum sempat ia menyelesaikan panggilan, suara wanita tiba-tiba muncul dan terdengar meskipun wujudnya tak terlihat"Siapa?" tanya Aria menoleh kepala ke sumber suara tetapi tidak menemukan siapapun di sana.
"Aku tidak mencintainya, tidak akan pernah mencintai wanita sepertinya." Deggg.. jantungnya terpompa kencang. Rasa sakit masuk menusuk ke dalam hati. Aria berhenti, ia tidak lagi berniat untuk mencari.
Perlahan-lahan air mata jatuh membasahi pipi, dia menunduk sembari mengepalkan kedua tangan dengan tetesan air mata yang jatuh melayang ke bawah. "Aku hanya mencintaimu, sayang." Suara Suan mengiang di telinga dan menyakiti gendangnya.
"Aku juga sangat mencintaimu, Suan." Suara wanita yang tak terlihat Keberadaannya tersebut semakin memperparah rasa perih di dalam hati Aria. " Setelah kau bercerai dengannya, aku akan melahirkan anakmu lalu kita akan hidup bahagia. Suan, aku menunggu saat-saat itu terjadi." Lanjutan ucapan wanita itu membuat Aria geram dan raut wajahnya berubah penuh dengan kebencian.
**********
Perlahan-lahan mata Aria terbuka, air mata masih terlihat keluar dari sana.
"Huh, hm, hiks..hiks." Ia mengangkat tangan untuk membersihkan air mata. Wanita yang terbaring telentang itu segera duduk dan tatapan menyedihkannya sontak berubah menjadi tatapan tajam, penuh kebencian.
Bahkan setelah membuka mata sekalipun ia harus di hadapkan dengan laki-laki yang baru saja ia mimpikan suaranya itu.
Laki-laki tersebut terlihat sedang berdiri menyandar dinding ruangan dengan melipat kedua tangan dan memandang tajam ke arah Aria.
"Hm," Aria mengalihkan pandangannya lalu tersenyum kecut, "jadi itu sekretaris barumu?" menahan rasa sakit dan berusaha untuk tetap tenang serta menjagaemosi.
Suan melepaskan lipatan tangan, "sudah bangun?" lalu menanyakan hal tersebut dengan begitu geram, "kau...," dia mulai mengantungi kedua tangan dan tidak lagi bersandar di dinding, "bisakah kau berhenti berpura-pura sakit dan merepotkanku terus-menerus?" lalu mengucapkan permintaan dengan nada geram yang semakin membuat suasana hati Aria semakin parah.
"Huuuhh." Aria menghela nafas lalu berdiri, sepertinya wanita itu kini sedang berada di rumah sakit, hal itu terlihat dari sebuah infus yang menggantung di tiang samping kasurnya. "Aku merepotkanmu?, kapan aku melakukannya?" Aria membentak, dia sudah tidak tahan lagi, "Aku ingat, aku tidak pernah menghubungimu lalu kenapa kau bisa ada di sini?" tanyanya memperpelan nada bicara.
Suan bergerak, mendekati sekretarisnya yang terlihat berdiri di depan pintu lalu meraih sebuah ponsel edisi terbatas dari tangan wanita itu, "di dalam ponselmu," laki-laki itu memperlihatkan kontak nomor di layar ponsel milik Aria yang ia pegang, "kenapa hanya ada Nomorku?, kau sengaja bukan, pergi ke Hawai lalu berpura-pura sakit kemudian memaksaku untuk berlibur bersamamu dengan nomorku ini. Aria, berhentilah menyusahkanku!" begitu geramnya Suan hingga ia melemparkan ponsel tersebut ke tubuh Aria dan membuat wanita itu terkejut.
Segera ia membungkuk dan meraih ponsel yang jatuh di atas lantai itu lalu tersenyum kecut karena mengingat kebodohannya yang selalu saja hanya menyimpan nomor ponsel laki-laki yang sangat ia cintai di dalam ponsel miliknya. "pergilah!" usir Aria dengan nada lemah lalu datang mendekati Sekretaris baru Suan yang berada di belakang laki-laki tersebut "aku beritahu satu hal padamu," lalu setelah mendekat, dia memegang bahu wanita itu. "Kau, hm, adalah calon perebut suami orang." Ucap Aria terang-terangan karena tidak kuat menahan rasa sakit di dalam batinnya.
Paaaaakkkk...
Tamparan keras mendarat di pipi Aria. Suan yang telah meraih lengan atas wanita itu dan membalikan tubuhnya hingga wanita tersebut menghadap ke arahnya, benar-benar menampar tunangannya.
"Sekarang kau malah menuduh orang yang tidak bersalah?" Suan membentak, ia tidak lagi tahan menghadapi sikap Aria.
Ini bukan pertama kalinya Suan memukul, karenanya Aria telah terbiasa."Aku akan mendapatkan hatimu Suan, sampai kapanpun akan kudapatkan." Lirih Aria, matanya terlihat begitu menyedihkan, "Sekalipun harus membunuh sekreatris barumu ini, hm, tidak masalah bagiku." Lanjut Aria memberikan ancaman hingga tubuh Sekretaris Suan mulai gemetaran karena takut.
Wajah putihnya yang telah pucat, kini bertambah pucat. Rambut pendek sebahu bahkan sempat diraih tangan Aria dan digenggamnya, hingga kaki wanita itu, kini menggigil teramat ketakutan.
"Kau kira bisa melakukannya?" Suara Suan kini terdengar lagi, laki-laki itu melepaskan tangan Aria dari rambut wanita yang kini telah berada di depannya.
"Terserah saja, percaya atau tidak, kau hanya cukup melihatnya." Aria tersenyum puas setelah membuat Sekretaris yang dibawa Suan ke hawai tersebut, ketakutan. "Aku pasti akan menyingkirkan selingkuhanmu ini." Kali ini ia melontarkan tuduhan yang mengejutkan suan.
"Selingkuhan kau bilang?" Suan bahkan dibuat semakin geram hingga menarik siku tangan Aria.
"Pecat dia ataupun tidak..." dengan cepat Aria menghempaskan tangan Suan."..itu pilihanmu, Suan." Lalu berbalik dan berjalan cepat menuju ke arah pintu keluar sembari menggulung rambut panjangnya.
"Aria!, kau meremehkanku." Aria bahkan tetap terus berjalan, mengabaikan ucapan Suan begitu saja dan berlalu membawa rasa perih yang menyayat hati.
*********
Ia yang bisa mengetahui masa depannya dan kesialan yang akan terjadi kepada Arkas, mulai menghela nafas berat dan tersenyum memaksa.
Sungguh, Sebenarnya hati Aria masih sangat kacau dengan kejadian di Hawai beberapa hari yang lalu. Bahkan sampai saat itu berlalupun, ia belum sempat bertemu dengan Suan kembali dan kini mulai merindukan laki-laki tersebut.
Ia yang telah kalut dalam emosi, saat ini mau tidak mau terpaksa harus menghentikan kesialan yang akan terjadi kepada Arkas, padahal laki-laki tersebut tidak menyukainya dan bahkan mungkin membencinya.
Dibandingkan dengan rasa sakit yang terus-menerus menyiksa, sepertinya bagi Aria, tidak masalah untuk berhadapan dengan laki-laki itu lagi, meskipun ia tahu hal itu tidak akan berakhir dengan baik.
"Hai." sapa Aria kepada laki-laki yang terlihat enggan memandang ke arahnya.
Benar saja apa yang dirasakan wanita itu ketika berada di Hawai. Perasaannya tidak mungkin salah atau bahkan meleset sedikitpun.
Di pandangan mata Aria, Wajah Arkas terlihat begitu menyedihkan. Ada banyak luka dan memar di sana, begitupula di bagian tubuh yang tertutupi oleh kemeja.
"Haruskah aku ikuti kemanapun dia pergi untuk memastikan keselamatannya?"
Gumam Aria pelan, wanita itu terlihat sedang berdiri di depan sebuah rumah kontrakan kecil yang begitu Kumuh karena kulit dinding yang mengelupas dan juga memiliki banyak celah-celah serta beretakan.
Di depan halaman rumah itu terdapat begitu banyak Karung beras berisikan botol-botol plastik serta besi-besi tua yang siap akan dijual.
"Pergilah!" Arkas mengusir, laki-laki itu mulai berjalan menghampiri sebuah karung yang berisi penuh dengan botol plastik di dalamnya lalu mengangkat benda itu.
Perlahan-lahan Aria bergerak mendekati "aku akan membantumu."
"Pergilah!, tidak dengar ya?" bentak keras Arkas melarang Aria mendekati.
"Huh," Aria menarik nafas sembari tertegun, menahan rasa malu dan sakit hati. "Aku hanya ingin membantu, kenapa kau selalu menolak bantuanku?" Dia bertanya sembari tetap berusaha untuk menahan emosi.
Arkas mulai berjalan kembali, menghampiri karung beras lain di sudut rumah, "tidak akan mungkin ada orang yang akan membantu jika tidak ada maksud tertentu," lanjut laki-laki yang telah mengangkat dua buah karung di atas kedua bahu. "Aku tahu, kau akan menjualku untuk melayani wanita-wanita tua, bukan?" lalu tersenyum pahit memandang Aria, dan berlalu meninggal wanita itu.
"Konyol, mana mungkin aku melakukannya." jawab cepat Aria, dia tidak ingin terjadi kesalahpahaman di antara mereka.
"Jadi apa maksudmu mendekatiku?" Arkas menghentikan langkah, lalu berbalik menghadap Aria kembali, laki-laki tersebut terlihat begitu marah.
"Aku," tidak mampu menjawab karena tidak mengerti cara menjelaskan dan membuktikan perasaan yang ia alami, "aku hanya menyukaimu saja." jawab Aria berbohong dengan tersenyum lembut tetapi terpaksa.
"Maaf, sebaiknya kau menyerah saja, aku sudah memiliki wanita lain di dalam hatiku." jawab cepat Arkas,"karena itu jadi sekarang pergilah, Aku tidak suka diganggu." Arkas kembali melangkah, langkahnya kali ini bahkan dipercepat.
"Tidak masalah bagiku, bagaimana kalau aku menjadi temanmu saja?"
"Aku tidak mau." Tolak Arkas dengan cepat semakin melebarkan langkah kaki agar Aria tidak mengikuti.
"Kenapa?" Aria berlari cepat lalu menghalangi langkah Arkas.
Melihat perilaku Aria, Sontak Arkas mengernyitkan kepala tidak suka. "Kenapa kau memaksa?" tanya balik laki-laki itu mengejutkan Aria.
"Memangnya kenapa kalau aku hanya ingin dekat denganmu?" Aria juga ikut balik bertanya.
"Huh," Arkas dengan cepat beralih langkah, menghindari Aria di depannya. "Kau kira aku bodoh, aku bahkan sangat ingat bahwa kaulah wanita yang menabrakku saat itu. Bicaralah!, Sebenarnya apa maksudmu mendekatiku?, bukankah aku telah memaafkanmu?, atau mungkin kau mau meminta biaya pengobatan atas lukaku kembali?, Ah, atau jangan-jangan kau sengaja menabrakku untuk mendekatiku?, kalau iya, siapa yang menyuruhmu untuk melakukannya?" berkali-kali Arkas mencerca Aria dengan lontaran pertanyaan, laki-laki itu bahkan telah menghentikan langkah kaki tepat di samping Aria dan menoleh kepala ke arah wanita yang berada di sampingnya tersebut.
"Aku, aku bisa melihat masa kesialanmu?, Aku tahu kau akan terluka nanti. jika aku tidak menyelamatkanmu sekarang, kau pasti akan mati tertabrak bus kota..." Deg.. degup. Rasanya sedikit pusing, Aria bahkan memijat kepala karena tiba-tiba tubuhnya terasa berat dan dia hampir saja terjatuh.
"Kalau tidak bisa menjawab maka pergilah!" teriak Arkas dari kejauhan, laki-laki itu bahkan telah menghilang dari gang rumahnya.
"Aku sudah menjawabnya." Gumam Aria kebingungan saat itu, dengan ucapan Arkas yang ia dengar.