Suara yang tak dapat didengar
"Berhentilah mengikutiku!" bentak Arkas marah sembari menghentikan langkah kakinya lalu berbalik menghadap ke arah Aria yang sedari tadi mengikuti.
Di pinggir jalanan kota yang ramai dengan hiruk pikuk kendaraan yang berlalu lalang, Aria tersenyum lembut, namun sebenarnya ia sedang memaksakan diri. "Sudah kubilang aku menyukaimu, ditolakpun tidak masalah." Aria berusaha meyakinkan laki-laki di hadapannya untuk tidak lagi marah terhadap perilakunya tersebut.
"Kau benar-benar tidak tahu malu ya?" Lagi dan lagi laki-laki tersebut menghina Aria, hal itu sedikit membuat hati wanita itu tersentak, mungkin karena hal tersebut menyakitkannya. Tetapi setelah dipikirkan ulang kembali, rasa sakit karena hinaan Arkas tidak sebanding dengan rasa sakit karena membiarkan laki-laki itu terluka. Rasa sakit itu bahkan dapat membawa mimpi buruk yang akan semakin menyiksa.
"Ah iya, benar, aku memang tidak tahu malu," wanita itu berusaha untuk menguatkan diri, ia tidak lagi membutuhkan Arkas untuk menganggapnya sebagai wanita baik-baik, karena memang Arkas tidak pernah menganggapnya begitu.Setelah terlepas dari kesialan tertabrak bus kota, kini Aria dapat mengetahui kembali bahwa Arkas akan bertemu dengan wanita yang laki-laki itu cintai dan berakhir menerima pukulan kembali dari teman-teman wanita tersebut secara beramai-ramai. Jadi mau tidak mau, ia terpaksa harus mengikuti Arkas lagi.
Konyol.
Ungkap Aria di dalam hati, menyadari bahwa laki-laki di hadapannya tersebut ternyata mengingatkan ia pada dirinya sendiri.
Dirinya yang selalu mengejar cinta Suan meskipun telah melalui penolakan berkali-kali dan bahkan kehilangan impian serta cita-cita.
Lalu pada akhirnya, ketika dia akan segera menikah, perasaan aneh itu tiba-tiba muncul dan menambah penderitaannya.
"Kalau kau memang tidak tahu malu, maka pergilah dariku!, aku semakin risih denganmu, harusnya kau tahu itu." Teriak Arkas lagi, teriakannya bahkan menggema hingga orang-orang di sekitar, memandangi mereka.
Aria tersenyum kecut, "memang tidak tahu malu jadi mau bagaimana lagi?, kalau sudah tidak tahu malu maka biarkan saja aku semakin membuatmu risih." Jawab cepat Aria, sepertinya ia tidak mau mempedulikan pengusiran Arkas terhadapnya.
Jawaban Aria membuat Arkas semakin geram, bahkan saking geramnya, gertakan gigi-gigi laki itu terlihat jelas dari mulut yang sedikit terbuka.
Tidak ingin lagi melihat wajah Aria, Arkas segera berbalik dan melanjutkan langkah tetapi wanita itu tetap mengikuti langkahnya.
"Mau sampai kapan kau mengikutiku?" Arkas begitu emosi, ia bahkan berbalik kembali karena begitu kesal dengan tingkah Aria yang terlihat sedang menggenggam erat kedua tangannya ke belakang tubuh karena menahan rasa malu.
"Sampai kau selamat." Jawab gadis itu lelah dengan pelarangan Arkas.
"Kau bilang apa?" tanya Arkas terlihat tidak mengerti, laki-laki itu bahkan sampai mengernyitkan dahi.
"Sampai kau selamat." Aria mengulangi jawabannya, dia bahkan turut bingung karena melihat raut wajah kebingungan dari Arkas.
Arkas tidak tahan lagi, ia menjatuhkan karung-karung dari bahunya. "Kau kira aku sedang bercanda?" laki-laki itu berteriak teramat keras, hingga semua orang-orang di sana menyangka bahwa mereka saat itu sedang bertengkar sebagai pasangan kekasih.
"Memangnya aku salah ya mengatakannya?" tanya Aria masih merasa aneh memandang Arkas, matanya bahkan berkaca-kaca karena sudah terlalu lelah.
Siang itu, pandangan mereka saling beradu.
Seorang terlihat sangat marah, seorang lagi merasa tertekan karena merasa bahwa tidak ada yang salah dengan ucapannya hingga membuat laki-laki di hadapannya begitu marah dan berkali-kali membentaknya.
"Kau kira telingaku tuli, ya?" pertanyaan Arkas semakin membuat Aria keheranan, "Maksudmu apa berbisik-bisik seperti itu?, kau kira aku tidak bisa mendengar, begitu?, Kau tahu, sungguh sebenarnya kau itu sangat menjijikan." Hinaannya begitu menusuk tajam, masuk ke dalam hati wanita itu.
Malu, kesal, marah, sakit, gelisah. Semua itu memenuhi perasaannya dan bercampur aduk mengacaukan pikiran. "Berbisik apa?, Yang kau bilang apa?, kurang apalagi aku berbuat baik padamu?, aku sudah mengatakan tujuanku mendekatimu, sialan." Teriak Aria marah, tidak tahan lagi. suara kerasnya menggema hingga membuat beberapa pengendara sepeda motor dan mobil melihat ke arahnya.
"Kau bilang 'mengatakan?'" mendengar amarah Aria, Arkas yang telah dipenuh emosi, semakin bertambah marah. ".. memangnya apa yang kau katakan?" dia terus membentak hingga semakin ramai orang-orang memandangi mereka berdua.
"Aku, haaa..hiks aku hanya ingin menyelamatkanmu." tangisan Aria pecah, tangisan itu mulai membasahi pipi, "...tidak ada maksudku untuk mengganggumu." Lanjut wanita itu lagi mulai menghapus air matanya dengan punggung telapak tangan karena begitu lelah dengan semua yang terjadi.
"Kau hanya ingin apa?, tidak bisakah kau berbicara jelas?, Kenapa sekarang malahmenangis?, cukup lanjutkan saja perkataanmu dan tidak perlu berbisik lagi, memangnya apa yang kau takutkan?" kali ini Arkas memperpelan nada bicaranya, mungkin karena kasihan melihat air mata Aria, namun sedikit kesal karena berpikir ulang bahwa mungkin wanita itu sedang berpura-pura.
"Menyelamatkanmu." Jawab Aria menguatkan diri, ia bahkan berusaha untuk menahan tangisannya agar segera berhenti.
"Haaah." Arkas terdengar menghela nafas berat,"... tidak bisakah kau mengeluarkan suara?" dia terus mengulang pertanyaan dan tetap bertahan berdiri di hadapan Aria.
"Apa maksudmu?" Kali ini kebingungan Aria semakin bertambah.
"Kemana suaramu? " tanya balik Arkas mengeraskan suara lagi, "cepat katakanlah apa tujuanmu sebenarnya!" perintah laki-laki tersebut, sudah sangat merasa terganggu.
"Menyelamatkanmu." Jawab Aria berulang kali, tetapi sepertinya sekeras apapun ia mengeluarkan suara, Arkas tidak mampu mendengarkannya atau memang suara Arialah yang benar-benar menghilang dan tidak mampu terdengar hingga ke telinga Arkas.
Arkas kembali geram, "wanita brengsek." Cercanya mengambil kembali kedua karung, "jangan ganggu aku, pergilah!"
"Aku hanya ingin menyelamatkanmu." Terus menerus Aria berusaha untuk mengatakan tujuannya.
"Kau hanya ingin apa?, katakan yang jelas?" Untuk yang kesekian kalinya, Arkas membentak, hingga orang-orang di sanapun lelah melihat pertengkaran mereka yang tak kunjung usai.
"Menyelamatkanmu." Aria tetap menjawab namun Arkas yang tidak mampu mendengar jawabannya, merasa lelah lalu membanting kedua Karung di tangannya.
"Yang keras, aku tidak mendengar suaramu!"
"Menyelamatkanmu, menyelamatkanmu, menyelamatmu.." Teriak Aria keras, mematuhi perintah dan mulai menoleh ke segala penjuru arah.
Deg degupppp.. deguppp..
Benar saja, tidak ada seorangpun yang terkejut karena teriakannya tersebut, semua pandangan mata bahkan melihat ke arah Arkas yang sedari tadi membentak.
"Kau bisu ya?, atau memang sengaja mempermainkanku?" Arkas tidak lagi dapat bertahan, saking emosinya, ia bahkan sempat menendang karung botol plastik kemudian berlalu pergi cepat meninggalkan Aria yang mulai ketakutan.
"Benarkah aku bisu?" Teriak Aria keras, "aaahhh..."
"Oi Neng." Sontak suara panggilan seorang pengendara mobil Angkutan umum, mengejutkan Aria "kau kenapa?, bertengkar dengan kekasihmu ya?"
"Bapak bisa mendengar suaraku, ya?" tanya Aria penasaran kepada laki-laki yang sedari tadi menyaksikan pertengkaran mereka sembari menunggu penumpang datang.
"Astaga, kau tidak bisa mendengar suaramu sendiri ya?" tanya laki-laki tersebut membuat Aria mengingat kembali apa yang dia lakukan.
"Bi.. bi.. bisa" jawab wanita itu, ragu-ragu menganggukan kepala.
"Huh, kalau kau bisa, maka berarti aku juga bisa." Jawab laki-laki pengendara angkutan tersebut, "Sudahlah jangan berteriak-teriak lagi di pinggir jalan. Ingat malu, neng." Lalu memberikan nasihat dan mengingatkan.
"Menyelamatkanmu." Aria mengingat satu kata yang tidak mampu didengarkan oleh Arkas beberapa saat yang lalu "apa yang aku ucapkan tadi ya, pak?" tanya Wanita itu begitu antusias kepada laki-laki di dalam mobil yang dekat dengannya tersebut
"Menyelamatkanmu." Jawab laki-laki tersebut menyenangkan hati Aria sembari menggelengkan kepala, merasa aneh dengan perilaku wanita tersebut."Untuk apa kau ingin menyelamatkanku?, mungkinkah kau ingin menyelamatkanku dari kesendirian akut yang saat ini sedang kualami dan melamarku?" tanyanya mengejutkan hati Aria hingga membuat wanita itu merasa ketakutan kembali.
Segera ia mengambil karung milik Arkas "Maaf pak, salah sambung." Lalu berlari kencang mengejar laki-laki yang telah berada jauh darinya dengan membawa satu karung yang berisi botol plastik di punggungnya.
**********
Akhirnya Aria berhasil mengejar.
Wanita itu kini telah berdiri memandang Arkas yang tampak sedang berusaha keras meyakinkan seorang wanita cantik, berambut panjang yang terlihat berdiri di depan sebuah pintu dengan dua orang laki-laki di kedua sisi sampingnya. "Rena, aku mohon, kembalilah padaku!"
Inilah waktunya.
Gumam Aria di dalam hati ketika mendengarkan ucapan yang dilontarkan oleh Arkas.
Sudah waktunya perasaan yang ia alami akan segera terjadi. Jika ia tidak mengubahnya, jika ia membiarkannya begitu saja, perasaan tersebut akan menimbulkan rasa sakit luar biasa yang mampu menusuk hingga ke uluh hati bagian terdalam.Perlahan-lahan Aria melangkah menghampiri Arkas, masih dengan membawa karung botol plastik bersamanya.
"Aku mohon, kembalilah padaku, aku akan berusaha keras agar dapat membahagiakanmu." Suara Arkas begitu memelas. Laki-laki itu terlihat sangat berharap wanita yang ia cintai itu, menerima permintaannya.
Wanita yang berdiri di depan pintu sebuah bangunan, menggelengkan kepala."Miskin." Hinanya, menghentikan langkah Aria sejenak dan membuat Aria melepaskan karung botol plastik dari tangannya. "Karena kau tidak memiliki apapun lagi, jadi aku tidak ingin bersamamu. Arkas Sadarlah diri!, kenapa sulit sekali menyadarkan orang miskin sepertimu?, mungkinkah pukulan waktu itu masih belum cukup juga untuk menyadarkanmu? " tambah wanita yang dicintai Arkas itu, kini ia bahkan terlihat memegang siku tangan dari kedua laki-laki yang ada di sampungnya.
"Rena!, aku akan bekerja keras untuk membahagiakanmu lagi, percayalah padaku!, berhentilah bermain-main dengan mereka, mereka hanya memanfaatkanmu saja." Begitu kerasnya Arkas berusaha saat itu, wajahnya bahkan terlihat sangat menyedihkan."aku tahu aku yang salah, aku tahu saat ini aku tidak memiliki apapun tetapi..."
"Kembalilah saat kau sudah memiliki segalanya nanti!" sela cepat wanita itu memandang Arkas penuh kesedihan tetapi hanya sebentar saja pandangan itu terlihat.
Lalu kini pandangan tersebut telah berubah menjadi tatapan remeh.
"Saat dia telah memiliki segalanya nanti," Aria mulai datang mengejutkan semua orang disana. Wajah cantik dengan satu ikatan rambut ke belakang mampu membinarkan mata kedua laki-laki yang berada disamping wanita yang disukai Arkas tersebut. " ... pasti kau bukan lagi menjadi seleranya atau mungkin bahkan tidak akan memiliki kesempatan untuk memilikinya lagi." Aria melanjutkan perkataannya, kini dia telah berada di samping Arkas.
"Baguslah." jawaban wanita itu mengejutkan Aria, "aku harap kau jangan pernah mencariku lagi. huh, Arkas, wanitamu sangat cantik karenanya pergilah sekarang juga!" Lanjut wanita yang dicintai Arkas itu mulai berbalik lalu masuk ke dalam gedung yang dikhususkan untuk para pemain bola biliar.
"Rena, tunggu dulu!" panggil Arkas mulai melangkah tetapi langkahnya dihalangi oleh kedua teman wanita itu.
Wanita yang dipanggil Rena itu masih membelakangi Arkas dan tidak berbalik, tetapi ia terlihat menghentikan langkah, "aku harap kau bisa hidup bahagia bersamanya. Arkas, Lupakanlah aku, aku mohon," dan mengucapkan kalimat tersebut lalu melangkah kaki kembali.
Ucapan wanita itu menambah keterkejutan di dalam hati Aria, terlebih lagi ketika Aria melihat kaki wanita itu yang menggigil gemetaran, hal tersebut sontak membuat Aria bertanya-tanya tentang masa lalu wanita tersebut dengan Arkas di dalam hati.
"Kau," Arkas menggertakan gigi geram, ia terlihat mengepalkan kedua tangan lalu mendorong kuat tubuh Aria yang tampak kebingungan dan merasa takut karena ucapannya. "berhentilah menggangguku!" Lalu membentak teramat marah dan memandang Aria dengan tatapan penuh kebencian.
"Mengganggumu?" tubuh Aria hampir saja terjatuh jika saja pemilik suara yang bertanya tersebut tidak menahannya. Kedatangan pemilik suara sontak mengejutkan semua orang yang ada di sana kecuali Arkas, mungkin karena mereka mengenali orang yang baru saja datang tersebut. "konyol sekali ucapanmu itu, kau kira kau ini siapa?, lihatlah baik-baik dirimu!, mungkinkah orang sepertimu berhak untuk diganggu?" lanjut pemilik suara tersebut masih menahan tubuh Aria yang gemetaran tetapi perlahan-lahan kepala wanita itu menoleh ke arah sumber suara tersebut."Suan!" panggil Aria memandang wajah teman masa kecilnya dari bawah, aliran air mata menetes tanpa ia sadari, Aria bahkan tidak lagi mampu menahan rasa sakit di dalam hati terlebih lagi yang datang membantunya adalah Suan, laki-laki yang sangat ia cintai.
"Memang kenyataannya dia hanya bisa mengganggu, kalau kau merasa yakin dia tidak mengganggu maka bawalah dia dan suruh dia menjauhiku." Balas Arkas tidak sedikitpun merasa takut padahal orang-orang di sekitar mereka terlihat menundukan kepala saat itu.
"Berhentilah bermimpi Tunanganku akan menganggumu!" Jawab cepat Suan, ia terlihat begitu geram dan menggenggam erat kedua lengan atas Aria yang ia pegang . " Kutegaskan sekali lagi padamu, dia adalah tunanganku dan mustahil baginya untuk mengganggumu," lanjut Suan yang terus memandang Arkas penuh dengan kebencian. ".. jadi jangan pernah berani untuk menyentuhnya atau kau akan tahu sendiri akibatnya." Suan bahkan sampai melayangkan ancaman sebelum menarik tangan Aria dan membawa wanita tersebut pergi bersama.
"Tidak perlu kau ancam, aku juga tidak akan sudi dekat dengannya." Balas Arkas terdengar dari kejauhan ketika Suan memaksa Aria untuk melangkah mengikutinya.
"Suan, tunggu dulu!"
Tidak mempedulikan ucapan Aria, Suan dengan langkah lebarnya terus berjalan," aku yang salah jadi aku mohon, lepaskan aku!" Aria bahkan terus berusaha untuk melepaskan tangannya dari genggaman tangan Suan yang akan membawanya masuk ke dalam mobil.
"Diamlah!, suaramu berisik sekali." Wanita itu sontak tersentak, ia tersadar lalu tersenyum kecut ketika mendengarkan ucapan yang baru saja dilontarkan oleh Suan.
Benar, Bagi Suan ataupun Arkas, ucapan lembut wanita itu tidaklah berguna.
Memohon sekalipun percuma.
Dia berpikir bahwa kedua laki-laki tersebut memiliki kesamaan yang menyakiti hati, yaitu sama-sama membenci Aria meskipun wanita itu mencintai salah seorang dari mereka dan berniat untuk menyelamatkan seorang lainnya.