Aria sangat lelah, matanya juga terasa berat. kepalanya yang sangat pusing, tak kalah menambah rasa lelah di tubuhnya. Meskipun demikian, wanita itu tetap bertahan di ruangan tersebut untuk memberikan peringatan kepada Suan agar laki-laki itu, berhati-hati terhadap dirinya.
"Hmmmm jadi begitu ya, kasihan sekali kau nona, bertemu dengan orang sepertiku." Senyuman kecut berubah menjadi remeh. Tetapi saat itu Aria hanya bisa memandangi lantai saja, berusaha untuk menenangkan diri dari emosi yang kian menyala-nyala. Sementara jika terus ia biarkan, emosi tersebut akan menguras tenaga dan keadaan fisik wanita itu.
"Hm tentu saja." Suan melepaskan tangan dari kedua pipi gadis di genggamannya, "Aku bahkan akan sangat senang jika kau melenyapkannya lalu dengannya, akan aku buktikan bahwa kau itu sebenarnya sudah gila." Lalu setelahnya, ia melepaskan pelukan untuk gadis tersebut dan membiarkan gadis itu jatuh terduduk ketakutan. "Aku sudah membelinya begitu mahal untuk permainanku, setelah aku puas menidurinya, akan kubiarkan kau melakukan apapun semaumu terhadapnya. "
"Hm, hm, " Aria terkekeh pelan lalu menengadah kepala "... tentu saja dengan senang hati akan kulakukan semua ucapanmu itu," tenaganya perlahan-lahan pulih meskipun tidak sepenuhnya kembali. Wanita itu bahkan telah mampu menatap mata Suan yang berdiri di depannya," ... dan tentu saja semua usahamu itu, kupastikan akan sia-sia lalu kau akan menangis memohon memintaku untuk memaafkanmu."
"Hmmm, Baiklah, kita buktikan saja." Suan menarik kembali tangan gadis itu, ".. bahkan hari ini akan kubuktikan keseriusanku padamu dengan menghabiskan malamku ini bersama dengannya, lalu akan kunikmati malam pertamaku sebagai laki-laki dewasa dan kau, hee.," lalu menaikan kepalanya karena Aria yang tadinya duduk kini telah berdiri,".. akan kubiarkan melihatku bahagia menikmati hidup bebasku." Kemudian laki-laki itu melangkah, membawa paksa gadis yang baru saja ia beli itu untuk mengikuti langkahnya melewati Aria.
"Berhenti!" Aria tidak tahan lagi, ia sungguh tidak mau jika Suan tidur dengan wanita lain selain dirinya, " Berhenti kubilang!" tidak ada henti-hentinya batin wanita itu bergejolak panas menahan amarah. Ia yang tadinya telah memulihkan tenaga, saat itu mulai melangkah cepat mengejar Suan yang telah keluar dari ruangan kerjanya.
Terus berjalan cepat lalu berlari dan kini telah berhasil menghalangi langkah Suan.
"Minggir!" Suan menarik tangan Aria untuk menyingkir dari hadapannya.
"Kau tidak dengar aku?, berhenti kubilang!" Aria yang tadinya menyingkir saat itu menghalangi langkah Suan kembali.
"Aku,hm, dengar. Tapi berpura-pura tidak mendengar karena ucapanmu itu menyampahi telingaku"
Tinggggg...
Pintu lift terbuka,
Aria dan Suan dibuat terkejut dengan kedatangan seorang laki-laki yang mulai memasuki usia tua di hadapan mereka.
Plaaaaaaakkkk..
Tamparan keras mendarat ke pipi Suan.
"Pa.. paman!" panggil Aria terkejut ketika melihat ayah Suan muncul di sana.
"Hm, Aria, sampai kapan kau ingin..."
"Ingin apa?, mengadu?" wajah laki-laki yang tak lain adalah ayah Suan terlihat begitu marah hingga urat-urat nadinya bermunculan di permukaan dahi. "Kau kira sampah sepertimu berhak diadukan?" lalu membentak di koridor lantai yang kini telah sepi ditinggalkan oleh para karyawan yang tidak ingin melihat pertengkaran keluarga pemimpin mereka.
"Ehm," Suan diam, dia hanya bisa tertegun lalu menyembunyikan gadis di belakangnya dari ayahnya
"Berapa banyak uang yang kau ambil dari perusahaanku?, berani sekali kau menghabiskan uangku untuk membeli wanitamu itu." Semakin keras bentakan ayah Suan, terdengar. "Lepaskan dia!"
"Tidak," tolak Suan cepat sembari mengeratkan genggaman tangannya untuk gadis di belakangannya.
"Kau tidak dengar aku?"
"Aku tidak mau menikah dengan Aria." Sambung cepat Suan, mengatakan keinginan hati secara terang-terangan.
"Apa?, " Bukkkk... " Apa yang barusan kau bilang?"
"Paman!"
Pukulan keras mendarat di wajah Suan hingga tangan laki-laki itu melepaskan tangan gadis di belakangnya.
"Paman!"
"Pergilah Aria!" Perintah ayah Suan, Bukkk.., lalu memukul putranya lagi dengan lutut kaki ke bagian perut karena begitu emosi, "pergi!" tegasnya kepada Aria, bukkk.. kemudian melanjutkan pukulan dengan menggunakan siku tangan, baakkk... lalu memberikan pukulan lagi dan kali ini pukulan tersebut mendarat di punggung Suan hingga laki-laki itu jatuh ke bawah.
*********
Aria berhasil mengambil gadis yang dibeli oleh Suan itu dari tangan laki-laki yang ia cinta.
Tinnggg...
Dengan begitu geram, ia menghempaskan tubuh gadis itu keluar lift lantai pertama hingga gadis tersebut jatuh terduduk di depan banyaknya karyawan perusahaan keluarga Dikintama.Semua karyawan mulai berkumpulan dan mengelilingi kedua orang yang kini telah menjadi pusat perhatian.
"Beruntungnya kau ini, hm," hampir semua orang yang melihat, tertegun dengan perilaku Aria yang telah berjongkok dan menggenggam kedua pipi gadis itu lalu menekannya keras.
"Ahhh, hikkss.." hingga gadis itu mengerang kesakitan.
Terus menekan lalu memaksa gadis itu untuk menatap matanya, "kubilang padamu, sejujurnya aku tidak pernah percaya dengan yang namanya keberuntungan dan kesialan. Bagiku, keberuntungan hanyalah balasan baik atas perbuatan baik, dan kesialan adalah balasan buruk atas perbuatan buruk." Paaakkk paaakkk, Aria dengan begitu santai memukul-mukul salah satu pipi gadis itu dengan pelan, "karena kau beruntung bisa bertemu dengan Suan dan bahkan dia sampai berencana akan menghabiskan malam bersamamu, maka, pasti kau adalah orang yang baik, bukan?" begitu mengerikan senyuman wanita itu dipandangan mata setiap orang yang melihatnya. Terlebih lagi, dipandangan sebagian karyawan dan juga beberapa dewan direksi yang mungkin sangat mengenali wanita itu karena ayahnya merupakan seorang pengusaha kaya, "karena kau orang baik, itu artinya, tidak masalah bukan, bagimu untuk kusiksa." Tidak ada seorangpun yang berani menolong dan menghentikan Aria.
"Tolong, jangan, tolonglah,, hikstolong." Padahal saat itu Aria sedang berusaha untuk membuka pakaian gadis tersebut dan berencana untuk menelanjanginya di depan umum, " tolong aku hiks hiks,"
"Aria!" teriak Suan yang telah keluar dari lift dengan memar di wajah, mungkin laki-laki tersebut telah berhasil lepas dari amarah ayahnya.
Meskipun ia berteriak, tetapi Aria tidak mempedulikannya, malahan wanita itu semakin mempercepat gerakan tangannya yang sedang ditahan oleh tangan gadis di hadapannya untuk merobek kemeja gadis itu.
"Tolong!"
"Aria!"
"Aria!"
Suara panggilan dari dua orang terdengar bersamaan. Salah satu suara bahkan mengejutkan Aria dan menghentikan gerakan tangannya.
"Aria, aku baru ingat namamu ternyata Aria ya?"
Mendengar kelanjutan kalimat dari suara yang mengejutkannya, sontak Aria berdiri dan menghadapkan diri ke sumber suara.
"A.. Arkas!" panggil Aria yang telah melihat Arkas berdiri di depan kerumunan orang-orang yang sedang menyaksikan keadaan mencengangkan di tempat tersebut.
Deg.. deguppp... degupp...
Kepala Aria semakin terasa sakit.
Deg.. degup.. degupp..
"Apa yang sedang kau lakukan, Aria?"
Pertanyaan Arkas tidak lagi terdengar jelas.
Deg degupp degupp degupp..
Detak jantungnya terpacu kencang, tubuhnya gemetaran hebat dan ia berusaha keras untuk menahan kaki yang tiba-tiba menggigil karena ketakutan.
Deg.. degupp.. degupp..
"Haaa... hikss haa...haaa hiks.." Aria menangis keras. Ia jatuh terduduk menundukan kepala dan memeluk erat tubuhnya yang menggigil ketakutan.
Deg.. degupp deguppp..
Suara orang terdengar berbisik-bisik membicarakan tentang perilaku aneh Aria.
"Dia sudah gila ya?"
"Hikksss haaa.. haaa.. " Tangisan kerasnya membuat seorang karyawan wanita tanpa sengaja melontarkan kalimat dengan keras.
"Haaa hikkss.."
Karena terus menangis, Suan yang berdiri sedikit jauh darinya merasa gerah dan emosi dengan perilaku Aria saat itu.
"Benar, dia memang sudah gila." Laki-laki itu bahkan dengan begitu tega membenarkan perkataan karyawannya.
Perlahan-lahan suara tangisan Aria berkurang.
Di hari yang sama, ia harus menerima kenyataan tentang masa depan suramnya lagi.
Masa depan yang akan membuat Aria membunuh dirinya sendiri karena Suan tidak akan pernah berhenti untuk menyiksa batin Aria dengan cara berganti-ganti wanita.
Perlahan-lahan Aria berdiri lalu menatap Arkas di depan mata."Aku, hiks hiks haa, akan mati." Gumam Aria pelan, berdiri lemah dengan tatapan kosong dan hampa. Wanita itu terlihat begitu kesakitan.
"Ternyata tujuanmu mendekati aku hanya untuk membuat tunanganmu cemburu, kau ingin membalas perselingkuhan tunanganmu dengan berselingkuh bersamaku, bukan?" tuduhan Arkas semakin menambah ketegangan di ruangan tersebut.
Rasa sakit bertubi-tubi masuk menembus ke dalam ulu hati yang paling dalam. Rasa sakit itu begitu menyiksanya di hari yang sama.
Penghinaan dari dua orang laki-laki yang terkait dengan hidupnya juga ia rasakan di hari yang sama. Seorang laki-laki adalah orang sangat ia cintai dan seorang laki-laki lain adalah orang yang harus ia lindungi. Pada hari itu, wanita tersebut benar-benar berada dalam penderitaannya.
Aliran air mata terus mengalir hingga wanita itu tidak dapat menahan rasa gatal di hidungnya lalu membersihkan wajah dengan punggung telapak tangan berkali-kali.
"Aku akan mati," dia bergumam lagi untuk yang kedua kali tetapi sepertinya Suan ataupun Arkas tidak sedikitpun memandang iba terhadapnya.
"Kubilang padamu, aku tidak ingin berurusan denganmu jadi jangan mempermalukan dirimu sendiri." Lanjut ucap Arkas tanpa mempedulikan keadaan Aria yang telah kacau hari itu.
"Sekalipun dia berselingkuh denganmu, dia tidak akan pernah mau melepaskan aku, jadi berhati-hatilah dengannya!" Kali ini suara itu datang dari Suan hingga ucapannya tersebut sontak mengejutkan Arkas.
"Padahal kau adalah tunangannya, bahkan pernah mengancamku sebelumnya tapi sepertinya yang dikatakan wanita itu benar, bahwa kau tidak pernah sedikitpun mencintainya." Arkas membalas ucapan Suan, entah mengapa, sepertinya Arkas sangat tidak menyukai sikap laki-laki tersebut.
Suan dibuat tersenyum kecut karenanya.
"Kalau kau menginginkannya maka ambil saja dia." Laki-laki itu bahkan menyerahkan Aria begitu saja.
"Aku tidak menyukainya, aku juga tidak berniat mengambil pasangan orang lain jadi sebaiknya selesaikan masalah kalian di rumah bukan di tempat umum seperti ini." Ucap Arkas mengingatkan, laki-laki itu mulai berbalik memasuki kerumunan.
Mendengarkan ucapan Arkas, perlahan-lahan kesadaran Aria mulai kembali.
Wanita yang hari itu terlihat begitu tersiksa, tampak sedang berusaha untuk tetap bertahan berdiri.
Arkas berbalik kembali, "Berhentilah mempermalukan dirimu sendiri!, kau terlihat begitu berantakan hanya karena mengetahui tunanganmu berselingkuh."
"Lalu aku harus bagaimana?" tanya Aria berusaha keras untuk tetap sadar di tengah-tengah rasa lelah dan sakit yang luar biasa menyiksa.
Tiiinggg...
Pintu lift terbuka,
Ayah Suan keluar dari sana bersama dengan beberapa dewan direksi yang mungkin tadinya telah menghentikan pertengkaran antara dirinya dengan putranya.
"Kau bilang apa?" bentak marah ayah Suan yang tiba-tiba saja mendengarkan penghinaan Arkas untuk Aria.
Segera laki-laki itu datang untuk mendekati Arkas.
"Jangan mendekat, Paman!" Larang Aria hingga membuat laki-laki itu menghentikan langkah.
"Dia memang murahan." Suan tak kalah ikut menambah penghinaan untuk Aria.
"Suan!" bentak ayah Suan lagi begitu emosi.
"Ah benar, aku memang murahan, mungkinkah orang murahan sepertiku tidak pantas untuk mendapatkan cintamu, Arkas?" Ucap Aria penuh kebohongan, berusaha meyakinkan Arkas agar laki-laki itu tidak lagi mengusirnya pergi karena ia tidak ingin mati.
"Konyol," Suan geram ia bahkan mulai datang untuk mendekati Aria. "Bisakah kau berhenti berpura-pura?" bentak Suan marah bersamaan dengan para karyawan yang telah pergi meninggal tempat tersebut atas perintah para pemimpin mereka.
"Aria, kau ini bicara apa?" Ayah Suan berusaha keras untuk menenangkan Aria yang saat itu masih berdiri di depan Arkas lalu tubuhnya bergerak cepat ketika tangan Suan meraih lengannya dan menghadapkan gadis lemah itu ke arahnya.
"Aku tidak ingin menikah dengan Suan lagi." Jawab Aria dengan tatapan sedih dan nafas yang terdengar terengah-engah karena hidungnya tersumbat, meskipun demikian, aliran air matanya terlihat telah berhenti saat itu.
"Bagaimana caranya agar kau yakin, Arkas?" tanya Aria berulang kali sembari menundukan kepala karena lelah, wanita itu masih berdiri di hadapan Suan.
"Aku tidak akan percaya, sampai kapanpun tidak akan pernah percaya dengan hal yang tidak akan mungkin terjadi. Kau adalah orang kaya, kau dan aku bahkan baru bertemu beberapa hari saja lalu setelah bertemu, kau terus mengikutiku seperti orang yang tidak tahu malu dan sekarang kau malah memaksaku untuk menerima cintamu, jadi bagaimana mungkin aku bisa percaya?" Ungkap Arkas telah begitu lelah berhadapan dengan Aria, laki-laki itu kini berbalik kembali dan mulai melangkah pergi, namun dengan cepat ayah Suan datang dan bersiap akan melayangkan pukulan.
Melihat hal tersebut, Aria yang tidak ingin Arkas terluka karena dapat melukai dirinya juga, dengan sekuat tenaga berusaha menghalangi ayah Suan untuk mendekati laki-laki tersebut, tetapi sayang,..
Buukkkkk..
Tidak banyak lagi tenaga yang dimiliki Aria hingga wanita itu kini telah jatuh tak sadarkan diri.
"Aria!" dan karena hal tersebut, ayah Suan mengurungkan niat untuk memukul Arkas lalu bergerak menghampiri tubuh Aria yang terbaring memejamkan mata di atas lantai gedung perusahaannya.
Arkas yang berada dekat dengan Aria juga tak kalah terkejut lalu berusaha untuk membantu, "biarkan saja!" tetapi Suan tiba-tiba melarang laki-laki yang telah membungkuk itu untuk menyentuh Aria. " Dia sedang berpura-pura, jadi biarkan saja!" lanjut Suan sembari mengepalkan kedua tangannya terlihat geram.
Karena tidak ingin berurusan dengan orang-orang dari kalangan kelas atas, Arkas menghentikan niatnya dan memilih untuk segera pergi dari sana.
Sesungguhnya dia merasa sedikit khawatir terhadap wanita itu.
"Aria, Aria!" panggil Ayah Suan, melangkah cepat menuju Aria yang terjatuh pingsan.