Chereads / Cool Boy Vs Cool Girl / Chapter 5 - 04 - Sick

Chapter 5 - 04 - Sick

Hingga ia mendengar teriakan seseorang, tak sadar tangannya sudah di lumuri darah. Mata Thia tiba-tiba merasakan di sekeliling nya hitam juga kepalanya yang terasa berat. Thia terjatuh tergeletak kesadaran nya pun hilang.

"Non tidak apa-apa?," Panik Bi Diah. Saat Melihat majikannya yang pingsan secara tiba-tiba.

Terlihat wajah panik dan pucat dari wajahnya yang keibuan. Thia terpaku saat masih ada yang mengkhawatirkan nya walaupun ia tahu bahwa Bi Diah bukan ibu kandungnya.

Tak sadar air matanya menetes saat mengingat kedua orang tuanya.

"Non kenapa menangis?" Ucap Bi Diah mulai panik saat melihat majikan nya meneteskan air mata.

"Apa ada yang sakit..." Tanya Bi Diah dengan khawatir.Thia hanya menggeleng saja membuat Bi Diah lebih khawatir.

Melihat ke khawatiran di wajah Bi Diah membuat Thia langsung menjawab.

Tidak, Thia hanya ingat papa sama Mama.." ucap Thia pelan masih terdengar oleh Bi Diah.

Bi Diah terharu sekaligus terharu melihat majikan nya terlihat sangat menyedihkan. Ditinggalkan oleh kedua orangtuanya di saat umurnya masih kecil.

Memeluk Thia yang telah dianggap olehnya sebagai anak sendiri walaupun bukan anak kandung tapi ia menyayangi majikannya ini.

"Oh iya bisa, aku kenapa bisa sampai ke rumah sakit..." Ucap Thia secara tiba-tiba.

Deg...

Bi Diah langsung kaget saat pertanyaan yang ia hindari sekarang ditanyakan oleh majikannya.

"Bibi..." Panggil Thia saat tidak melihat Bi Diah yang tidak merespon nya.

"Eh ya non, kata dokter nona hanya kecapean saja.." ucap Bi Diah akhirnya.

Thia langsung mengangguk tanda mengerti tanpa ada rasa curiga sedikitpun.

Bi Diah yang melihat majikanya tidak menanyakan hal yang lain ia bernafas lega.

Setelah dipikir-pikir ia tidak akan memberi tahu penyakit yang diderita majikan nya. Jika waktunya datang ia akan memberitahukan nya.

***

Setelah dirawat di rumah sakit Thia diperbolehkan pulang kerumahnya.

Thia sempat merasa aneh padahal ia hanya kecapean saja, tapi kenapa ia harus dirawat selama beberapa hari.

Memasuki kelasnya lalu duduk hingga suara melengking membuat dirinya langsung menutup telinganya dan mendengus kasar.

"Thia..." Teriak Gina memanggil Thia dengan suara toanya.

Thia hanya mendengus kesal saat temannya ini berteriak seperti di hutan saja. Ia berdoa semoga suara Gina menghilang.

"Kamu kemana aja Thia kok gak sekolah sih, kan aku kangen loh kalau gak sekolah itu ya bilang sama aku,..

Oh atau kamu lagi sakit ya..kamu kenapa bisa sakit sih kamu itu harus jaga kesehatan Thia.." Ucap Gina panjang lebar membuat Thia memijit kepalanya pusing.

Pusing harus bagaimana lagi ia membuat sahabat nya itu diam sehari saja.

"Berisik.." Ucap Thia.

"Tega ya... Kamu tuh harusnya bersyukur ada yang memperhatikan..." Jelas Thia dengan menghentakkan kakinya kesal.

Bel berbunyi, hal yang paling ditunggu-tunggu oleh para murid. Membereskan bukunya, Thia langsung meninggalkan kelasnya.

Membuka pintu rumahnya yang selalu sepi tak berpenghuni, melangkahkan kakinya mencari seseorang yang tak lain Bi Diah.

"Bi.." panggil Thia.

Tak kunjung ada suara, Thia pun berinisiatif untuk menemui Bi Diah.

Memasuki kamar Bi Diah, hanya ada kegelapan yang ada disana.

Menyalakan lampunya, meneliti kamar yang menurut Thia rapih, hingga matanya menemukan sosok yang tergeletak tak berdaya.

"Bibi.." Teriak Thia saat melihat Bi Diah tergeletak tak berdaya.

Huk huuk..

Tiba-tiba Bi Diah terbatuk-batuk hingga mengeluarkan darah segar.

Thia yang melihat hal itu langsung menghampirinya dengan wajah panik.

"Maafkan bibi nak..huuk..huuk.." ucap Bi Diah dengan terbatuk-batuk.

"Bibi kumohon sadarlah.." tak terasa air mata Thia menetes saat melihat wajah kesakitan Bi Diah.

"Bibi Sudah tidak kuat lagi non..maafkan bibi ..." Ucap Bi Diah lalu memejamkan matanya.

"Bibi.." teriak Thia sambil mengundang tangan Bi Diah berharap ia akan membuka matanya.

Tapi nihil ia tidak mau bangun lagi, Thia melorotkan tubuhnya ke lantai.

Thia melihat luka tembakan di tubuh Bi Diah. Tangis Thia pecah saat mengetahui bibinya telah dibunuh oleh seseorang.

Mengedarkan pandangannya hingga melihat sebuah kalung berwarna hitam, mengambilnya hingga ia mengepalkan tangannya kuat.

Kalung milik pamannya!

"Dasar paman sialan akhh..." Terik Thia frustasi.

Tanpa menunggu lagi Thia lalu membawa Bi Diah ke rumah sakit.

"Bi Diah kumohon bangun.." ucap Thia lirih.

Ia tidak ingin terjadi apa-apa dengan bibi sekaligus ibu yang selalu merawatnya.

Air mata tak bisa ia bendung, bagaimana kalau Bi Diah tidak bisa bertahan.

Thia mengeyahkan pikiran buruknya, berdoa dalam hati untuk keselamatan Bi Diah.

Memasuki rumah sakit lalu memanggil dokter.

Thia berteriak memanggil dokter karena saking paniknya ia tidak berfikir jernih.

Dokter lalu membawa Bi Diah menyuruh Thia untuk menunggu di ruang tunggu.

Mondar-mandir tidak jelas, sambil menggigit jarinya itulah yang Thia lakukan jika dirinya sedang dalam keadaan panik.

Memukul tembok yang ada di samping nya, hingga darah terus bercucuran di tangannya.

Beberapa menit kemudian Dokter pun akhirnya selesai memeriksa Bi Diah.

"Maaf nona, ia tidak bisa tertolong lagi, banyak darah yang keluar dari tubuhnya hingga ia kehabisan darah" jelas dokter panjang lebar.

Menjatuhkan dirinya di lantai, mengapa nasib nya seburuk ini. Mengapa Tuhan sangat senang sekali membuat dirinya menderita.

Thia menjambak rambut nya frustasi, ia telah kehilangan orang yang telah merawatnya dari kecil hingga sekarang.

Thia memegang kepalanya yang tiba-tiba pusing, merasakan sesak dada. Membuat Thia memejamkan matanya.

Membuka matanya secara perlahan, menyesuaikan dengan cahaya dari ruangan.

Memegang kepalanya yang sakit, mengedarkan pandangannya ke ruangan.

"Kau sudah sadar?.." ucap dokter yang membuat Thia semakin bingung.

"Ada apa dengan saya dok, kenapa saya ada disini". Tanya Thia.

Menghela nafasnya kasar, dokter itu mulai berbicara.

"Mungkin bibimu sudah memberi tahukan semuanya padamu tentang penyakit,

"Penyakit apa yang dokter maksud, aku sakit apa?" Potong Thia cepat.

Dokter itu mengernyit kan keningnya heran.

"Apakah kau tidak membaca surat yang diberikan pada bibimu.." tanya dokter itu lagi.

"Jangan bertele-tele katakan saja dok, aku sakit apa?" Tanya Thia yang semakin penasaran.

Ia juga berfikir hal apa yang disembunyikan Bi Diah.

Ia mulai mengingat hal yang mencurigakan saat dirinya bertanya kepada Bi Diah tentang apa yang ia alami.

Bi Diah hanya menjawab dengan aneh, terlihat dari cara berbicara yang gugup seperti menyembunyikan sesuatu.

"Baiklah, mungkin aku saja yang akan memberitahukannya.." ucap dokter itu.

Menarik nafasnya pelan lalu mulai berbicara.

This menunggu jawaban dokter yang membuat dirinya semakin penasaran.

Ia aku sudah mengalami sakit akhir-akhir ini. Entah itu sesak dada maupun sakit di kepalanya.

"Kau mengidap penyakit...