Gerald memasuki rumah nya setelah Arjoona pergi. Ia langsung berjalan menuju kamar cucu nya, Claire. Claire yang setengah mabuk dan sedikit sempoyongan terlihat duduk di pinggir ranjang sambil menutupi wajahnya. Ia langsung menengadah begitu melihat kakeknya masuk dan berdiri di depannya.
"apa yang sudah kamu lakukan Precious?" tanya sang kakek dengan suara rendah. Claire akhirnya menunduk, dia sesungguhnya malu pada kakeknya.
"kamu mabuk?" lanjut Gerald lagi. Claire masih diam saja.
"sayang, kamu tau kamu bisa saja celaka jika sedang mabuk," Gerald duduk di sebelah Claire dan melingkarkan lengannya memeluk. Claire akhirnya melingkarkan kedua lengannya di pinggang Gerald dan memeluknya erat.
"kakek tau jika Arjoona bukan pria yang kamu cintai, tapi dia bisa melindungi kamu dengan baik, dia membuktikannya malam ini" Claire makin membenamkan kepala nya di dada kakeknya.
"apa dia bilang sesuatu?" tanya Claire pelan-pelan dan takut. Gerald mengangkat alisnya, ia sesungguhnya bisa menebak apa yang terjadi karena ia mendengar sedikit percakapan Claire dan Arjoona sebelumnya. Gerald tersenyum
"tidak, Arjoona tidak mengadu apapun, dia bukan pria seperti itu" Claire langsung manyun, Arjoona sudah mengganggu malamnya. Lebih dari itu sesungguhnya dalam hati kecil Claire merasa lega karena ia selamat malam ini. Gerald melepaskan Claire perlahan dan melihat wajahnya.
"kamu adalah satu satunya harta paling berharga bagi kakek dan aku akan melakukan apapun untuk melindungimu, kamu percaya kan?" tanya Gerald sambil memindahkan helai rambut Claire.
"apa kita tidak bisa menunda pernikahannya, aku belum siap menikah kek" rajuk Claire masih mencoba merubah pikiran kakeknya. Gerald tertawa kecil melihat tingkah Claire.
"aku tau kamu masih sangat muda, tapi percayalah padaku, semakin cepat kamu menikah dengan Arjoona semakin cepat kakek bisa memberikan seluruh Winthrop Corp padamu" Claire mendengus kesal dan menundukkan kepalanya. Gerald mengucek rambut Claire sambil tersenyum.
"hanya dua tahun Claire, dan pernikahan kalian tidak akan diketahui siapapun" Claire makin mendengus kesal.
"sudah, sekarang bersihkan dirimu dan beristirahatlah" Gerald mencium kening Claire dan berdiri hendak keluar kamar. Claire sendiri masih duduk di pinggir ranjang memikirkan yang telah terjadi malam ini padanya. Ia hampir saja berbuat kesalahan fatal. Claire bukanlah tipe wanita yang mau berhubungan intim pra menikah. Ia masih memegang teguh prinsip untuk hanya menyerahkan mahkotanya pada lelaki yang menikah dengannya nanti. Masalahnya sekarang, lelaki itu bukan Louis.
Sekarang ia bingung dengan apa yang harus ia lakukan. Ia meremas rambutnya beberapa kali dan memejamkan mata sembari berfikir. Idealnya Arjoona lah yang akan tidur dengannya karena pria itu yang akan menjadi suaminya tapi Claire membencinya, sangat membenci Arjoona. Sedangkan pria yang sangat dicintai oleh Claire malah harus putus dengannya karena Claire akan menikah dengan pria lain.
"apa aku harus menyerahkan diriku pada Lou, tapi kenapa aku takut?" gumam Claire terus memegang kepalanya. Ia akhirnya berteriak kesal dan berdiri menuju walk in closet. Lebih baik mandi daripada terus pusing.
Louis yang kesal dan marah karena tidak bisa menjalankan rencananya, akhirnya keluar dari kamar itu dengan punggung sakit sambil membanting pintu. Ia segera turun dan mencoba mencari Claire tapi tak menemukan siapapun. Ia pun bertanya pada beberapa orang dan semua jawaban sama, tidak ada yang tau. Lebih tepatnya tidak ada yang perduli.
Dengan langkah kesal, ia keluar klub menuju mobilnya. Ia mencoba menelpon Claire namun hanya dijawab oleh voicemail.
"Aaakkh!" teriak Louis sambil memukul stir mobilnya. Ia langsung teringat pada wajah Arjoona yang telah menggagalkan rencananya. Kini akan sulit untuk Louis hendak mendekati Claire lagi. Ia pasti sudah bersikap lebih difensif.
Louis pun mencari pegangan pada hal lain, ia menelpon Keith, ayah tiri Claire hendak meminta nasehatnya.
"om, rencanaku gagal, Arjoona si kepala divisi brengsek itu ngerusak semuanya!" umpat Louis begitu sambungan tersambung
"bagaimana bisa?"
"aku gak tau kenapa dia tiba-tiba bisa ada dikamar, padahal sedikit lagi Claire bakal nyerah, tapi dia malah datang dan mukulin aku, ah sialan!" Keith terdengar mendengus sinis.
"aku gak tau ternyata kamu bisa kalah sama laki-laki kuper macam dia" Louis jadi makin kesal mendengar sindiran Keith.
"jadi om ngeremehin aku?!" Keith malah tertawa
"hahaha Louis kamu seharusnya lebih pintar dari Arjoona,"
"trus sekarang aku harus gimana dong om!"
"ehhmm...besok kita bicara lagi, kita harus susun rencana yang rapi dan gak terburu-buru" Louis mengangguk pelan
"oke, kalo gitu besok kita ketemu di kantor aja"
"fine, sampai jumpa besok" sambungan langsung dimatikan oleh Keith dan Lousi yang masih berada di mobil menghidupkan mesin dan berlalu dari tempat parkir klub.
Keesokan harinya Louis mencoba mencegat Claire hendak menjelaskan yang terjadi. Ia tidak ingin terlihat jelek dimata kekasihnya. Namun Claire yang melihat Louis malah jadi tidak nyaman dan mencoba menghindar.
"sayang...please tolong dengerin aku dulu" Claire berhenti setelah lengannya di cekal Louis dari belakang.
"aku benar-benar minta maaf soal semalam, aku mabuk dan aku gak tau apa yang aku lakuin" Claire mengerutkan keningnya.
"apa!?, kamu gak begitu mabuk Lou, tapi kamu terus maksa aku buat melakukan hal itu padahal aku udah terus nolak"
"aku tau aku salah"
"kamu ingat kan kesepakatan kita?" tanya Claire dengan nada kesal.
"iya aku tau, tapi aku cinta banget sama kamu sayang aku gak mau kehilangan kamu" Claire mendengus dan berjalan berlalu hendak melewati Louis. Namun Louis masih bersikeras.
"ayolah sayang, lagipula apa yang salah sih, kita sama-sama saling cinta kan, hubungan itu gak salah" Claire menggeleng
"aku gak mau salah langkah Louis"
"jadi kamu gak percaya sama aku?" tanya Louis cepat. Claire sejenak terdiam.
"entahlah, aku ragu kamu bisa melindungi aku atau gak" Louis mendengus kesal. Ia langsung meletakkan kedua tangannya di pinggang.
"Claire, aku pacar kamu aku pasti akan melindungi kamu"
"tapi yang kamu lakuin semalam kamu hampir menjerumuskan aku" Louis akhirnya terdiam, matanya masih memelas memohon agar Claire mau mengerti.
"aku harus masuk, aku punya banyak kerjaan" ujar Claire lalu membuka pintu dan hendak masuk.
"Claire...sayang..." Claire langsung masuk dan meninggalkan Louis yang harus berdiri di depan pintu dengan rasa kecewa.
Claire kemudian duduk dan menungkupkan kedua tangannya dikening. Ia menarik nafas beberapa kali dan berfikir apa yang harus ia lakukan pada hubungannya dan Louis.
Sementara Kenanga yang mencuri dengar perdebatan Louis di depan ruangan Claire mulai curiga dengan apa yang sebenarnya tengah terjadi. Ia harus mencari tau apa yang sesungguhnya tengah terjadi.
"Apa yang sebenarnya sedang terjadi?" gumamnya sambil mengintip Louis yang akan kembali ke kantornya.
"pagi Lou," sapa Kenanga pada Louis yang melewatinya di lorong hendak masuk ke ruangannya. Louis menoleh dan melihat pada Kenanga.
"pagi" jawabnya singkat
"kamu gak apa?" Louis menggeleng sambil tersenyum singkat. Kenanga tersenyum manis.
"kalo kamu mau cerita aku mau dengerin" Louis menghela nafasnya lalu mengurut keningnya.
"aku gak apa Kenanga, makasih ya kamu udah nanyain aku"
"iya, anytime" Kenanga masih tersenyum dan Louis membalasnya.
"aku masuk dulu" Kenanga pun mengangguk dan membiarkan Louis masuk ke ruangannya.
Menjelang makan siang, Arjoona yang sedang meeting dengan bagian produksi dan iklan dihubungi Gerald Winthrop. Ia mengajak Arjoona untuk makan siang diluar sekaligus hendak membicarakan tentang pernikahannya. Arjoona pun setuju dan meminta sedikit waktu untuk menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu.
Satu jam sebelum jam makan siang berakhir, Arjoona baru keluar dan langsung menuju tempat parkir. Gerald sudah menunggu di mobilnya dan Arjoona datang lalu masuk.
Tiba di salah satu restoran italia, Gerald mereservasi tempat yang lebih privasi agar pembicaraannya dan Arjoona lebih leluasa. Gerald menyodorkan sebuah dokumen tentang perjanjian yang mengikat selama Arjoona dan Claire menikah.
"baca dan pelajari, jika ada yang perlu ditambah beritahukan padaku secepatnya" ujar Gerald sambil meminum airnya. Ia mengucapkan terima kasih pada pelayan yang telah menyajikan makanan sementara Arjoona masih terus membaca klausul perjanjian yang telah disusun.
"perjanjian ini terdiri dari hal-hal yang boleh dan tidak boleh kami lakukan selama menikah?" Gerald mengangguk. Arjoona pun mengangguk mengerti.
"kami harus tinggal bersama?"
"iya, aku ingin Claire berada dalam pengawasanmu" Arjoona sedikit mengerutkan keningnya.
"aku tidak yakin cucumu akan mau tinggal di rumahku yang kecil" Gerald tersenyum.
"aku sudah memikirkan hal itu, setelah kalian menikah aku mungkin tidak akan sering berada disini, jadi kalian bisa tinggal di mansion, aku hanya akan datang sesekali untuk melihat keadaan kalian" Arjoona menggeleng
"aku rasa itu bukan ide yang baik"
"kenapa, kamu tidak mau tinggal di rumahku?" Arjoona terlihat berfikir dan diam.
"pak, aku bukan benalu"
"siapa yang mengatakan kamu benalu?" balas Gerald bertanya cepat. Arjoona hanya menggaruk tekuk belakangnya dan bingung hendak menjawab apa.
"begini saja, jika kamu tidak mau kalian bisa membeli rumah bersama, setelah bercerai kalian bisa membaginya, tapi untuk sementara kalian tinggal di mansion" Arjoona menghela nafas ia tidak menjawab iya atau tidak. Ia membaca lagi isi perjanjian itu termasuk pasal tentang berhubungan fisik.
"apa maksudnya kami bisa melanjutkan pernikahan jika berhubungan fisik, aku pikir itu dilarang?" tanya Arjoona. Gerald tersenyum
"entahlah siapa tau kalian akan berubah pikiran" Arjoona mengerutkan kening
"maksudnya?"
"Arjoona, perjanjian itu melarang kalian berhubungan intim jika kalian hendak bercerai setelah dua tahun agar Claire bisa memimpin Winthrop Corp tanpa terganjal hal seperti kehamilan misalnya tapi jika kalian ingin berhubungan itu artinya kalian harus menikah kembali setelah bercerai" Arjoona menaikkan alis dan menghela nafas berat.
"Dan bapak pikir kami akan berhubungan intim?" Gerald mengangkat bahunya daripada menjawab. Arjoona menggeleng.
"aku tidak tau apakah aku bahkan bisa tahan dengan nya satu hari saja" Gerald tertawa dan menggeleng
"Claire anak yang manis tidakkah kamu berfikir seperti itu" Arjoona menggeleng
"dia sombong dan angkuh, dia bahkan sangat jauh dari sifatmu padahal dia cucumu" Gerald masih tertawa sambil menggeleng.
"makanlah Joona, nanti kita bahas lagi" Arjoona akhirnya hanya menurut dan melanjutkan makan siangnya.
Usai makan siang, Arjoona membubuhkan tanda tangannya pada klausul perjanjian itu. Gerald pun tersenyum lalu mengambil dokumen tersebut dan menyodorkan dokumen lainnya.
"ini adalah saham Winthrop Motors seperti yang aku janjikan" Arjoona mengerutkan keningnya.
"tapi aku belum menikah pak"
"aku tau, aku pikir, lebih baik langsung menyerahkan padamu sebelum hal buruk terjadi" Arjoona menggeleng
"aku tidak bisa menerima ini, perjanjiannya adalah setelah aku bercerai aku akan mendapatkan ini, lagipula bukan ini tujuanku menerima kontrak itu," ujar Arjoona memberi alasan.
"aku tau, tapi aku mengubah pikiranku, aku tidak ingin terlambat melakukannya mungkin dengan saham ini kamu bisa melindungi Winthrop Corp nantinya"
"apa yang sedang kamu lakukan pak?" Gerald menghela nafas berat.
"Joona, jika terjadi sesuatu pada Claire, aku mohon selamatkan Winthrop dan kembalikan pada Claire" Arjoona makin menggeleng tidak mengerti
"memangnya apa yang akan terjadi?" Gerald terdiam dan tersenyum pelan
"aku tidak akan pernah bisa tenang jika Claire tidak memiliki seseorang yang akan menjaga nya, aku tidak pernah bisa percaya pada Keith, dia penjahat Arjoona, dia akan mencelakai hartaku yang paling berharga, cucuku Claire" Arjoona hanya diam memandang Gerald. Gerald begitu menyayangi Claire dan dia rela melakukan apapun agar cucunya terlindungi dengan baik.
"aku sudah tua, waktuku mungkin tak banyak lagi, aku tidak ingin meninggal sebelum yakin jika kamu akan melindungi Claire setidaknya hingga ia menduduki kursi tertinggi sebagai pemilik Winthrop Corp" Arjoona pun menunduk dan menghela nafasnya.
"pak, aku tau aku tidak akan bisa membalas jasamu padaku selama ini, jika bukan karena dirimu aku mungkin sudah mati, aku berharap yang aku lakukan bisa membuatmu tenang dan membuat aku tenang, setidaknya aku sudah melakukan sesuatu untukmu" Gerald tersenyum dan mengangguk. Ia masih menyodorkan dokumen tersebut.
"tanda tanganilah, saham ini milikmu" Arjoona masih memandang dokumen surat berharga itu beberapa saat, ia akhirnya menerima dan membukanya. Namanya sudah tertera sebagai pemilik 55 persen saham Winthrop Motors di Detroit, Amerika Serikat. Arjoona langsung melihat lagi pada Gerald.
"tapi ini 55 persen..."
"agar kamu bisa memimpin perusahaan dengan mayoritas saham, sisa nya hanya saham-saham kecil yang terpecah" Arjoona masih merasa tidak nyaman. Ia bahkan belum melaksanakan kewajibannya tapi ia sudah diberikan saham yang sangat besar.
"sudahlah Arjoona, kamu juga cucuku" Arjoona hanya mengatupkan kedua bibirnya dan menunduk. Gerald akhirnya mengakhiri makan siangnya dengan Arjoona sambil mengantarnya kembali ke pabrik. Sebelum turun Gerald menahan Arjoona terlebih dahulu ia hendak memberikan sesuatu.
"ini adalah pakaian untuk pernikahanmu" ujar Gerald memberikan sebuah bingkisan sedikit besar. Sebuah tuxedo yang sudah diletakkan dalam sebuah tas khusus. Sebuah brand terkenal Hugo Boss terpampang di tas tersebut. Arjoona melebarkan matanya.
"I have my suit sir" (saya punya jas pak) ujar Arjoona. Gerald tersenyum
"I know" ujarnya menepuk lengan Arjoona dan langsung masuk kembali ke mobilnya. Arjoona hanya melepaskan nafas dan berjalan ke parkiran mobil untuk memasukkan benda yang baru saja diberikan Gerald padanya. Ia sedang terburu-buru karena akan ada meeting lanjutan di gedung perkantoran mengenai peluncuran produk baru Winthrop Electronics.
Arjoona dan David akan mewakili divisi produksi dalam internal meeting itu. Rapat akan dipimpin oleh Claire sebagai CEO. Itu akan jadi meeting pertama bagi Claire dan Arjoona.
Setengah jam pertama semua berjalan dengan baik dan tidak ada kendala apapun. Arjoona hanya diam dan tidak bicara sama sekali. Claire memaparkan rencana dan analisis dengan baik dan satu sisi kecil di hati Arjoona merasa sedikit kagum dengannya. Gadis itu tidak bodoh ia punya kemampuan memimpin dibalik tubuhnya yang kecil.
David hanya tersenyum beberapa kali pada Joona yang berada di sebelahnya sambil mendengar pemaparan CEO mereka. Louis yang juga berada di ruangan yang sama tidak nyaman melihat Arjoona berada disana. Sesekali ia melirik Arjoona dengan pandangan bermusuhan.
"aku pikir bulan depan sebelum divisi design mau meluncurkan produk baru, kepala divisi harus meminta ijin pada chief technical manager" ujar Louis sambil melirik pada Arjoona yang tidak menoleh dan mengerutkan keningnya mendengar kalimat Louis. Arjoona hanya diam saja ia lalu melihat Claire dan seolah menyerahkan segala keputusan pada Claire. Claire yang juga memandang Joona hanya terdiam sejenak sebelum akhirnya mengambil keputusan.
"aku rasa tidak perlu, semua divisi tetap pada struktur dan fungsi masing-masing seperti biasa" jawab Claire tegas masih memandang Joona yang akhirnya hanya mengatupkan bibirnya tersenyum tipis. Louis terkejut melihat Claire yang malah membela Arjoona.
"tapi Claire...maksudku...CEO Winthrop, itu..." bantah Louis hendak memotong.
"Arjoona berikan padaku designnya dalam dua hari," potong Claire
"aku membawanya dan sudah mengirimnya ke email anda, anda mau melihat?" jawab Arjoona santai. Claire terdiam lalu mengangguk pelan.
"baik, ke ruanganku sekarang, meeting selesai" ujar Claire dingin menutup rapat. David hanya tersenyum melihat atasan langsungnya bisa menguasai keadaan dengan baik. Arjoona bahkan sudah menyelesaikan pekerjaannya sebelum Claire meminta. Joona pun membereskan dokumen dan hendak ke ruangan Claire seiring dengan bubarnya seluruh manager dan kepala divisi. Tapi langkahnya dicekal oleh Louis.
"jangan pikir lo bisa lolos dari gue!" ancam Louis dengan nada menggeram. Ingin rasanya ia memukul Arjoona saat itu juga. Arjoona hanya mendecak
"gue gak ada urusan apapun sama lo"
"lo jangan sombong Arjoona, lo gak akan bisa dapetin Claire" geramnya setengah berbisik. David masih di belakang Joona tapi tidak bisa mendengar dengan jelas. Arjoona tidak mau menanggapi ia hanya diam saja.
"maaf gue dipanggil CEO, elo ngehalangin jalan gue" balas Arjoona dengan suara tenang dan rendah. Louis mengangguk lalu melirik pada David dan melihat Arjoona lagi. Ia kemudian pergi setelah tidak bisa berbuat apapun. Setelah Louis pergi Arjoona berbalik ke belakang.
"gue duluan Vid" David mengangguk sambil tersenyum. Arjoona berjalan keluar dan ke ruangan utama CEO. Masuk ke ruangan Claire setelah meminta ijin, Arjoona berjalan mendekati meja Claire dan berdiri. Claire melirik sejenak lalu menulis kembali.
"duduk" Arjoona mengangguk pelan dan duduk di depan Claire. Arjoona menyodorkan design dalam sebuah map. Claire mengambil dan membukanya. Untuk beberapa saat Claire dan Arjoona bersikap profesional tapi sepertinya tidak lama.
"gak fitur ini harus diubah, terlalu banyak malah makin ribet" protes Claire pada fitur smart TV yang akan diproduksi.
"ini hanya menyempurnakan smart TV yang sebelumnya hanya menambah fitur"
"trus ngapain bikin kalo cuma nambah doang" Claire mulai menaikkan nada suaranya.
"jadi kamu mau nya gimana?"
"bikin baru?" jawab Claire tanpa berfikir
"contoh nya apa?" tanya Joona cepat. Ia mulai kesal
"apa kek, kamu kan kepala design pikirin lah ide lain" Claire mulai kesal dan tidak membantu meredakan perdebatan.
"tivi satelit?, kamu pikir aku jin bisa ciptain apa aja" balas Joona sengit
"eh aku gak bilang kamu jin, tapi itu tanggung jawab kamu mikirin produk baru"
"aku tanya sama kamu mana ada produk baru di dunia ini, semua produk adalah hasil modifikasi, there's no new sun, you knew that" Claire mendengus kesal.
"aku gak mau tau, buat produk baru dari TV smart ini yang beda dari kompetitor kita" Arjoona menghela nafasnya.
"produk ini adalah salah satu produk yang paling laku dipasaran, jika kita malah merubah fiturnya itu hanya akan merusak image produk sebelumnya"
"ongkos produksinya tinggi, aku gak bisa terima" Arjoona mengurut keningnya. Oh Tuhan rasanya hidup tidak sesulit ini sebelum bertemu dengan gadis ini.
"what do you want?" tanya Joona setelah lama terdiam.
"new product"
"no, kamu cuma mau ngerjain aku, apa mau kamu?" Claire tersenyum sinis
"batalkan pernikahannya" Arjoona langsung mendengus tertawa sinis.
"jadi itu tujuan kamu?" tanya Joona cepat
"jangan pikir hanya kamu yang bisa mengatur disini, aku atasan kamu, kamu harus nurut sama aku!" Claire yang egois mulai menaikkan nada suaranya lagi pada Joona.
"kamu tau, aku sebenarnya udah mau nyerah dan menghentikan pernikahan ini, tapi jika liat kelakuan kamu, aku berubah pikiran" Arjoona langsung berdiri mengambil dokumennya dan hendak pergi. Claire lalu berdiri dan terkejut
"apa maksud kamu, kamu gak mau batalin pernikahan itu?"
"gak" jawab Arjoona cepat.
"aku gak akan pernah ngelepasin kamu, it's gonna be awesome, see you at the wedding" Claire yang langsung panik melihat Arjoona malah hendak pergi setelah memutuskan tidak akan membatalkan pernikahan mereka. Ia mencekal lengan Arjoona hampir keluar dari ruangannya.
"please Joona, aku akan bayar berapa pun yang kamu mau, tolong batalin yah," Claire tiba-tiba memohon. Arjoona mengerutkan kening tapi dengan senyuman sinis. Ia kemudian tertawa.
"memangnya kamu mau bayar aku berapa?"
"berapa pun kamu mau tinggal sebut" Claire seolah mendapat harapan. Arjoona lalu mengangguk perlahan.
"menurut kamu berapa yang aku dapatkan jika menjadi suami kamu selama dua tahun, hhmm?" wajah Claire langsung berubah kesal.
"dasar brengsek, ternyata kamu memang murahan" Arjoona masih mendengus sinis.
"Claire, aku gak akan mundur terserah kamu mau apa, jika perlu aku akan menyeretmu ke catatan sipil esok lusa" geram Arjoona dengan nada rendah. Claire yang sudah sangat marah menaikkan tangannya hendak menampar Joona tapi Arjoona malah memandang matanya dan ia hanya bisa mengepalkan tangannya di depan wajah Joona.
"sampai jumpa tiga hari lagi...calon istriku" sindir Arjoona lalu membuka pintu dan langsung keluar. Claire rasanya seperti hendak menangis. Ia menghentakkan kakinya beberapa kali ke lantai.
Arjoona yang menarik nafas berat beberapa kali keluar dari ruangan CEO dan berjalan hendak kembali ke kantornya. Tapi seseorang kemudian berdiri di depannya sambil tersenyum sinis.
"aku rasa kita belum berkenalan dengan baik tuan Harristian" sapa Keith yang tiba-tiba berdiri menghalangi jalan Arjoona. Arjoona hanya berdiri dan memandang Keith. Keith menjulurkan tangannya.
"namaku Keith Barnett, aku ayah tiri Claire Winthrop" Arjoona terdiam sejenak sebelum menyambut jabat tangan Keith.
"Arjoona Harristian" Keith tersenyum tapi senyumannya terasa aneh bagi Joona. Ia pun mendekat pada Arjoona.
"aku tau kamu akan menikah dengan Claire dan semua itu adalah bagian dari rencana Gerald Winthrop," ujarnya sambil melihat penampilan Joona.
"aku tidak tau apa yang sudah Gerald katakan padamu tentangku, mungkin hal-hal buruk, tapi kamu harus tau satu hal tuan Harristian, Claire adalah putri dari istriku artinya dia juga putriku jadi aku ingin agar dia bahagia," Arjoona masih diam memandang Keith tanpa takut.
"jika Gerald memang mencintai Claire maka dia akan membiarkan cucunya menikah dengan pria yang ia cintai bukannya dengan pria...sepertimu" lanjut Keith sambil melihat Arjoona dengan pandangan mengejek. Arjoona masih membiarkan Keith bicara.
"jadi jika kamu masih punya harga diri, mundur lebih baik, jika kamu butuh sesuatu kamu tinggal bilang padaku aku pasti akan memberikannya," Arjoona mengangguk perlahan dan tersenyum.
"tuan Barnett, kita berdua adalah sama-sama orang asing di keluarga Winthrop, tidakkah lebih baik jika kita tau posisi kita masing-masing?" balas Arjoona memukul Keith dengan kata-katanya.
"biarkan keluarga Winthrop yang memutuskan pernikahan itu, bukan seseorang yang bahkan tidak memiliki nama belakang Winthrop seperti aku ataupun...anda" tambah Joona balas mengejek dengan cara yang sama, melihat dengan sinis.
Wajah Keith langsung berubah getir tapi kemudian tersenyum jahat kembali. Ia mengangguk perlahan.
"kamu punya nyali ternyata, kamu tidak tau aku siapa" Arjoona mendengus dan tersenyum manis memperlihatkan lesung pipinya.
"tentu aku tau, anda sudah menyebutnya tadi, anda adalah ayah tiri" Arjoona benar-benar membungkam Keith.
"aku permisi, aku harus kembali ke pabrik, senang bertemu anda tuan Barnett" ujar Arjoona langsung pergi dan meninggalkan Keith yang mengeraskan rahangnya bahkan tanpa berbalik melihat Arjoona. Senyum Arjoona yang berikan pada Keith langsung hilang berganti dengan kepalan tangan dan wajah marah.
"tidak ada yang bisa menghalangi aku menikah, kecuali Gerald Winthrop dan Tuhan" gumam Arjoona pada dirinya dengan rahang mengeras.