Arjoona keluar dari ruangan CEO dengan nafas tersengal dan detak jantung yang sudah tidak beraturan sama sekali. Tidak sadar ia memegang dadanya dan menarik nafas panjang beberapa kali. Ia belum pernah merasakan jantungnya berdebar keras seperti itu. Seluruh hormon adrenalinnya memacu darah begitu cepat dan itu membuat Arjoona jadi sesak nafas.
Joona masih setengah sadar ketika berjalan dan berpapasan dengan Kenanga. Ia hendak masuk ke ruang CEO dan mengerutkan kening ketika melihat Arjoona lewat dengan wajah kebingungan.
"Hai Arjoona, kamu baru dari ruangan Claire ya?" sapa Kenanga pada Arjoona yang berjalan tanpa konsentrasi. Ia langsung sadar dan mengangkat wajahnya melihat Kenanga. Arjoona tersenyum dan mengangguk. Kenanga yang awalnya heran lalu membalas senyuman.
"Selamat ya!" ujar Kenanga lagi dengan senyuman misterius.
"Untuk apa?" Arjoona balik bertanya. Kenanga hanya tersenyum saja dan tidak mau menjawab.
"Sampai ketemu lagi Arjoona," lanjut Kenanga sambil berjalan melewati Joona yang masih sedikit terperangah.
Mengapa dia malah mengucapkan selamat, untuk apa? tanya batin Arjoona. Ia hanya menggelengkan kepala dan meneruskan berjalan. Arjoona hendak kembali ke kantornya. Ia melupakan tujuan awalnya hendak berkonfrontasi dengan Claire.
Sampai di kantornya, Arjoona masih termenung dengan yang baru saja ia lakukan. Ia mengigit bibit bawahnya dan menjilatinya berkali-kali. Ciuman tadi begitu berbeda. Memang benar Arjoona melakukannya karena marah, tapi ia belum pernah begitu ingin mencium seorang wanita seperti tadi.
Arjoona memejamkan matanya dan bayangan Claire tidak mau pergi dari pikirannya.
"Berhenti Joona, cukup!" hardiknya pada diri sendiri. Arjoona melepaskan nafas berat dan menghempaskan punggungnya di sandaran kursi. Bukan karena Arjoona tidak pernah berciuman, ia bahkan sudah melepas keperjakaannya dulu. Tapi kali ini benar-benar berbeda. Akhirnya ia kesal dan malah melempar balpoin hingga terpental dari meja ke lantai.
Sedangkan Claire yang terduduk di pinggiran meja, kaget ketika Kenanga tiba-tiba masuk. Kenanga sendiri juga agak terkejut melihat Claire yang berdiri sambil menyandarkan punggungnya di sudut meja, ia seperti baru saja melamun.
"Kamu gak papa?" tanya Kenanga sedikit curiga. Claire langsung tersenyum dan menggeleng.
"Kamu ada perlu sama aku?" Claire menguasai dirinya lagi dan berdiri berjalan memutar kembali ke mejanya.
"Cuma butuh tanda tangan kamu sama laporan ini," Kenanga menyodorkan laporan nya dan Claire memeriksanya.
"Aku baru lihat Arjoona keluar dari ruangan kamu, kalian sedang apa?" Kenanga mencoba menggoda Claire. Claire langsung merona dan gugup memandang Kenanga. Kenanga malah melihat Claire dengan mata menggodanya.
"Ada yang kami bahas," Kenanga mengangguk. Claire kembali membaca laporan yang diberikan oleh Kenanga.
"Kamu sama Louis udah putus ya?" Claire mengangkat lagi wajahnya dan mengerutkan kening.
"Gak, kami gak putus," Kenanga melihat dengan kening berkerut tapi kemudian tersenyum.
"Tapi aku dengar kamu dijodohin sama cowok lain, apa bener?" tanya Kenanga pura-pura tidak tau. Claire melepaskan nafasnya dengan berat dan ia tidak menjawab pertanyaan Kenanga.
"Kamu gak mau cerita apa yang terjadi, aku pikir kita temenan?" Kenanga cemberut melihat Claire. Claire tau bahwa tidak seharusnya ada yang tau tentang pernikahannya dengan Arjoona, tapi Kenanga bukan orang lain. Claire bangkit dari kursinya dan menghampiri Kenanga. Ia menarik tangan sahabatnya itu untuk duduk di sofa.
"Kenanga ini seharusnya jadi rahasia, tapi karena kamu sahabat aku, jadi aku pikir kamu berhak tau," Kenanga mengangguk meski ia sudah tau apa yang sedang dimaksudkan oleh Claire.
"Aku dan Arjoona dijodohin sama kakek untuk menikah kontrak," Kenanga terkejut. Ia tau bahwa Claire dijodohkan tapi tidak tau ternyata itu adalah pernikahan kontrak.
"Maksudnya kalian punya batas waktu menikah?" Claire mengangguk
"Iya, hanya untuk dua tahun sampai aku jadi CEO Winthrop Corp," jawab Claire dengan nada rendah. Kenanga mengangguk.
"Jadi kalian sekarang?" Claire mengangguk.
"Apa aku bisa ucapin selamat?" tambah Kenanga lagi.
"Untuk apa?" jawab Claire cemberut.
"Ya karena kamu udah nikah, dengan cowok ganteng lagi, " goda Kenanga lagi. Claire mengerutkan keningnya.
"Dia itu menyebalkan, kamu malah bilang dia ganteng," protes Claire.
"Lho kamu liat kan dia gimana? Maskulin dan seksi," Claire mendengus dan memalingkan wajahnya. Sekilas wajah Arjoona dan bibir penuhnya terlintas di kepala Claire. Pipinya langsung memerah digoda Kenanga yang belum berhenti.
Kenanga masih terus tertawa melihat Claire yang malu-malu. Ia terus menerus mengatakan jika Arjoona adalah orang yang menyebalkan.
"Trus kamu gak putus sama Louis?" tanya Kenanga setelah beberapa saat.
"Aku gak bisa putusin dia, kamu kan tau aku cintanya sama Louis," Kenanga tersenyum getir.
"Tapi kan kamu udah nikah Claire?" Kenanga masih mencoba. Claire terdiam sejenak.
"Ini cuma dua tahun setelah itu aku dan Lou bisa bersama lagi," Kenanga mengerutkan keningnya.
"Memangnya Louis setuju buat nunggu," Claire mengangguk. Kenanga tidak memberikan tanggapan lagi. Awalnya ia berharap Claire dan Louis akan putus dengan sendirinya karena Claire yang sudah menikah. Ternyata mereka malah masih menjalin hubungan. Kenanga harus mencoba cara lain, ia tidak ingin kehilangan Louis. Terlebih mereka telah melakukan hubungan di belakang Claire.
Keluar dari ruangan Claire, Kenanga mencari Louis dan hendak bicara dengannya. Tapi sepertinya Louis mengingkari janjinya pada Kenanga tadi pagi. Ia terus menyibukkan diri agar tidak diganggu oleh Kenanga.
"Kita harus bicara Lou!" ujar Kenanga setelah berhasil bertemu dengan Louis. Louis menghela nafas berat dan memperlihatkan setumpuk dokumen yang harus ia selesaikan.
"Please tolong, aku punya banyak pekerjaan dan harus selesai hari ini," pinta Louis mencari celah. Kenanga hanya bisa mendengus.
"Tapi kamu bilang kita akan bicara,"
"Ia tapi gak sekarang, kita sedang di kantor Kenanga," Kenanga pun membuang pandangannya.
"Oke, kalo gitu nanti sore kita ketemu di kafe Leen aja, aku tunggu kamu disana Lou," Louis mengangguk setuju. Kenanga pun keluar dari ruangan Louis dengan wajah kecewa. Louis mendengus keras dan menungkupkan kedua tangannya di wajah. Ia sudah berbuat kesalahan fatal dan bisa berakibat buruk nantinya. Jika Claire tau yang telah ia lakukan dibelakang dengan sahabatnya, bukan tidak mungkin mereka berdua akan putus.
"Gue gak bisa biarin masalah ini jadi halangan buat gue" gumam Louis pada dirinya.
Arjoona pulang lebih awal hari ini. Usai kejadian tadi siang di kantor Claire, hati dan perasaannya tidak karuan. Ia tidak bisa berkonsentrasi mendesign dan melanjutkan pekerjaan lainnya.
Keluar dari parkiran, ia menuju mansion Winthrop tempatnya tinggal sekarang. Arjoona tidak ingin berencana lama tinggal di mansion itu. Ia sudah menabung cukup lama untuk membeli sebuah rumah untuk istrinya kelak. Sepertinya ini saat yang tepat. Arjoona sudah menghubungi perusahaan yang sudah mempersiapkan sebuah hunian yang tidak kecil namun juga tidak terlalu besar.
Usai mandi dan mengganti baju, Arjoona duduk di depan laptopnya menerima berbagai gambar hunian yang akan ia beli. Agen properti sudah mempersiapkan semuanya bagi Joona. Arjoona pun tersenyum melihat design rumah yang ia inginkan terletak di sebuah komplek perumahan baru yang belum begitu padat.
Setelah mengikat kesepakatan, Arjoona akan menemui agen tersebut dalam beberapa hari kedepan. Sambil tersenyum dan menutup laptopnya, Arjoona melihat Claire lewat sudah dengan dress babydoll di depannya. Ia terlihat imut dan cantik sekali.
'Kapan dia pulang?' – pikir Joona dalam hatinya. Ia membawa beberapa obat dan perban lalu duduk di kursi ruang tengah yang jauh dari Joona berada. Arjoona melihat Claire yang hendak membalut pergelangan tangannya yang dicekal Joona tadi siang. Sepertinya ia benar-benar memar, akibat cekalan tangan itu. Arjoona menunduk sejenak dan merasa bersalah. Ia langsung menutup laptop dan berjalan menuju Claire.
"Sini biar aku bantu," tawar Joona dengan nada lembut.
"Ngapain kamu disini?" hardik Claire dengan nada marah. Ia langsung kesal melihat Arjoona menghampirinya dan hendak mengobati.
"Aku bantu balut," Claire mendengus kesal.
"Gak usah," balas Claire cepat. Ia kembali hendak mengoleskan krim anti memar pada tangannya. Arjoona menghembuskan nafas berat lalu memaksa lagi, kali ini ia langsung menarik tangan Claire.
"Eh, kamu mau apa sih!"
"Udah diem aja biar aku yang olesin,"
"Kenapa, kamu udah bikin aku luka sekarang kamu merasa bersalah gitu?" Arjoona mendengus lalu menggeleng.
"Bukan," Claire mengerutkan keningnya.
"Trus apa?"
"Karena ada anak manja yang bakal ngadu kemana-mana kalo aku bikin pergelangan tangannya memar," Claire langsung mendelik dan malah tidak sadar memukul Arjoona dengan pergelangannya yang sakit itu. Walhasil, ia malah makin kesakitan.
"Aaahkk," Arjoona yang dipikuli Claire malah tertawa.
"Itu namanya kualat sama suami,"
"Diem kamu," Arjoona menjulurkan lidahnya mengejek Claire. Tapi tangannya terus menarik tangan Claire untuk mengoleskan krimnya. Claire yang diejek, menggunakan sebelah tangannya lagi untuk mencubit Joona.
"Eh, ini ntar obatnya muncrat kemana-mana, sabar dikit,"
"Aku bisa obatin sendiri,"
"Udah diem aja kenapa sih, bawel amat kamu," ingin sekali rasanya Claire menonjok wajah Arjoona yang memiliki kulit wajah sangat mulus itu. Tangan Claire yang lebam malah makin sakit gara-gara ia menarik nya terlalu keras dari Arjoona. Setelah meringis beberapa kali akhirnya Claire diam diobati oleh suaminya itu.
Dari jarak yang cukup dekat, Claire bisa melihat wajah Joona yang berbeda dari semua pria yang pernah ditemui Claire. Ia tidak bisa memungkiri jika Arjoona punya versi ketampanannya sendiri. Dia mungkin bukan jenis pria tampan berwajah malaikat yang bisa langsung menarik perhatian, tapi tak ada yang bisa menolak aura seksinya. Dengan dua lesung pipi, ia punya banyak sisi persona yang sangat menarik. Dan benar kata Kenanga, Arjoona itu dominan dan seksi. Jika dibandingkan dengan Louis, maka mungkin Arjoona kurang tampan dari segi wajah. Namun ia punya aura seksi yang sangat kentara bahkan sebelum seseorang berbicara padanya.
Claire yang sadar telah memandang Arjoona lama hanya bisa mengigit bibir bawahnya sambil melihat bibir Joona yang menarik dari samping. Tadi siang, bibir penuh itu sudah menciumnya.
'Ah, aku mikirin apa sih, reboot...' Claire menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kenapa kamu malah geleng-geleng?" tanya Arjoona heran. Mata sipitnya memandang mata coklat hazel milik Claire tanpa berkedip. Claire langsung gugup dan menelan ludahnya.
"Gak ada," Arjoona malah menaikkan alisnya lalu mengangkat bahu tidak perduli. Ia selesai membalut pergelangan tangan Claire.
"Udah selesai, ucapin terima kasih?" ujar Arjoona menegur sambil mendekatkan wajahnya.
"No way!" sahut Claire cepat memegang pergelangan tangannya.
"Fine, kamu harus diajari sopan santun ternyata,"
"Maksud kamu apa?" belum Arjoona menjawab ia diinterupsi oleh pelayan di rumah mereka.
"Maaf pak Arjoona sama ibu Claire mau makan apa untuk malam ini?" Claire dan Arjoona serempak menoleh ke arah pelayan itu. Lalu memandang lagi satu sama lain. Setelah lama terdiam barulah Claire bicara.
"Buat pasta aja," pelayan itu mengangguk dan mengalihkan pandangan pada Arjoona.
"Aku gak masalah makan menu apapun," jawab Arjoona. Jawaban Joona membuat Claire mengeluarkan ide usilnya.
"Kalo gitu kasih aja dia air putih," Arjoona menoleh pada Claire dan mendelik.
"Tapi kamu bilang kamu gak masalah sama menu apa aja, berarti air putih gak apa dong," tambah Claire makin mengusili Joona. Arjoona mendengus sambil tersenyum memamerkan lesung pipinya.
"Gak masalah, berarti nanti aku tinggal makan sepiring berdua sama kamu, bilang aja kamu mau makan malam romantis sama aku," Claire langsung terperangah dengan mulut terbuka marah, ia mengambil bantal sofa dan memukul Arjoona.
"Aakh, kenapa aku malah dipukuli," hardik Joona kaget.
"Apa maksud kamu ngomong kayak gitu!"
"Lho aku kan cuma ngomong kenyataan, apa yang salah?" Arjoona membela diri. Keduanya mulai berdebat lagi dan kali ini di depan pelayan mereka. Padahal pertanyaannya sederhana hanya soal menu makan malam, tapi Arjoona dan Claire bisa membuat drama yang panjang gara-gara itu. Pelayan itu pun mendengus lalu pergi tanpa mengucapkan ijin karena Arjoona dan Claire sedang asik berdebat satu sama lain. Tak ada yang mau mengalah, dan Claire yang kesal sesekali masih memukul Arjoona dengan bantal kursi itu.
"Mereka berantem lagi?" tanya salah satu pelayan pada pelayan yang bertanya tadi. Temannya itu hanya mengangguk pelan.
"Kok lucu ya, mereka kayak pasangan pacaran aja," kedua pelayan itu terkikik.
"Liat aja ntar juga mereka bakal saling suka dan gak bisa lepas, sekarang aja masih gengsi," temannya ikut mengangguk. Kedua pelayan itu pun segera ke dapur mempersiapkan makan malam meninggalkan Arjoona dan Claire yang tidak berhenti berdebat di ruang tengah.
Arjoona masuk ke kamarnya dengan senyuman setelah tidak berhenti setelah menggoda Claire dan berdebat dengannya. Malam-malamnya yang dulu sepi kini diisi dengan keusilan yang bisa ia salurkan pada istrinya. Meski tidak satu kamar bersama tapi satu rumah dengan Claire bisa membuat Arjoona tersenyum.
Dia masih belum berhenti tertawa kecil mengingat tingkah Claire yang terus mendebatnya tidak mau mengalah. Baik di kantor atau dirumah ia masih memakai mode bossy yang sama dan itu membuat Arjoona semakin leluasa mengatai nya.
"Tunggu bentar, ngapain gue senyum-senyum?" tanya Arjoona heran pada dirinya sendiri. Ia menggelengkan kepalanya dengan cepat sebelum berfikir yang tidak-tidak.
KAFE LEEN
Kenanga sudah menunggu lebih dari satu jam namun Louis belum terlihat sama sekali. Ia bahkan sudah melewatkan menu makanan yang ditawarkan beberapa kali demi bisa makan bersama Louis.
"Kemana sih dia?" tanya Kenanga dengan nada kesal. Ia kembali menghubungi Louis tapi hanya dijawab oleh voicemailnya saja. Kenanga makin kesal dan mulai marah. Terlebih ia belum makan apapun sama sekali. Ia bahkan sudah berdandan seksi dan menarik untuk bisa mendapatkan perhatian Louis tapi yang ditunggu malah tidak datang. Hingga akhirnya sebuah pesan masuk ke ponsel Kenanga.
'Maaf, aku sedang ada urusan keluarga mendadak, aku ga bisa datang. Kita ngobrol lain kali aja ya,' tertulis pesan yang dikirimkan oleh Louis ke Kenanga. Kenanga yang membaca hampir melempar ponselnya sendiri karena kesal. Tidak bisa melempar ponsel, Kenanga akhirnya melempar sendok yang ada dimeja nya dengan kesal. Dan sendok itu tidak sengaja mendarat di kepala seorang tamu.
"Akkhh, siapa yang lempar gue!" suara seseorang sambil memegang kepalanya. Ia celingak celinguk lalu menoleh ke belakang dan ternyata seorang gadis lah yang melemparkan sendok itu padanya. Tamu pria itu lalu berdiri dan menghampiri Kenanga yang duduk di belakangnya.
"Eh, elo yang ngelempar gue dengan sendok ini ya," Kenanga melihat pria itu dengan raut wajah kesal.
"Iya emangnya kenapa?"
"Eh salah gue apa, emang nya kita kenal,"
"Udah deh lo pergi sana, gak udah ganggu gue," hardik Kenanga mengusir pria itu.
"Eh elo yang salah kenapa lo yang nyolot?" pria itu makin membuat Kenanga kesal.
"Elo sendiri ngapain datang-datang kemari marah-marahin gue,"
"Elo yang lempar ya gue samperin, gimana sih!" pria itu mulai kesal. Kenanga yang memang kesal pada Louis melampiaskan kekesalannya pada pria asing yang tidak pernah ia lihat itu.
"Baru juga gue lempar pake sendok, untung gue gak lempar pake piring," umpat Kenanga sambil berdiri hendak pergi. Pria itu melihat penampilan Kenanga yang sangat menarik sempat tertegun sejenak. Tapi ia masih menjawab karena merasa Kenanga harusnya minta maaf.
"Harusnya elo minta maaf bukan malah marahin gue,"
"gue gak bakalan minta maaf, semua cowok sama aja," Kenanga langsung pergi meninggalkan pria itu.
"Eh mau kemana lo, minta maaf dulu," ujar nya setengah berteriak. Kenanga berbalik.
"Gak bakal!" ujarnya langsung membuka pintu dan pergi. Teman si pria akhirnya menghampiri.
"Lo gak apa Gentala?" Gentala menoleh pada temannya dan menggeleng. Tapi ia masih melihat lagi ke arah pintu. Ia meraba kepala belakangnya yang terkena lemparan sendok. Wajah gadis yang tidak ia kenal dan sudah melemparkan sendok padanya membuat Gentala berfikir sejenak. Itu adalah gadis tercantik yang pernah ia lihat seumur hidupnya.
'Wait, ah gue lupa nanya namanya!' – ujar Gentala dalam hatinya. Ia pun menggeleng beberapa kali sebelum kembali ke meja nya.
HOTEL ORION
Keith Barnett sedang berdiri di depan jendela kaca besar yang memisahkannya dengan dunia luar. Ia menginap disalah satu presidential suite mewah di salah satu hotel berbintang di Jakarta.
Untuk beberapa saat ia teringat pada kehidupannya dulu sewaktu ia remaja di Manchester Inggris. Ia harus bertahan hidup dari gang ke gang dengan melakukan banyak hal, banyak kejahatan yang sudah dilewatinya hingga ia menjadi seperti sekarang.
Ia menipu banyak orang untuk mencapai posisi terhormat seperti sekarang. Termasuk menjerat Isabel Dickson Winthrop, istri Vincent Winthrop. Isabel yang terlalu sering ditinggal oleh suaminya akhirnya berselingkuh dengan pria yang lebih muda darinya, Keith Barnett.
Dan setelah Vincent meninggal karena kecelakaan mobil, Isabel bisa dengan leluasa membawa Keith ke dalam rumahnya. Mengenalkannya pada Claire kecil yang baru berumur 4 tahun yang tidak pernah mendapatkan kasih sayang seorang ayah dan ibu. Itulah mengapa Claire menyayangi Keith, karena sosok ayah yang tidak pernah ia dapatkan.
Kini, Keith yang mengincar posisi tertinggi di Winthrop terhalang langkahnya akibat kehadiran Arjoona Harristian. Seorang pria asing yang tiba-tiba datang ditengah-tengah dirinya dan Claire yang sedang ingin dikendalikannya.
Keith tidak bisa mendekati Gerald Winthrop yang begitu membencinya. Meski Keith sangat ingin membunuh Gerald yang selalu menghinanya tapi ia bahkan tidak bisa mendekat sama sekali pada Gerald. Steven Juliandra adalah PA sekaligus pengawal pribadi Gerald. Ia mengabdikan dirinya untuk melindungi Gerald selama bertahun-tahun.
Steven bahkan tidak menikah atau setidaknya itulah yang diketahui oleh banyak orang demi menjadi tameng hidup Gerald setiap saat. Hingga ia diberi wewenang oleh Gerald menjadi CEO di perusahaan elektroniknya di Jakarta. Namun tak ada yang mengetahui bahwa niat Gerald sebenarnya adalah agar Steven bisa mengawasi Arjoona yang telah lama ia persiapkan sebagai pelindung ahli waris nya, Claire Winthrop.
Keith mendengus keras dengan kesal jika mengingat soal Arjoona Harristian. Ia sudah menjadi dinding yang memisahkannya dari putri tirinya. Ia sedang berfikir cara yang tepat untuk menyerang, jika ia tidak hati-hati maka ia akan kehilangan semuanya. Ia tidak boleh meremehkan Arjoona, anak itu punya nyali.
Keith mengambil ponselnya dan menghubungi salah satu partner bisnis lamanya, seorang pengusaha senjata sekaligus mafia keturunan India, Yousef Kanishka.
"How you doin' old mate?" (Apa kabarmu teman lama?) ujar Keith tersenyum membuka pembicaraan.
"Ah kabarku biasa saja, dimana kamu berada sekarang, aku dengar kamu ada di Indonesia?" tanya Yousef.
"Ya, aku sedang mengincar harta karun terakhir Winthrop" Yousef tertawa.
"Kamu terlalu tamak teman," Keith tertawa kecil.
"Kita harus bermimpi besar untuk mendapatkan hal besar, bukan begitu?"
"Ya, ya itu juga yang aku pikirkan sewaktu menawarkan putriku jadi jaminan pada Admiral (laksamana) gila itu," Keith mengerutkan keningnya.
"Putrimu masih ditangannya?" tanya Keith
"Ya, aku akan segera mengambil putriku kembali, jika perlu akan kubunuh Admiral itu" Keith malah tertawa.
"Simpan tenaga mu teman, Admiral Miller bukan orang sembarangan, jika ia mengerahkan kapal perangnya, seluruh pulaumu akan tenggelam," giliran Yousef yang tertawa.
"Aku tidak takut padanya, dialah yang harus takut padaku, sekarang katakan apa mau mu"
"Aku kira kau tidak akan bertanya, aku membutuhkan bantuanmu tapi kamu harus mengirim orang terbaikmu kemari"
"Apa keuntungannya buatku?" tanya Yousef.
"Setengah saham Winthrop Motors di Detroit untukmu" jawab Keith tanpa ragu.
"Deal, aku akan kirimkan orang terbaikku kesana,"
"Terima kasih teman lama, sampai jumpa lagi,"
"Sampai jumpa," sambungan telpon kemudian diputuskan oleh Keith. Ia tersenyum melihat pemandangan di luar jendela besarnya.
"Arjoona Harristian, kamu tidak akan hidup lebih lama" gumam Keith sambil tersenyum licik.
SATU MINGGU KEMUDIAN
David berjalan cepat kearah ruangan Arjoona yang sedang mendesign di meja gambarnya. Begitu masuk ia tidak membuang waktu untuk segera menghampiri Joona dan melaporkan suatu kejadian yang tengah terjadi di pabrik sekarang.
"Bang, ada masalah" Arjoona yang kemudian berbalik masih dengan wajah tidak tau apa-apa menghadap David di belakangnya.
"Ada apa?" David menggeleng.
"Gawat bang,"
"Gawat kenapa?" Arjoona mulai cemas.
"bang, bos cewek itu ngamuk lagi, bu Claire sedang ngumpulin semua pegawai bagian produksi dan dimarah-marahin sama dia, macam mana ni bang" ujar David Tarigan masih terengah melapor pada Arjoona Harristian, kepala divisi design dan produksi sekaligus ketua serikat pekerja pabrik elektronik Winthrop Electronics.
"Ngapain dia datang kemari, kenapa dia gak hubungin gue!" hardik Joona dengan suara tinggi.
"Entahlah bang, sekarang semua operasi produksi disuruh hentikan sama bu Claire" tambah David lagi. Arjoona yang mendengar langsung emosi dan akhirnya melemparkan kacamata dan kertas rancangan desainnya ke meja lalu keluar untuk menghampiri CEO baru mereka, Clairine Precious Winthrop.
Arjoona berjalan cepat dengan langkahnya yang besar ke arah hall pabrik tempat seluruh pusat produksi berada. Joona mendengus kesal melihat seluruh pekerja dikumpulkan hanya untuk diinterogasi oleh Claire mengenai kegagalan produksi pada model smart TV terbaru mereka.
Sambil menggeram, Joona berjalan melewati seluruh pekerja yang berkumpul dengan Claire berdiri di sebuah meja seperti seorang ratu. Claire memakai dress hitam ketat lengan panjang dengan rok sangat pendek dan sepatu pump warna senada. Sedangkan Arjoona terlihat tampan dengan kemeja berbalut jaket kulit hitam.
Mata hitam Joona yang marah akhirnya beradu dengan mata coklat hazel milik Claire yang berdiri sambil melipat kedua lengannya di dada. Tinggi Claire sekarang satu kali tubuh jangkung Joona karena dia sedang berdiri disebuah meja produksi.
"Tidak ada yang boleh mengumpulkan pekerja produksi tanpa ijin dariku, sekarang bubar semua!" teriak Arjoona pada seluruh pekerja yang berdiri di belakangnya.
"Aku CEO di perusahaan ini, aku yang berhak memanggil dan memecat siapapun yang aku mau" balas Claire dengan nada tinggi masih berdiri di atas meja di depan Arjoona.
"Kamu bisa datang sama aku, kenapa harus bikin produksi jadi berhenti seperti ini," hardik Arjoona dengan nada tinggi. Semua pekerja kini menonton perdebatan Arjoona dan Claire.
"Ngapain aku datang ke kamu? kamu pikir kamu penting, Sekarang hentikan semua produksinya,"
"Kamu gak bisa menghentikan produksi seenaknya, kamu sendiri yang sudah mengijinkan agar fitur diubah sekarang kamu minta berhenti," teriak Arjoona, darah rasanya sudah naik ke kepala.
"Iya, dasar semua pekerja ini aja yang gak becus, gak bisa kerja!" umpat Claire mematik kesabaran terakhir Joona.
Arjoona mulai kehilangan kesabaran, ia menarik lengan Claire memaksanya turun dari meja dengan cara menggendong pinggangnya. Semua mata terkejut melihat Arjoona dengan berani memaksa atasannya turun seperti itu.
"Turun, kamu memang gak punya sopan santun!" tarik Joona sambil menggendong tubuh Claire yang mungil dengan gampangnya.
"lepasin kamu memang kurang ajar Arjoona!" teriak Claire begitu ia diturunkan paksa.
"iya, aku memang kurang ajar, kamu mau apa, mau pecat aku!" tantang Joona dengan mata membesar pada Claire.
"Iya, kamu dipecat, aku benci sama kamu, semua pekerja kamu aku pecat semuanya," teriak Claire tidak mau kalah.
"Sini kamu!" Arjoona menarik pergelangan tangan Claire dengan paksa keluar dari pusat produksi ke arah kantornya. Semua mata memandang terbelalak, Arjoona benar-benar cari mati menarik atasan nya seperti itu. Claire terus melawan dan ingin melepaskan diri, tapi Arjoona lebih kuat menyeretnya naik ke kantornya untuk bicara, setidaknya itulah yang ia pikirkan.
Arjoona memasukkan Claire ke kantornya dan membanting pintunya. Ia melepaskan pegangannya pada Claire dan keduanya terengah.
"Kamu benar-benar kurang ajar," umpat Claire dengan wajah merah. Tapi ia tidak punya nyali menyerang Arjoona saat ini, Claire malah mundur hingga terdesak ke meja kerja Arjoona.
"Produk itu kamu yang turunkan specs nya, kenapa kamu malah minta pekerja itu yang harus tanggung jawab?" teriak Joona di depan Claire. Claire yang sudah kadung sangat marah balik berteriak pada Joona.
"Itu salah kamu produknya bisa gagal, pekerja kamu bisa kerja gak sih, apa fungsinya kamu jadi kepala produksi kalo kamu gak bisa atur anak buah kamu,"
"Dengar ya Claire, aku udah peringatin kamu jangan main-main dengan posisi kamu, aku sudah kasih kamu saran tapi kamu gak pernah mau terima,"
"Dasar kamu yang gak bisa kerja,"
"Cukup, Claire...jangan bikin aku marah," geram Arjoona dengan jarak yang semakin dekat pada Claire.
"Aku gak takut sama kamu, kamu pikir kamu siapa hah!" Arjoona yang terengah menatap Claire yang memandangnya dengan tatapan tajam yang sama pula.
"Jangan bikin aku gak bisa kendaliin emosiku Claire, jangan cari masalah denganku," Arjoona masih bersuara keras.
"Memangnya apa yang bisa kamu lakuin, dasar sampah!" Arjoona yang sudah tidak bisa mengendalikan dirinya langsung mencium bibir Claire dengan agresif. Arjoona sedikit mendorong tubuh Claire sambil menarik tubuh Claire ke arahnya. Kedua tangan Arjoona berada di punggung Claire menarik ia lebih dekat. Claire yang tidak sadar membiarkan Arjoona memberinya ciuman panas seperti itu. Tangan Claire malah meremas kemeja Joona di dadanya.
Ketika keduanya sadar, mereka saling melepaskan ciuman perlahan dengan wajah terkejut dan mata membesar. Arjoona benar-benar tidak sadar dengan apa yang sudah ia lakukan begitu pula dengan Claire. Keduanya masih berpandangan dengan tatapan aneh dan bersalah. Arjoona pun melepaskan kedua tangannya dan Claire sedikit mendorong Joona agar menjauh.
Claire masih setengah bingung ketika berjalan pelan ke arah pintu. Arjoona belum berbalik dan mereka masih saling membelakangi. Claire lalu keluar terburu-buru tanpa melihat lagi pada Arjoona. Arjoona lalu melepaskan nafas berat dan menengadahkan kepalanya sejenak.
"Shit, kenapa gue malah gak bisa ngendaliin diri?"