Claire masuk ke kamarnya sambil membanting pintu kamar karena kesal dan marah. Malam ini harusnya adalah malam pertamanya sebagai istri Arjoona Harristian. Dan Claire mengira jika ia dan Arjoona akan tinggal terpisah namun sepertinya Gerald tidak membiarkan Claire berbuat sesukanya.
"kan kakek sudah bilang, diperjanjian sudah ditulis jika kalian harus tinggal bersama," ujar sang kakek beberapa menit lalu dan Claire hanya bisa bengong. Ketika ia melihat Arjoona, pria itu pura-pura melihat ke arah lain. Ingin rasanya Claire mencekik Arjoona hingga ia mati.
"iiihh, aku benci banget sama cowok itu, kenapa sih aku bisa nikah sama dia," umpat Claire pada dirinya sendiri sambil menghentakkan kakinya. Mulai sekarang ia tidak akan bisa tidur dengan tenang atau berada dimana pun dengan aman. Arjoona akan memata-matai kemana pun ia pergi. Apa gunanya ia masih mempertahankan hubungannya dengan Louis jika Arjoona akan menguntitnya kemana pun? Ah Claire jadi merindukan kekasihnya. Mereka belum saling menelpon sama sekali hari ini.
Claire mengambil ponsel dan menswipe nomor Louis dan berharap pacarnya itu mau mendengar ceritanya. Namun Claire malah mengerutkan kening, Louis tidak mengangkat telponnya sama sekali. Claire menghubunginya sekali lagi namun tidak juga diangkat.
"Kemana sih kamu?" keluh Claire menurunkan bahunya dengan kecewa. Ia akhirnya menghempaskan tubuhnya di ranjang dan kembali menghentakkan kedua kakinya di udara dengan kesal.
Sementara Arjoona yang mendapat kamar di dekat kamar Claire duduk di meja dan menyalakan lampu baca. Ia mengambil kertas dan mulai menggambar. Malam ini adalah malam pertamanya tinggal di mansion Winthrop. Esok Gerald akan kembali ke Inggris untuk mengurus beberapa hal termasuk soal warisan Claire.
Entah apa yang dipikirkan oleh Arjoona, ia menggambar sesuatu yang belum pernah ia lakukan. Ia menggambar sesosok wanita, tangannya seolah bergerak dengan sendirinya dan terus membuat sketsa wajah.
Arjoona memiliki bakat menggambar dengan baik meski bukan seorang pelukis profesional tapi ia bisa mendesign dan merancang. Dan baru kali ini ia menggambar wajah seseorang. Lama kelamaan sketsa itu menunjukkan sosok siapa yang ia gambar.
"kok jadi malah mirip Claire sih?" keluh Joona sambil menggaruk kepalanya. Ia menghela nafas berat menghentikan menggambar. Malam ini harusnya jadi malam pertama nya sebagai pengantin baru. Tapi memangnya apa yang bisa ia harapkan dari hubungan seperti ini? ia bahkan tidak bisa menyentuh istrinya sendiri kecuali ia ingin melanjutkan hubungan mereka.
Arjoona meraba laci dan melihat akta nikah yang sudah ia tanda tangani tadi siang. Ia masih belum percaya kini ia sudah menikah. Ia masih melihat akta itu dan tersenyum perlahan.
"apa yang gue pikirin sih, ah Joona," gumamnya sambil menggeleng lalu berdiri meninggalkan akta nikah itu diatas meja dan menuju ranjang king size di kamar barunya. Arjoona tidak akan bisa tidur malam ini dan Claire pun begitu. Mereka terus bolak balik tanpa tau apa yang sedang dipikirkan di ranjang masing-masing.
Keesokan paginya, Arjoona yang terbiasa bangun pagi sudah siap hendak berangkat ke kantor ketika ia keluar berpapasan dengan Claire yang juga sudah rapi dan sedang memperbaiki antingnya.
Mereka sempat berhenti dan tertegun melihat satu sama lain. Rasanya aneh tiba-tiba tinggal bersama dengan kamar yang hampir berhadapan. Arjoona mendehem sambil menenteng tasnya. Ia berpakaian seperti biasa, kaos berbalut kemeja. Sedangkan Claire juga seperti biasa, memakai dalaman dress dengan rok diatas paha dan blazer, cantik dan seksi. Arjoona yang tiba-tiba merasa seolah ada panas mengalir ditubuhnya begitu melihat seksi dan cantiknya Claire pagi-pagi hingga mendehem untuk menetralisir perasaannya.
Claire langsung berjalan meninggalkan Joona dibelakangnya menuju meja hendak sarapan. Arjoona juga dipanggil oleh Gerald yang telah siap di meja menunggu kedua pengantin baru itu.
"kenapa kalian malu-malu, kalian boleh duduk berdekatan kok" goda Gerald begitu Arjoona mengambil tempat duduk satu kursi setelah Claire. Wajah Claire langsung merona mendengar kakeknya berbicara seperti itu sambil tersenyum. Sedangkan pelayan yang sedang menghidangkan makanan hingga terkikik sendiri mendengarnya. Claire harus mendelik barulah pelayan itu diam.
"kakek jadi balik hari ini?" tanya Claire memecah kekakuan. Gerald mengangguk dan tersenyum.
"selama kakek pergi, kalian harus akur dan Claire kamu harus menurut pada Arjoona" Claire hampir tersedak ludahnya sendiri mendengar hal itu.
"hah...ngapain Claire harus nurut sama dia?" sindir Claire sambil melihat pada Joona yang sedang asik memotong waffle. Seperti biasa ia pura-pura tidak mendengar.
"Claire, sekarang Arjoona adalah suami kamu, jadi kalian akan terus sama-sama dan saling membantu" Arjoona mendengus dengan nafas berat. Sedangkan Claire lebih ekstrem, ia langsung memasang wajah cemberut dan bibir manyun.
"kakek gak mau dengar kalian berantem atau semacamnya, satu lagi kakek gak mau kamu dekat-dekat Louis atau Keith lagi" Claire makin kesal dan ingin rasanya melemparkan piring. Arjoona melirik dengan ujung mata sambil tersenyum tipis.
"sekarang kakek mau berangkat dulu, Joona, aku titip Claire padamu, tolong jaga dia" ujar Gerald sambil tersenyum. Arjoona tersenyum dan mengangguk. Ia bangun dan hendak mengantar Gerald hingga ke mobilnya. Claire pun mau tidak mau ikut mengantar sang kakek ke lobi depan mansion.
Claire langsung memeluk sang kakek sebelum ia masuk ke mobil. Gerald yang selalu memanjakan Claire langsung mencium ubun-ubunnya sambil mengucek kepalanya. Arjoona yang melihat adegan itu tersenyum pelan, gadis itu kelihatan sangat manja pada kakeknya.
"kakek jangan lama-lama disana" Gerald membelai pipi Claire.
"sekarang kakek lebih tenang karena ada Arjoona yang menjaga kamu disini" Claire hanya mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Gerald lalu berbalik pada Arjoona dan memeluknya.
"jaga diri baik-baik" ujarnya sambil memeluk
"baik pak" Gerald menepuk pelan punggung Joona sebelum akhirnya ia merendahkan kepalanya dan masuk ke mobil. Gerald pergi sambil melambaikan tangan pada cucu dan cucu menantunya yang berdiri dilobi.
Setelah Gerald pergi, Claire membalikkan tubuhnya dan hendak kembali ke dalam. Ia melihat Arjoona dan senyumnya langsung hilang. Ia memicingkan mata melihat suaminya itu.
"jangan pikir aku bakal nurut sama kamu, gak akan" sembur Claire tiba-tiba. Ia lalu berbalik dan kembali masuk ke dalam. Arjoona yang melihat Claire menaiki tangga lalu tersenyum dan menggeleng. Ia pun mengikuti Claire untuk kembali masuk ke dalam.
Arjoona dan Claire tidak berangkat bersama. Mereka menaiki mobil terpisah agar tidak ada satupun pegawai di perusahaan yang tau tentang pernikahan mereka. Jarak mansion ke perusahaan tempat mereka bekerja lebih dekat daripada jarak dari rumah Joona. Sehingga Arjoona tiba 10 menit lebih awal dari biasanya.
Sedangkan Claire yang sejak semalam tidak bisa menghubungi Louis, mencoba lagi menghubungi kekasihnya itu. Telponnya masih berdering dan setelah beberapa kali mencoba barulah Louis mengangkatnya.
SEBUAH HOTEL.
Semalam adalah malam yang indah bagi Kenanga. Ia menyerahkan satu-satu nya hal ia jaga pada pria yang sudah lama ia incar. Semalaman mereka melakukan hubungan dan baru berhenti ketika Louis kelelahan dan Kenanga sudah mengantuk.
Bunyi getar ponsel yang berdering beberapa kali mulai membangunkan Louis yang melingkarkan lengannya pada Kenanga yang tidur di bahunya. Sambil membuka mata dan menyesuaikan dengan penerangan di ruangan, Louis mencoba kembali pada kesadarannya.
Dia langsung bangun dan menemukan Kenanga masih tertidur di lengannya tanpa pakaian dan hanya berbalut duvet. Louis yang kini duduk sambil memejamkan mata dan memegang kepalanya.
"apa yang udah gue lakuin?" gumamnya menyesal lalu mendengar lagi getaran ponselnya. Louis langsung bangun dan mencari dimana ia meletakkan telpon dan baru menemukannya di dalam saku jas. Sambil melingkarkan duvet di pinggang ia melihat ponsel itu dan memejamkan matanya. Claire sedang menelponnya, ia berhenti sejenak melihat layar ponsel. Setelah beberapa lama ia akhirnya mengangkat.
"sayang, kamu dimana dari semalam aku telpon kamu gak angkat-angkat?" Claire langsung mencerca Louis dengan pertanyaan sebelum ia mengucapkan apapun. Louis lalu berbalik dan menemukan Kenanga sudah bangun serta duduk di tempat tidurnya.
"ehhm, aku...a-aku sedang ketemu temen semalam" jawab Louis berbohong sambil melihat Kenanga dengan pandangan bersalah.
"tapi kan kamu bisa kirim pesan kalo sedang sama teman kamu, aku pikir kamu kenapa-kenapa" balas Claire dengan nada kuatir.
"aku gak papa sayang, semalam aku langsung tidur jadi gak ingat ngasih tau kamu"
"oh ya udah gak apa, kamu jangan telat ya kita ada meeting jam 9 nanti" ujar Claire lagi mengingatkan. Louis menggaruk rambut belakangnya setelah berbohong pada Claire.
"iya, aku berangkat sekarang"
"oke, love you baby"
"love you too" balas Louis dan Claire menutup telponnya. Louis menghela nafas berat dan mengurut tekuknya dengan wajah cemas.
"kenapa Lou" tanya Kenanga melihat wajah cemas Louis.
"kamu masih tanya kenapa, kita udah ngelakuin hal yang seharusnya gak kita lakuin" Kenanga melihat Louis dengan kening berkerut.
"bukannya semalam kamu yang ajak aku kemari" Louis mengangguk
"oke aku memang salah, tapi semalam aku sedang mabuk, harusnya kamu menghentikan aku," balas Louis menaikkan nada bicaranya.
"kok jadi aku yang salah, kita ngelakuin ini sama-sama Lou" Louis mendengus kesal dan masuk ke kamar mandi. Ia memungut pakaian nya dan tidak mau menjawab Kenanga lagi.
Kenanga jadi makin kesal karena sikap Louis jauh sekali berbeda dengan semalam. Ia begitu manis semalam dan kini jadi dingin pada Kenanga.
Louis tidak membutuhkan waktu lama untuk bersiap dan Kenanga masih menunggu dengan balutan duvet duduk di sofa.
"ayo siap-siap kita harus ke kantor" Kenanga malah tidak mau bergerak dari sofa dan mulai mengambek.
"apa lagi Kenanga?" Louis mendecak dan mulai kesal.
"dengar ya Lou, aku udah nyerahin semua ke kamu jadi kamu gak perlu jadiin aku sebagai tameng kemarahan kamu, kamu yang ngerayu aku jadi kenapa aku yang salah," Louis mendengus kesal dan meletakkan kedua tangannya di pinggang.
"kita bahas ini nanti aja, hari ini kita ada meeting jam 9, Claire udah nungguin, kita harus berangkat sekarang atau dia akan curiga kenapa kita berdua belum datang" Kenanga makin kesal. Dirinya tidak ditanggapi sama sekali.
"yang kamu pikirin cuma perasaan Claire, kamu gak pernah mikir perasaanku"
"please kita bahas ini nanti aja oke"
"fine, tapi awas kalo kamu kabur" Louis mengangguk dengan kesal dan mulai memasang dasinya. Kenanga pun akhirnya bangun dari sofa menuju kamar mandi untuk bersiap-siap.
Kenanga dan Louis terpaksa berangkat bersama ke kantor namun sebelum sampai Louis malah menurunkan Kenanga dekat gerbang kantor dengan alasan agar tidak ada yang curiga pada mereka. Kenanga jadi makin kesal karena tingkah Louis yang pengecut.
"please Kenanga, I'll make it up for you, I promise"
"gimana cara nebusnya, coba?" tantang Kenanga dengan wajah kesal.
"aku akan lakuin yang kamu mau oke, tapi sekarang tolong aku gak mau ada yang curiga, please" Kenanga tidak mau berdebat lagi dan segera keluar dari mobil Louis. Louis pun langsung pergi dan masuk ke gerbang menara Winthrop. Kenanga yang makin kesal hanya bisa menelan ludah pahit. Ia terpaksa berjalan kaki hingga ke lobi depan perkantoran itu.
Begitu Louis bertemu dengan Claire, Louis seolah tidak pernah berbuat apapun semalam. Ia bersikap biasa saja pada Kenanga dan sangat perhatian pada Claire. Kenanga yang melihat hingga mengepalkan tangannya beberapa kali. Arjoona masuk dan melihat Claire malah berbicara dengan sangat akrab pada Louis. Ia pun mendehem keras sehingga keduanya sedikit terpisah.
Louis melihat Joona seolah ingin membakarnya dan Arjoona tidak memperdulikannya sama sekali. Meeting lanjutan untuk produk baru itu berlangsung baik awalnya hingga Claire dan Arjoona mulai berdebat.
"gak, aku udah bilang berkali-kali sama kamu Arjoona turunin fiturnya biar ongkos produksinya gak naik," Arjoona hingga mengibaskan tangannya ke samping.
"kecuali kamu mau produk gagal oke"
"apa maksud kamu?"
"tanya sama semua manager disini, kita sudah dapat penghargaan sebagai produk yang paling banyak dicari pelanggan tahun lalu dengan produk ini, sekarang kamu mau aku turunin specs nya, kamu mabuk ya?" mata Claire langsung terbelalak. Semua peserta meeting melebarkan mata dengan keberanian Arjoona menentang atasan mereka.
"kamu jangan kurang ajar ya"
"aku gak akan ngomong seperti itu kalo kamu punya alasan yang jelas selain ongkos produksi" ujar Arjoona ngotot. Claire paling tidak suka dikonfrontasi dan Arjoona memang selalu punya nyali terus-terusan menantang Claire.
"kamu bisa gak sih jangan menentang aku terus" Claire mulai terdengar marah
"aku akan menentang rencana yang gak masuk akal macam ini, setidaknya fitur produk masih sama kita hanya harus mengubah design tapi kalo sampe harus nurunin kualitas maaf aku gak bisa kerja seperti ini" Claire benar-benar tidak bisa lagi melihat putih atau warna lain. Semuanya jadi hitam dan benci.
"keluar kamu dari sini!" usir Claire untuk Arjoona di depan semua orang. Arjoona yang tidak mau harga dirinya diijak lebih lama oleh wanita itu langsung mengangguk.
"baik, jangan panggil aku lagi kalo ada masalah dengan produksi, kalian kerjakan semua sendiri" balas Arjoona marah mengambil dokumennya dan langsung keluar dari ruangan itu. Seorang manajer hendak menghalangi Joona pergi, alasannya kuat bahwa jangan pernah meremehkan Arjoona. Dia bisa membuat seluruh operasi pabrik berhenti seketika, seluruh pekerja ada di belakangnya. Dan mereka sangat menghormati Arjoona.
"Bu Claire tolong jangan emosi, kita sangat butuh pak Arjoona" ujar seorang manager mencoba menenangkan Claire.
"gak, kita gak butuh dia" hardik Claire hendak melanjutkan meeting. Para manager berpandangan, mereka mulai khawatir dan takut. Sedangkan Louis tersenyum kemenangan melihat Arjoona yang diusir Claire dari ruang meeting. Meeting itu tetap berlangsung tanpa kehadiran Arjoona yang kembali ke pabrik dengan wajah kesal.
Seorang pekerja yang menyapa Joona hingg bertanya mengapa ia terlihat sangat kesal dan marah.
"gak pak, saya baik-baik aja kok" Arjoona mencoba menghindar sambil mengatur nafasnya.
"mas Joona jangan pendam sendiri masalahnya, masalah mas Joona masalah kita semua"
"saya masih bisa ngatasinnya kok pak" namun pekerja yang sudah berumur hampir 50 tahun itu masih mendesak Joona. Hingga akhirnya Joona menceritakan yang terjadi di ruang meeting.
"ah ini mah udah keterlaluan, masa kita harus tekan ongkos produksi dengan nurunin kualitas" Arjoona tidak menjawab dan masih berfikir apa yang harus ia lakukan untuk menghadapi Claire.
"tolak mas Joona jangan mau"
"karena saya gak mau makanya saya diusir dari ruang meeting" mata pekerja itupun membesar.
"wah ini namanya udah otoriter ga bisa dibiarin, reputasi produk bisa hancur kalo gini, udah bagus-bagus kok mau diubah sih," gerutu pekerja itu lagi. Sudah ada beberapa orang yang mulai berkumpul di dekat Arjoona dan menanggapi hal yang sama.
"mas Joona tenang aja, kalo perlu kita demo" Arjoona melepas nafasnya dengan berat dan menggeleng.
"jangan, demo gak akan menyelesaikan masalah, biar saya yang hadapi CEO itu"
"tapi kalo dia menghina mas Joona kami gak terima" seluruh pekerja mulai protes dan mulai mengeluarkan pendapat mereka. Semua berbicara dan hendak bergerak ke dalam kantor. Arjoona pun mulai menahan mereka agar tidak terjadi keributan.
"tolong jangan ada yang kesana, saya yang akan selesaikan masalah ini, semuanya kembali bekerja seperti biasa, saya yang akan tanggung jawab" ujar Arjoona menenangkan, dan para pekerja akhinya kembali pada pekerjaannya masing-masing. David yang juga ikut melihat dan menghampiri Arjoona untuk bertanya keadaannya.
"abang yakin mau hadapi ibu Claire?" Arjoona tidak menjawab dan hanya mendengus.
"gimana semuanya?" tanya Arjoona bertanya soal pengawasan produksi.
"seperti yang udah abang perkirain, manajer teknis tadi datang temuin aku buat nyuruh ubah specs nya, aku bilang aku tanya abang dulu, dia bilang perintah langsung dari ibu Claire" Arjoona yang mendengar makin geram.
"jangan kasih tau pekerja dulu, kerjakan seperti rencana awal gak ada perubahan"
"terus abang gimana?"Arjoona mengangguk
"dia mau ngajak perang, oke gue ladenin" geram Joona sambil pergi ke kantor CEO.
"bang...bang Arjoona" panggil David dan tidak digubris sama sekali oleh Arjoona.
Arjoona benar-benar sudah dipuncak kekesalannya. Ia langsung naik ke kantor CEO tanpa bertanya apakah Claire ada di ruangannya atau tidak. Dan tanpa mengetuk pintu Arjoona yang kesal lalu masuk dan menemukan hal yang makin membuatnya marah.
"Apa apaan ini!" teriak Joona begitu ia menutup pintu. Claire sedang berciuman dengan Louis sambil Claire duduk di atas meja. Sesungguhnya agak aneh jika Arjoona langsung marah, tapi ia benar-benar mendalami perannya sebagai suami dengan baik. Ia langsung mendidih melihat istrinya berciuman dengan pria lain yang seharusnya sudah jadi mantan pacarnya.
Arjoona langsung berjalan cepat meraih kerah jas Louis dan menghajar wajahnya. Louis hingga terpental ke belakang dan dimulailah perkelahian yang hampir tidak bisa dilerai oelh Claire.
"Apa apaan lo pukul gue!" teriak Louis
"Dasar brengsek, ngapain lo cium istri gue" Louis malah menertawai Arjoona yang yang menggeram marah.
"istri? Lo cuma suami kontrak" Arjoona langsung meraih kerahnya lagi dan mendesis.
"gue gak mau liat muka lo lagi dekat-dekat istri gue atau gue hancurin kepala lo" ancam Arjoona dan menghempaskan Louis dengan kuat. Tenaga Arjoona ternyata bukan tandingan Louis yang bahkan tidak bisa balik mencekal Arjoona.
"cukup, jangan berkelahi!" Claire mencoba memisahkan. Arjoona yang benar-benar sangat kesal, ia lalu menarik pergelangan tangan Claire ke arah belakang tubuhnya.
"keluar lo dari sini, sebelum gue bikin lo babak belur" Joona mengancam lagi sambil terus mendorong Louis di lehernya. Louis benar-benar terdesak keluar tapi ia tidak mau menyerah.
"lo gak bisa ngusir-ngusir gue, emangnya lo siapa, ini kantor Claire" bantah Louis sambil berteriak.
"gue suaminya dia, pergi lo dari sini, sebelum gue bener-bener marah dan matahin semua tulang lo" usir Arjoona, ia benar-benar sangat menakutkan jika marah. Claire yang melihat dan takut jika terjadi sesuatu pada kekasihnya akhirnya menyuruh Louis untuk keluar.
"Lou tolong keluar ya" pinta Claire dengan sebelah tangannya masih dicekal Joona. Pergelangan tangannya mulai sakit, pasti meninggalkan memar nantinya.
"please tolong," pinta Claire lagi, dia tidak ingin terjadi keributan yang akan menarik banyak perhatian orang. Louis akhirnya mengangguk dan keluar tapi sebelumnya ia malah mengancam Arjoona lagi.
"gue akan bikin perhitungan sama lo!" Arjoona tidak menjawab dan malah melihat mata Louis dengan tatapan menantang. Louis pun akhirnya keluar dari ruangan Claire dengan wajah marah.
Claire yang pergelangan tangannya di cekal oleh Arjoona mulai hendak melepaskan diri.
"lepasin, aahh kamu nyakitin aku Arjoona" setelah Louis keluar Arjoona berbalik dan menoleh pada Claire yang kesakitan. Ia baru melepaskan pegangannya setelah beberapa saat.
"itu hukuman untuk istri yang selingkuh" geram Arjoona kesal. Sambil memegang pergelangan tangannya yang sakit, Claire memandang Arjoona dengan marah.
"kamu mau apa sih?" teriak Claire kesal, sakit dan marah.
"kamu berani ciuman sama laki-laki lain dikantor, kalo aku gak datang kamu mungkin udah tidur sama dia" Claire mendorong tubuh Arjoona dengan kesal.
"kamu pikir aku semurahan itu hah!"
"lalu kalo gak murahan apa namanya" balas Joona berteriak.
"bukan urusan kamu aku ciuman sama siapa"Arjoona makin naik darah mendengar Claire yang terus mematik emosinya.
"kamu istriku Claire, kamu bilang itu bukan urusanku" Claire melihat Arjoona yang makin mendekat dengan kening berkerut.
"kita cuma menikah diatas kertas Arjoona"
"terserah, diatas kertas pun kamu tetap istriku, jadi jaga sikap kamu"
"kamu memang brengsek!" umpat Claire pada Joona lagi
"yang brengsek itu pacar kamu yang cium istri orang lain, kalo kamu mau ciuman sama laki-laki kamu tinggal bilang sama aku, aku bisa cium kamu kapanpun kamu mau" Claire langsung marah dan mendorong Arjoona lagi tapi kali ini kedua pergelangan tangannya ditangkap Joona.
"jangan buat aku marah Claire, kamu harus bisa jaga sikap sebagai seorang istri"
"gak usah atur-atur aku!" balas Claire tanpa takut. Arjoona benar-benar lepas kendali, gadis itu sudah membuat ia benar-benar marah dan ... cemburu.
"jangan pernah cium laki-laki lain selama kamu masih terikat pernikahan denganku, ngerti!" bentak Joona lagi. Wajahnya kini lebih dekat dari yang seharusnya dan Claire tidak membantu menenangkan Joona sama sekali.
"aku bisa cium siapapun yang aku mau dan itu bukan urusan kamu"
"oh kamu mau ciuman, aku bisa kasih!" Arjoona langsung mencium dan mengulum bibir Claire hingga mengigitnya lembut. Claire yang terkejut hanya bisa membuka mata selama Arjoona mengulum bibirnya. Beberapa detik kemudian Arjoona seolah sadar dengan apa yang telah ia lakukan, perlahan ia melepaskan bibirnya pada Claire. Dan Claire yang sempat terdiam dengan cepat melepaskan diri dan menampar Arjoona.
Waktu seolah berhenti ketika keduanya bertatapan setelah ciuman dan tamparan Claire. Arjoona terdiam dan tidak tau harus berkata apa begitu pula dengan Claire. Arjoona hanya menyentuh sekilas pipinya yang ditampar oleh Claire tanpa bicara apapun. Ia menelan ludahnya beberapa kali sebelum berjalan mundur dan berbalik meninggalkan Claire yang masih setengah terengah. Arjoona berjalan keluar dari ruangan CEO seperti tersihir. Sedangkan Claire begitu ditinggal Arjoona langsung mencari pegangan dan terduduk disudut meja kerjanya. Jantungnya seperti hendak copot, berdetak begitu kencang hingga dia tidak bisa bernafas.
Apa yang terjadi padaku – gumam Claire dengan wajah bingung.