Seorang wanita cantik dengan penampilan sangat menarik berjalan masuk ke gedung perkantoran perusahaan Winthrop Electronics. Ia berjalan dengan anggun dan percaya diri. Beberapa mata pria yang melihat langsung berhenti untuk melihatnya masuk ke dalam lift utama.
Keluar dari lift, wanita itu berjalan kembali menuju ruang CEO yang terletak diujung sebelah kanan. Ia tidak meminta ijin pada sekretaris CEO untuk masuk dan langsung membuka pegangan pintu begitu ia berada di depan.
Claire terlihat sedang memeriksa beberapa dokumen ketika wanita itu masuk ke ruangannya.
"selamat pagi ibu CEO yang cantik," Claire langsung tersenyum begitu menaikkan pandangannya.
"hai Kenanga, akhirnya kamu datang juga," ujar Claire sambil berdiri dan menghampiri wanita yang bernama Kenanga itu. Claire langsung memeluk dan mencium kedua pipi Kenanga.
"gimana penampilan ku, aku udah oke kan?" ujar Kenanga sambil berputar dan berpose centil di depan Claire. Claire tergelak dan mengangguk.
"udah siap banget, kalo gitu aku tunjukkin ruangan kamu," Kenanga mengangguk dan berjalan bersama Claire. Claire keluar bersama Kenanga dan membawanya ke sebuah ruangan yang baru ditata menjadi sebuah kantor yang rapi dan mewah.
"wow, jadi ini kantor general manajer ya, hhmm oke, aku suka" ujar Kenanga senang sambil berputar mengelilingi kantor itu.
"iya sekarang ini kantor kamu dan posisi kamu adalah general manager di perusahaan ini" Kenanga mengangguk senang dan tersenyum.
"oh ya, aku dengar Louis juga disini?" Claire mengangguk sambil tersenyum.
"iya dia aku kasih posisi chief technical" Kenanga tersenyum dan masih melihat-lihat isi kantornya.
"oh ya Kenanga aku harus periksa beberapa dokumen dulu, gak apa kan kalo aku tinggal, job desk kamu ada di atas meja, kalo ada apa-apa kamu tinggal hubungi aku,oke" Kenanga mengangguk sambil tersenyum.
"oke, enjoy and welcome aboard" ujar Claire lalu berjalan berlalu kembali ke kantornya. Kenanga masih tersenyum hingga setelah Claire pergi senyumannya pun hilang. Ia memandang sinis pada beberapa design di kantor itu.
"hhmm kira-kira Louis ada diruangan mana ya?" gumamnya sambil berjalan pelan ke arah pintu. Kenanga celingukan ke kanan dan kiri memastikan agar tidak ada yang memperhatikan ia keluar mencari ruangan Louis Pradipta Olsen, chief technical manager sekaligus kekasih Claire.
Begitu ia menemukan ruangan Louis, ia langsung mengetuk pintu dan masuk perlahan. Louis yang melihat Kenanga langsung tersenyum tipis sementara Kenanga tersenyum sangat manis pada Louis.
"Hi Lou, apa kabar kamu?" tanya Kenanga sangat ramah pada Louis
"baik, kayak biasa, kamu sendiri udah masuk sekarang?" Kenanga mengangguk tersenyum sambil menaikkan alisnya.
"ruangan kita sebelahan lho," Kenanga masih dengan mode genitnya dan Louis hanya menanggapi dengan mengangguk.
"aku masih banyak kerjaan Kenanga" ujar Louis mengusir halus Kenanga dari ruangannya.
"oh kalo kamu perlu aku, aku siap untuk kamu di sebelah, oke" Louis hanya mengangguk saja sambil masih melanjutkan pekerjaannya. Ia tidak memandang Kenanga sama sekali. Kenanga akhirnya keluar dari ruangan Louis dengan sedikit kecewa karena Louis yang memperlakukannya dengan dingin.
Kenanga Rinjani adalah teman dekat Clairine Winthrop dari bangku kuliah. Keduanya berteman baik sejak pertama kali bertemu di bangku kuliah hingga Claire menyelesaikan studi managemen nya di universitas beberapa bulan sebelum ia diangkat menjadi CEO oleh kakeknya.
Kenanga bukan berasal dari keluarga kaya tapi ia juga tidak miskin. Keluarganya berkecukupan meski tidak sekaya Claire. Meskipun demikian, Claire sangat menyayangi Kenanga. Masalah baru muncul ketika Louis hadir ditengah kehidupan Claire.
Kenanga diam-diam menaruh hati pada Louis yang memilih Claire menjadi kekasihnya. Claire memiliki segalanya, ia bule dengan perawakan sangat cantik. Meski tidak tinggi semampai tapi Claire punya fisik yang sangat menarik. Berbeda dengan Kenanga yang meski tidak secantik Claire, ia punya kecantikan khas Indonesia dengan kulit kuning langsat dan rambut hitam yang lembut.
Sejak Kenanga menyukai Louis, ia berusaha untuk menarik perhatian Louis dibelakang Claire. Dan belakangan Kenanga jadi semakin sinis pada Claire tapi dia menutupinya dengan baik. Sedangkan Claire yang sedikit polos tidak mengetahui jika teman baiknya sedang menunggu kesempatannya datang.
Arjoona melepaskan nafas berat membaca klausul-klausul perjanjian pernikahan kontrak yang diberikan Gerald Winthrop padanya. Ia meremas rambutnya dan mengantukkan dahinya ke meja setelah tak sanggup lagi berfikir.
Ia bangun kembali dan menegakkan kepalanya kembali. Lalu membuka dan melihat lagi lembaran pernikahan kontrak itu.
"aku mau menikah dengan perempuan yang aku cintai, bukan seperti ini," gumam Arjoona sambil melepaskan nafas berat. Ia mengurut tekuknya sambil memejamkan mata. Tak lama terdengar David masuk ke ruangannya, Arjoona membereskan dan menutup dokumen itu lalu bersikap seperti biasa.
"bang, ini ada laporan tentang barang yang minta diubah fiturnya sama tim produksi, perlu persetujuan abang katanya," ujar David berdiri di samping Arjoona. Arjoona mengambil dokumen yang diberikan David dan memeriksanya. David sedikit mengerutkan kening melihat ada sebuah dokumen lain di depan Arjoona tapi ia tidak menanyakan lebih lanjut. David mengambil kursi dan duduk di sebelah Arjoona menunggunya mencoret beberapa design yang tidak ia setujui. Tak berapa lama, Arjoona memberikan kembali dokumen itu pada David, tapi ketika David melihat ekspresi Arjoona yang tidak bersemangat ia pun tidak tahan untuk bertanya.
"abang sakit ya?" tanya David memandang Arjoona dari samping. Joona menggeleng dan menghela nafas.
"trus kenapa abang kelihatan sedih, abang ada masalah ya?" Arjoona memandang David dan berfikir. Haruskah ia memberitahukan pada David masalah yang sedang dihadapi nya atau tidak?
"kenapa abang liat aku macam itu?" Arjoona tersenyum tipis.
"David, kalo lo punya kesempatan untuk nikah lo bakal pilih perempuan seperti apa?" David terlihat berfikir sejenak
"ah kalo aku bang yang penting dia setia, tapi kalo dia cantik aku juga mau, cuma itu bukan yang paling utama, yang paling penting dia setia" David menjawab dengan percaya diri sebelum akhirnya ia mengerutkan keningnya.
"tunggu dulu, kenapa abang nanya soal nikah, abang mau nikah?" Arjoona tersenyum tipis dan menggeleng. David mengangguk ragu
"trus kenapa abang nanya?" Arjoona harus mencari jalan keluar dari pertanyaan David padanya.
"temen gue di pub ada yang punya masalah, jadi gue kepikiran" jawab Arjoona berbohong. David mengangguk mengerti.
"dia dijodohin tapi dia gak suka perempuan itu, cuma masalahnya gimana cara nolaknya, dia punya hutang budi sama orang tua si cewek" David membulatkan mulutnya dan mengangguk beberapa kali mengerti.
"hhmm itu masalahnya, susah juga sih bang karena nikah itu kan harusnya sekali seumur hidup ya, dan akan lebih baik sama orang yang kita cintai supaya langgeng" Arjoona mengangguk pelan namun rasa penasaran David belum berakhir.
"kenapa jadi abang yang kepikiran, kan masalahnya bukan sama abang?" Arjoona harus mencari jalan untuk menghindar, David bukan orang yang menyenangkan jika ia sedang penasaran. Dia bisa bertanya terus tanpa henti dan itu merepotkan.
"oh, kita makan siang udah jam satu ya, yok" ujar Arjoona mengalihkan pembicaraan. David mengerutkan keningnya namun tetap mengikuti langkah Arjoona keluar dari ruangan. David mencoba menepis penasarannya dengan tidak lagi memikirkan apa yang dikatakan oleh Arjoona.
Selama jam makan siang, Arjoona terlihat pendiam dan melamun beberapa kali. David yang menyadari lalu memegang lengan Arjoona membangunkan lamunannya.
"Bang, masih mikirin soal yang tadi?" Arjoona yang terkejut hanya bisa tersenyum tipis dan melanjutkan makan. David lalu mendekatkan kursinya di samping Joona.
"makku pernah cerita sama aku, kalo dia dan almarhum bapak nikahnya dijodohin, mereka tidak suka satu sama lain awalnya tapi setelah menikah cinta itu datang, bahkan sangkin setianya, bapakku sudah meninggal 10 tahun lalu pun dia gak menikah lagi, so siapa yang tau iya kan?" ujar David setengah berbisik sambil tersenyum. Arjoona yang mendengar kemudian tersenyum dan mengangguk pelan.
"bilang sama teman abang di pub itu, coba kenal dulu mungkin perempuan itu gak sejelek yang ia kira, kecuali dia udah punya pacar" Arjoona menghembuskan nafas berat perlahan tapi ia tetap mengangguk pelan.
"makasih David, atas sarannya" balas Arjoona masih tersenyum. David mengangguk sekali lalu meneruskan makan. Ia kemudian menolehkan wajahnya dan melihat pujaan hatinya tengah tertawa riang bersama beberapa orang temannya. David pun menyikut pelan lengan Arjoona.
"penderitaanku adalah aku malah naksir cewek yang gak suka sama aku, lebih enak dijodohin bang, gak susah-susah aku cari" bisik David dan diberi senyuman manis oleh Arjoona. Arjoona ikut melihat sebentar pada arah pandangan David dan menemukan Mutiara melihat Arjoona sambil tersenyum menggoda.
"dia sedang liat lo?" David yang sumringah di samping Arjoona dan langsung melambai pada Tiara. Tapi senyum Tiara yang dia maksudkan untuk Arjoona langsung menghilang dan diganti dengan wajah cemberut. David langsung lemas dan menoleh pada Arjoona.
"Liat kan bang, bukan aku yang dia maksud, ah abang dibilang gak percaya sih" Arjoona tergelak dan meminum airnya. Arjoona masih meneruskan makan siangnya dengan David ketika seorang pegawai menyentuh bahunya dari belakang.
"pak, ibu Claire manggil bapak ke ruangan CEO sekarang" ujar pegawai itu setengah berbisik. Arjoona mengerutkan keningnya begitu pula dengan David.
"ada perlu apa dia?" pegawai itu menggeleng
"gak tau pak, saya dititip pesan sama sekretarisnya, katanya penting" ujar pegawai itu lagi. Arjoona mengangguk lalu tersenyum tipis.
"ada apa bang?" Arjoona menggeleng sambil mengatupkan bibirnya.
"gue kesana dulu" David mengangguk melihat Arjoona berdiri membawa piring bekas makannya dan mengembalikan ke kantin sebelum ia mencuci tangan dan keluar.
Arjoona berjalan ke luar pabrik dan menuju arah gedung perkantoran tepatnya ruang CEO. Tiba di depan ruangan CEO, Arjoona mengetuk pintu dan terdengar suara wanita menyuruhnya masuk. Terlihat dua orang wanita tengah berdiskusi di meja CEO. Satu adalah Claire dan satu lagi wanita yang belum dikenal Joona. Ketika Claire melihat Arjoona masuk ia bahkan tidak menyuruh nya untuk duduk.
Wanita yang berbincang bersama Claire lalu menaikkan pandangannya dan melihat Arjoona sambil menaikkan alisnya. Ia lalu tersenyum pada Arjoona dan Arjoona membalasnya dengan sopan. Wanita itu mendekati Joona dan memperkenalkan diri.
"Namaku Kenanga Rinjani, aku sahabat CEO Claire sekaligus General Manager baru" ujar Kenanga memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya. Arjoona menyambut jabat tangan itu dan memperkenalkan diri.
"Arjoona Harristian, kepala divisi design dan produksi, senang bertemu anda" jawab Arjoona sambil tersenyum. Terlihat dua lesung pipi yang sangat kentara dan menarik perhatian Kenanga.
'ah gak jelek, dia ganteng juga' pikir Kenanga sebelum ia pamit keluar.
Setelah Kenanga keluar Claire terlihat tidak memperdulikan Arjoona sama sekali dan itu membuat Arjoona heran.
"Ada apa kamu panggil aku kemari?" tanya Arjoona dengan nada setengah ketus. Claire melihat Arjoona dengan tatapan benci lalu langsung melempar sebuah map dokumen ke depan mejanya.
"itu design kamu, kamu bisa mendesign gak sih sebenarnya?" Arjoona mengerutkan keningnya.
"kalo kamu gak bisa kerja harusnya kamu tau diri dan langsung mengundurkan diri" hardik Claire lagi dengan nada tinggi. Arjoona melepaskan nafas kesalnya dan mendekati meja Claire lalu mengambil dokumen yang dilemparkannya.
Arjoona membuka map itu dan langsung mengerutkan keningnya, ia membalikkan dokumen itu dan balik bertanya.
"apa ini, kenapa di coret kayak gini?" Joona mulai meninggikan suaranya.
"itu design dan ide paling jelek untuk alat pembersih lantai" Arjoona mendengus kesal. Design yang sudah disetujui oleh tim produksi dan CEO sebelumnya malah dibatalkan Claire sepihak dan ia membubuhkan tanda silang besar di cetak biru resmi design tersebut.
"ini sudah disetujui oleh CEO sebelumnya kenapa malah diginiin" semprot Arjoona mulai emosi.
"tapi sekarang aku CEO disini" balas Claire sambil berdiri dan menantap Joona seolah menantangnya berkelahi. Arjoona menggeleng tidak percaya.
"kalo kamu gak setuju design nya, kita bisa diskusi bukan gini caranya, yang kamu coret ini adalah cetak biru resmi, ini dokumen resmi"
"aku gak perduli, aku tolak semua design yang kamu bikin"
"APA?! Apa maksud kamu?" suara Joona sudah tinggi dan ia benar-benar telah emosi. Claire benar-benar membuatnya hilang kendali.
"kamu dengar aku, aku tolak semua design produk yang sudah kamu buat yang akan diproduksi saat ini" Arjoona langsung mendekat dan membanting map itu dengan keras di depan Claire.
"semua design yang sudah aku buat sudah disetujui dalam semua tahapan meeting design dan produksi, kamu gak bisa ngebatalin seenaknya, produksi pabrik bisa terhambat gara-gara ini, kita bahkan udah terlambat untuk pengiriman impor ke Malaysia untuk produk ini" Claire melipat kedua lengan di dadanya dengan angkuh
"aku gak perduli, semua design sekarang harus lewat persetujuanku, buat semua design baru dan kasih ke aku dalam 24 jam kalo ga kamu dipecat" Arjoona membuka mulutnya. Gadis ini bahkan jauh lebih muda darinya dan tidak memiliki rasa hormat sedikitpun pada Arjoona yang jauh lebih tua darinya. Arjoona mengangguk mengerti, ia hanya mencari alasan untuk perang dan bisa memecat Joona.
"dengar Claire, tidak ada design yang berubah, aku baru diskusi sama kamu kalo ada design produk baru dan itu baru bulan depan sesuai rencana perusahaan, untuk ini aku gak akan ubah design apapun, kamu mau terima atau gak itu urusan kamu" Arjoona sudah di puncak kemarahannya dan benar-benar tidak bisa menolelir lagi CEO di depannya itu.
"kamu berani menentang aku, aku CEO di perusahaan ini, lakukan semua yang kau perintahkan" Claire makin meninggikan suaranya.
"CEO pun ada aturannya ga sembarangan bisa ambil keputusan, kalo kamu gak bisa duduk di kursi pimpinan suruh orang lain yang memimpin jangan ambil keputusan seenaknya kayak gini"
"kamu benar-benar gak tau diri, kamu itu bawahanku aku bisa pecat kamu kapan aja" Arjoona sudah tidak perduli lagi pada posisinya. Ia sebenarnya tengah memikirkan kemungkinan untuk menerima kontrak pernikahan itu tapi sepertinya keputusannya salah.
"silahkan kalo kamu mau pecat aku, pecat aku sekarang!" tantang Joona dan Claire yang marah mengusir Joona keluar dari kantor nya.
"kamu dipecat, keluar kamu sekarang!" Arjoona yang sangat marah dengan mata membara langsung keluar ruangan Claire tanpa permisi dan membanting pintu.
"ah, dasar laki-laki sialan!" umpat Claire sambil melempar dokumen design di depannya ke lantai dekat pintu masuk. Ia langsung mengambil telpon kantor dan menelpon sekretarisnya agar menyiapkan surat pemecatan tidak hormat untuk Arjoona. Begitu mendengar perintah Claire yang sedang emosi, sekretaris Claire yang bernama Anggi langsung kaget dan ketakutan. Ia akhirnya menelpon Steven Juliandra, CEO sebelumnya meminta pendapatnya.
"jangan lakukan apapun yang diminta nona Claire, saya akan bicara sama bapak dulu" ujar Steven dari sambungan telpon
"baik pak" jawab Anggi lalu menutup panggilan sambil melihat keluar ruangan. Tak berapa lama Anggi kembali dihubungi oleh Claire menanyakan mengenai surat pemecatan itu dan tepat Claire malah ditelpon oleh kakeknya, Gerald Winthrop.
"kenapa aku gak bisa mecat dia, dia udah kurang ajar kek" ujar Claire dengan nada kesal dan tinggi di ponselnya.
"Claire, Arjoona itu adalah enginer yang genius, jika kita kehilangan dia, perusahaan kita yang rugi" Gerald mencoba menjelaskan
"Genius apanya, gambarnya aja jelek gitu, lagipula diluar sana banyak kan designer dan enginer yang lebih pinter dari dia," protes Claire
"gak ada yang seperti Arjoona Harristian, dia sudah 8 tahun kerja di perusahaan kita, jangan pernah pecat dia"
"kek..."
"jangan membantah Claire, tidak ada yang boleh memecat Arjoona Harristian sampai kapanpun, lagipula dia calon suami kamu," Claire makin kesal mendengar kalimat terakhir kakeknya.
"gak, aku gak akan mau nikah sama dia kek" teriak Claire dengan kesal.
"Claire, suka atau gak kamu akan tetap nikah dengan Arjoona" Claire mulai meringis makin marah
"gak kek, tolong jangan paksa aku nikah sama dia, please..."
"no, ini perintah" mata Claire membesar melihat Louis sudah berdiri di depannya mendengar semua pembicaraannya dan kakeknya.
"halo...halo Claire, precious kamu masih disitu?" sambungan telpon langsung dimatikan oleh Claire begitu ia melihat Louis di depannya.
"apa maksudnya kamu akan nikah, kamu mau nikah sama siapa?" tanya Louis dengan wajah marah dan melipat kedua tangannya di depan dada.
Arjoona kembali ke ruangannya sambil membuka ID card dan membantingnya kesal ke meja. David yang kebetulan berada di ruangan Arjoona sedang menyusun dokumen terkejut melihat kemarahan Joona. Arjoona tidak pernah emosi seberat apapun masalah yang ia hadapi. Ia terengah dan bernafas dengan cepat sambil menopang kedua lengannya di pinggang.
"ada apa bang?" tanya David. Arjoona menyisir rambutnya beberapa kali mencoba meredakan emosinya.
"CEO baru itu memang brengsek"umpat Arjoona kesal. David melebarkan matanya lalu bangun dari kursinya.
"duduk dulu bang ada masalah apa sih?" ujar Davis berdiri disamping Arjoona
"dia mecat gue dan membatalkan semua design yang udah gue buat, dia bahkan berani mencoret cetak biru resmi produk yang mau diluncurkan minggu depan, gila" Arjoona makin marah jika mengingat yang dilakukan oleh Claire beberapa saat sebelumnya. David belum pernah melihat seseorang bisa membuat Arjoona semarah itu.
"jadi abang dipecat?" Arjoona tidak menjawab dan masih bernafas cepat. Ponselnya lalu bergetar dan Arjoona melihat ID caller dan mengangkatnya.
"Arjoona jangan dengarkan Claire, kamu gak dipecat" Arjoona hanya memejamkan mata menahan amarah untuk tidak meledak pada Gerald yang menelponnya.
"lebih baik aku dipecat pak daripada harus kerja sama orang kayak dia" balas Arjoona masih terengah
"Arjoona, dia butuh bimbingan kamu, tolong jangan keluar dari perusahaan" Gerald meminta dan Arjoona yang mendengar hanya mendengus kesal.
"pak, ini gak akan berhasil, aku benar-benar gak akan bisa menerima kontrak itu, terserah bapak mu bilang apa, aku akan bayar hutangku dengan cara lain" ujar Arjoona sambil menggeleng dan menutup matanya berkali-kali.
"Arjoona tolong kamu tenangkan diri kamu dulu, posisi kamu masih sama seperti sebelumnya, tolong jangan ambil keputusan saat sedang marah, aku mohon, kita bicara soal itu nanti"
"tapi pak..."
"aku mohon, kita ketemu beberapa hari lagi oke" Arjoona melepaskan nafas berat dan langsung menutup telponnya. David yang kebingungan melihat Arjoona, hanya diam dan memperhatikan. Ia lalu menyodorkan kursi pada Arjoona agar ia bisa duduk dan menenangkan diri. Arjoona yang menerima kursi dari David langsung duduk sambil menunduk dan mengurut keningnya.