Chereads / The Seven Wolves: The Alpha and His Beta / Chapter 28 - Chapter 28: The Proposal

Chapter 28 - Chapter 28: The Proposal

Meeting hari ini, Claire memimpin dengan memberikan presentasi tentang produk Winthrop pada calon klien mereka. Arjoona dan David serta beberapa manager mendampingi menjadi bagian dari meeting itu. Claire memang memiliki kemampuan analisa dan marketing yang baik, Arjoona yang melihat tidak berhenti tersenyum dan sesekali mengigit bibir bawahnya.

David tidak sengaja menoleh dan melihat Arjoona tersenyum memandang Claire dan mengedipkan mata padanya. David mengerutkan kening, ia mulai curiga pada keduanya. Beberapa hari lalu ia juga memergoki CEO nya Claire keluar dari kantor Arjoona.

Arjoona juga kerap pergi ke kantor CEO tanpa alasan yang jelas. Biasanya dulu, bahkan ia lebih suka menitipkan laporannya. David mencoba berfikir, kira-kira apa yang sudah terjadi diantara mereka. Tidak ada skenario apapun yang mungkin. Keduanya terkenal saling membenci satu sama lain, tidak ada satupun keputusan Claire yang tidak ditentang Arjoona.

Tapi beberapa bulan ini, tak ada lagi badai. Keduanya terlihat lebih tenang. Sesekali mereka masih berdebat di dalam forum meeting tapi tidak lagi seperti dulu. Dulu Claire bahkan pernah mengusir Arjoona keluar ruangan dengan mata menyala marah atau surat pemecatan Arjoona yang tidak bisa diproses karena Gerald melarang Claire memecat.

'Gak mungkin kalo mereka udah temenan sekarang, tapi kenapa dia senyum-senyum sama bu Claire,' – pikir David hingga ia tidak berkonsentrasi bahwa Claire baru saja menyelesaikan presentasi nya yang memukau para klien. Dan satu hal yang tidak sengaja di dengar David meski Joona mengucapkannya perlahan.

"Yeah, that's my girl," sahut Arjoona antusias sambil bertepuk tangan. Suaranya kalah oleh tepukan tangan seluruh orang yang ada disana. Tapi David dengan jelas mendengarnya. Ia melebarkan mata dan meluruskan pandangan. Claire jelas-jelas melihat atas Arjoona dengan senyum manis dan Arjoona membalasnya dengan sebuah kedipan mata.

'Gak mungkin,' – David menyangkal dalam hatinya.

PENTHOUSE LOUIS

Kenanga tidak tidur malam ini. Ia memperhatikan saja punggung Louis suaminya yang tidur membelakanginya. Belakangan ia selalu pulang dalam keadaan mabuk dan tidak perduli sama sekali pada dirinya. Kenanga memberanikan diri mendekati Louis perlahan. Ia menyandarkan pipinya pada punggung Louis memeluknya sambil menyamping.

Awalnya Lou tidak menyadarinya karena ia sedang tidur, namun lama kelamaan ia menyadari lengan Kenanga yang melingkar di pinggangnya. Ia terdiam sebentar sebelum melepaskan perlahan sebelah lengan Kenanga padanya. Louis berdiri dan keluar dari kamar. Ia memilih tidur di kamar tamu.

Louis belum bisa memaafkan kebohongan Kenanga padanya soal kehamilan itu. Terlebih ia dilarang orang tuanya menceraikan istrinya agar tidak ada reputasi jelek yang akan mencoreng nama keluarga.

Kenanga yang terus ditinggal seperti tidak berharga, hanya bisa menangis dan membanjiri bantal dengan airmatanya. Pernikahannya mulai jadi racun yang terus menyakitinya setiap hari.

Pagi hari, Kenanga masih melayani suaminya seperti biasa. Membuatkan sarapan dan tersenyum dengan manis. Louis membalas dengan tidak menyentuh makanan itu sama sekali.

"Kamu gak sarapan dulu?" tanya Kenanga dengan nada lirih.

"Aku gak lapar," jawab Louis langsung pergi setelah meminum segelas air. Kenanga hanya bisa menungkupkan kedua tangannya di kening dan mengatur nafas. Ia sudah tidak tahan lagi. Sudah berbulan-bulan ia diperlakukan seperti barang mati. Ia bahkan pernah mencoba menyakiti diri agar Louis memperhatikannya tapi yang terjadi setelah ia pulih, Lou kembali meninggalkannya.

Entah mengapa, ia mengingat kejadian seminggu lalu bersama Gentala. Ia sudah tidak keluar rumah setelah kejadian itu, karena takut Gentala sudah menyebarkan soal hubungan itu.

'Jangan-jangan Lou tau, makanya dia bersikap dingin seperti itu ke aku,' – pikir Kenanga. Ia mulai berpikir seperti paranoid, ketakutan untuk hal yang belum tentu terjadi.

Kenanga langsung mengambil dompetnya, seingatnya Gentala memberikan nomor ponselnya. Ia menemukan kartu nama pribadi dan menghubungi nomor yang tertera.

Gentala sedang melakukan pekerjaan proses perekaman ketika ponselnya bergetar. Ia tidak melihat siapa yang menelpon dan langsung mengangkat hendak memarahi karena sudah mengganggu.

"Bisa gak, gak nelpon sekarang. Ntar aja," hardiknya begitu mengangkat panggilan. Tapi begitu mau memutuskan panggilan itu, Gentala mendengar suara yang sudah ia tunggu berhari-hari.

"Tala, ini Gentala kan?" Gentala langsung menempelkan lagi ponselnya. Ia meminta waktu pada enginernya untuk memberinya waktu sebentar. Gentala pun keluar ruangan dan meneruskan panggilan dari Kenanga.

"Hi baby, akhirnya kamu telfon aku,"ujar Gentala dengan nada rendah sambil memastikan tidak ada yang menguping.

"Kita harus ketemu, ada yang mau aku omongin," Gentala tersenyum .

"Boleh, kapan dan dimana?" Kenanga menelan ludahnya mulai ragu dengan yang ia lakukan.

"Kenanga...halo, kamu masih disitu baby?"

"Iya, Cafe Leen nanti sore jam 4. Kamu tau?" Gentala makin tersenyum. Kenanga meminta bertemu di tempat pertama kali mereka bertemu.

"Tentu aku tau, aku jemput kamu ya?"

"Gak, kita ketemu disitu aja. J-jangan bawa temen," Kenanga langsung memutuskan telfon. Gentala sedikit tertegun dan mengerutkan kening tapi tersenyum kemudian. Menarik sekali nafas panjang, ia ingin merampungkan proses rekaman hari ini sebelum bertemu Kenanga yang ia rindukan.

PABRIK WINTHROP

Claire menyusup masuk berjalan diantara beberapa pegawai produksi yang melakukan pekerjaan assembling. Ia hendak mencari Arjoona di ruang quality control yang sedang mengawasi pengetesan produk. Dari balik dinding kaca, Claire melihat Arjoona dengan seragam khusus sedang berdiskusi dan mengawasi proses kontrol.

Claire melambaikan tangan begitu Arjoona melihatnya. Arjoona pun memberi kode agar ia menunggu di luar. Setelah bisa ditinggal, Arjoona berjalan ke ruang ganti dan membuka seragamnya sebelum keluar dari ruangan itu. Claire sudah berdiri di balik dinding agak jauh dari ruangan itu. Begitu Arjoona melihat, ia langsung menarik Claire ke arah sudut pabrik yang sepi.

"Kamu ngapain disini sayang?" tanya Joona lembut.

"Aku kangen kamu," Arjoona langsung mendekat dan mencium bibir Claire sambil terus merangkulnya dekat.

"Tadi pagi kita gak sempat ketemu, aku ada breakfast meeting sama klien," ujar Claire berbisik setelah dilepaskan sejenak ciumannya. Arjoona hanya tersenyum dan mengangguk.

"Iya, tapi aku juga berangkat pagi-pagi. Ada produk yang harus aku awasi sebelum masuk QC tadi. Aku jadi kangen banget sama kamu," bisik Joona mengaitkan ujung hidungnya dengan hidung mancung Claire lalu tersenyum dan menciumnya lagi.

"Aku pengen makan masakan kamu lagi. tapi waktunya gak ada terus. Malam ini aku juga harus lembur," Arjoona melingkarkan sebelah lengannya mengangkat Claire duduk ke atas meja di belakangnya.

"Kebetulan, aku mau ajak kamu dinner. Kapan kamu bisa?" bisik Joona masih memeluk di depan bibir Claire. Claire terlihat berfikir dan baru menjawab beberapa detik kemudian.

"Besok malam aku batalin semua janji," Arjoona tersenyum.

"Deal," jawab Joona cepat lalu mengulum bibir Claire lagi. Ciuman itu begitu intens dan hanya bisa dilakukan beberapa menit saja. Karena Claire harus kembali ke ruangan dan Arjoona harus kembali ke ruang QC. Satu yang tidak disadari mereka, seorang gadis membuka mulutnya dengan wajah terkejut melihat tidak sengaja Arjoona dan Claire berciuman.

Ciuman itu baru berhenti beberapa saat setelah Arjoona menurunkan Claire kembali. Mereka saling membersihkan bekas lipstik yang menempel sebelum berpisah dengan senyuman.

Gadis bernama Mutiara itu, tidak menyangka ternyata CEO mereka memiliki hubungan rahasia dengan salah satu bawahannya. Masalahnya adalah ternyata selama ini mereka pura-pura bermusuhan satu sama lain. Tiara yang kesal dan menyukai Arjoona memulai gosip hari ini dengan mulai menceritakan apa yang ia lihat.

CAFE LEEN

Gentala tiba di cafe itu setengah jam lebih awal dari Kenanga. Kenanga seolah mencoba agar tidak dikenali dengan memakai kacamata hitam dengan pakaian biasa yang tidak mencolok. Gentala yang melihat hanya tersenyum dan mendegus tertawa kecil.

"Kamu mau pesan apa?" tanya Gentala sambil meminta pelayan melayani mereka. Kenanga menggeleng.

"Aku mau ngomong,"

"Iya aku tau, tapi setidaknya kamu minum dulu. Kopi, teh, anything..." tawar Gentala sambil terus memandang Kenanga. Kenanga akhirnya menyerah dan mengangguk pelan.

"Aku pesan teh aja," Gentala mengangguk setelah memesan. Ia tersenyum pelan melihat Kenanga yang terlihat tidak tenang.

"Aku...minta kamu jangan ganggu aku lagi," ujar Kenanga langsung. Gentala mengerutkan keningnya lalu tertawa kecil.

"Memangnya kenapa?" Kenanga makin resah ia melihat ke kiri dan ke kanan.

"Aku gak mau ada yang tau soal kita," ujarnya seperti ketakutan. Gentala memperhatikan tingkah Kenanga dan mencoba memegang tangan gadis itu. Tapi Kenanga menolaknya.

"Apa yang kamu takutin? Aku akan bilang ke semua orang yang kita sudah lakukan beberapa kali?" Kenanga mengangguk. Pesanan teh mereka tiba dan membuat pembicaraan terhenti untuk sesaat. Usai mengucapkan terima kasih, Gentala menuangkan teh ke cangkir Kenanga dan dirinya.

"Minum dulu, biar kamu tenang," Kenanga menurut saja dan meminum tehnya perlahan.

"Apa kamu kenal siapa aku?" tanya Gentala pada Kenanga yang baru saja meletakkan cangkirnya. Kenanga tidak menjawab karena ia hanya tau nama pria di depannya itu.

"Aku bukan laki-laki yang suka mengumbar hal-hal seperti itu untuk mencari perhatian. Aku bukan murahan, Kenanga Rinjani," Kenanga menggeleng.

"Suamiku pasti udah mendengar tentang kita, kalo gak dia gak akan...marah sama aku," Gentala tersenyum dan menunduk sejenak.

"Kamu yakin karena itu?" Kenanga hanya diam memperhatikan Gentala.

"Siapa nama suami kamu?"

"Untuk apa?"

"Jawab aja, siapa tau aku kenal,"

"Jawab dulu untuk apa,"

"Setelah kamu kasih tau siapa namanya, aku akan beritahu apa maksudku," Kenanga makin gugup. Ia bingung sudah melibatkan diri pada siapa. Ia tidak mengenal Gentala sama sekali.

"Louis Pradipta Olsen," Gentala membuang pandangannya. Matanya sedikit memicing dengan ekspresi sedang berfikir.

"Olsen...Olsen...aahh, apa dia anak Frank Olsen, pengusaha hotel itu?" Kenanga terperangah. Bagaimana bisa pemuda dengan penampilan seperti anak band itu bisa kenal ayah mertuanya.

"Gimana kamu bisa tau mertua ku siapa? Siapa kamu?" Gentala hanya menyengir tersenyum sinis.

"Kamu bahkan gak tau siapa cowok yang udah tidur dua kali sama kamu baby," Gentala menggeleng dan menghela nafas. Kenanga makin tidak nyaman dan ketakutan, dia jadi makin pucat dan nafasnya mulai tidak beraturan. Gentala menjulurkan tangannya dan menggenggam tangan Kenanga yang sudah dingin.

"Baby jangan takut, aku gak akan nyakitin kamu sayang," Gentala terus menggosokkan tangannya pada tangan Kenanga.

"Aku tau siapa suami kamu, dia satu klub golf denganku dan pernah beberapa kali satu pesta private bersama. Kami gak saling kenal tapi aku tau dia siapa," Gentala menjelaskan sambil menyengir. Kenanga hanya diam saja, ia tidak sadar tangannya sedang dihangatkan oleh Gentala diatas meja.

"Jadi dia yang jadi suami kamu. Pantes kalo kamu seperti ini, dia membuang kamu? aku gak kaget,"

"Apa maksud kamu?" tanya Kenanga mengerutkan kening.

"Kamu gak tanya pesta private apa yang aku maksud. Kami sama-sama bukan laki-laki baik Kenanga, bedanya aku tidak menikah," Kenanga melepaskan tangannya dari Gentala.

"Maksud kamu dia main perempuan?" Gentala hanya menaikkan alisnya tidak menjawab. Ia malah meminum teh nya kembali perlahan.

"Gak mungkin dia balik sama Claire," gumam Kenanga

"Hhmm kamu bilang apa?" tanya Gentala. Kenanga tidak menjawab dan menggeleng.

"Aku gak bisa lama, aku harus pergi. Jadi kita jangan pernah ketemu lagi," ujar Kenanga langsung berdiri dan hendak pergi.

"Aku kenal Frank Olsen mertua kamu," Gentala sebenarnya tidak berencana mengancam tapi ia tidak melihat ada cara lain agar Kenanga mau bersamanya.

"Apa mau kamu?" Gentala berdiri dan menarik Kenanga ke belakang cafe. Beberapa pelayan terlihat menunduk ketika Gentala lewat. Siapa sebenarnya pria ini?. Gentala memasukkan Kenanga dalam sebuah ruangan kosong setelah memberi kode pada semua pegawai untuk menjauh dari tempat itu.

"Kamu mau apa?" tanya Kenanga mulai ketakutan ia hendak melarikan diri tapi pinggangnya di cekal Gentala yang kemudian menempelkannya ke dinding. Ia meremas tekuk belakang Kenanga dan menatap matanya.

"Ceraikan suami kamu, aku mau jadi pacar kamu," ujar Gentala setengah berbisik. Kenanga dengan wajah ketakutan menggeleng kuat.

"Kamu gila, lepasin aku," Gentala dengan mudah mematahkan perlawanan Kenanga.

"Aku gak sedang bercanda Kenanga. Kamu bukan sekedar teman kencan baby, aku suka sama kamu. Aku pengen jadi pacar kamu,"

"Aku udah nikah," Gentala tersenyum.

"Ceraiin dia, aku yakin dia akan senang hati melakukannya. Dia udah buang kamu kan? Hhhm, apa lagi yang kamu tunggu," Gentala mulai menciumi garis rahang Kenanga dan lehernya. Kenanga mencoba melawan tapi ia seolah kehilangan tenaga. Ditambah ia memang sudah tidak tidur selama berhari-hari, ia makin tidak punya energi untuk mendorong seorang laki-laki yang tengah menyentuhnya kini.

"Kamu akan suka baby. Aku akan bikin kamu suka sama aku," bisik Gentala dengan gairah yang sudah tidak bisa ia tahan. Ia menarik paksa celana dalam Kenanga yang lebih mudah karena ia hanya memakai rok selutut. Tanpa ada daya untuk melawan, Kenanga hanya bisa meremas bahu Gentala yang menyentuh dan terus menciumnya dengan gairah.

"Teriak aja sayang, gak apa. Cafe ini punyaku," Kenanga rasanya sudah ingin menangis. Ia memasukkan dirinya ke dalam sarang harimau yang kini sedang memangsanya hidup-hidup.

Gentala tidak berhenti memberikan Kenanga kasih sayang yang seharusnya ia dapatkan. Dosa itu begitu manis hingga Gentala tidak bisa lagi mengendalikan nuraninya sendiri. Pesona Kenanga menjeratnya menjadi orang ketiga dalam sebuah penikahan sah.

"Mulai sekarang, kamu pacar aku. Kalo kamu pikir kamu bisa lari dari aku, aku tau harus cari kamu kemana. Termasuk bertanya pada mertua kamu atau sama suami kamu langsung Louis Olsen, you're mine baby," Kenanga hanya bisa meneteskan airmata dan menggeleng pelan ketika dilepaskan oleh Gentala. Ia meluncur begitu saja di dinding ketika semuanya selesai.

Gentala dengan santai berjongkok lalu memperbaiki kembali pakaian dalam Kenanga yang dilepaskan ia sebelumnya. Ia memegang pipi Kenanga dan wanita itu menepisnya marah.

"Tinggalin aku," teriak Kenanga

"No, gak akan. Sini sayang, aku antar kamu pulang,"

"Pergi dari aku," Gentala tidak perduli biarpun ia di usir, ia tetap memeluk Kenanga yang terus memukul dadanya.

Arjoona pulang lebih awal agar bisa mempersiapkan makan malam untuk dirinya dan Claire. Dia membuat beberapa menu kesukaan Claire termasuk lava cake yang begitu ia suka. Ia mengajak Claire untuk makan malam dan pulang ke rumahnya. Selesai menata meja dan piring, Arjoona berlari ke kamarnya hendak berganti pakaian.

Makan malam ini akan jadi spesial karena ada momen paling berharga bagi Arjoona dan Claire. Tak lama setelah Joona selesai, bel rumahnya berbunyi. Ia tersenyum setengah berlari menaiki tangga dan segera membuka pintu.

Senyumnya langsung mengembang begitu melihat cantiknya Claire dalam balutan dress hitam dengan pencil skirt selutut. Claire langsung diajak masuk oleh Joona sambil memegang tangannya.

"Kamu benar-benar cantik princess," uja Joona sambil mencium jemari Claire. Tidak lupa memberikan ciuman lembut di pipi sebelum membawa gadis itu turun ke ruang tengah dan langsung ke dapur.

"Wow, meja nya bagus banget. Ini lebih bagus dari restoran mewah," puji Claire antusias ketika melihat tatanan makan malam untuknya. Arjoona menarik kursi agar Claire bisa masuk dan duduk dan Arjoona duduk di depannya.

Sambil tersenyum, Arjoona mengambil remote dan menyalakan musik dengan lagu romantis. Claire langsung terenyuh dan sumringah melihat usaha Joona membuat makan malam mereka jadi spesial.

Joona membuka wine dan menuangkannya pada gelas Claire dan dirinya. Mereka memulai makan malam berdua dengan makanan enak, wine dan musik romantis.

"Mau berdansa denganku princess?" tanya Joona menawarkan tangannya dan disambut Claire dengan memberikan tangannya pada Joona. Arjoona memulai dansa dengan Claire diiringi musik RnB slow tempo milik HER dan Daniel Cesar, Best Part.

Arjoona tidak memindahkan pendangannya sama sekali dari Claire. Ia terus mengenggam dan mencium jemari Claire sambil bergerak pelan. Ketika rasanya tidak ada lagi yang bisa menghalangi, Arjoona menundukkan kepalanya dan mencium Claire perlahan.

Arjoona mengaitkan seluruh jemarinya pada jemari Claire dan terus mencium bibirnya dengan lembut.

"Aku gak mau pisah dari kamu, bolehkah aku memiliki kamu selamanya princess?" bisik Joona di depan bibir Claire. Mereka masih terus bergerak pelan mengikuti musik. Claire masih diam menunggu apa yang dimaksud oleh Arjoona padanya.

"Would you be my precious princess forever? Would you marry me Clairine Precious Winthrop?" mata Claire membesar dan ia menghentikan gerakan dansa nya sambil terus memandang Arjoona dengan wajah cemas menunggu jawaban.