Louis menarik nafas panjang dan berat menghadapi mamanya yang terus menentang keputusannya hendak bertanggung jawab pada kehamilan Kenanga.
"Kamu jangan gila Lou, udah baik-baik kamu pacaran sama Claire, sekarang kamu malah hamilin temannya," hardik sang mama yang baru pulang dari luar negeri bersama suaminya. Ketika ia mendengar telfon dari Louis yang mengatakan jika ia hendak bertanggung jawab dengan menikahi Kenanga, sang mama langsung marah.
"Ma, Claire udah nikah dengan laki-laki lain sekarang. Ngapain aku harapin dia lagi?" jawab Louis menepis rasa cinta di hatinya untuk Claire.
"Apa?!" Louis mengangguk. Mamanya langsung menggeleng memegang kening.
"Kenapa kamu gak bilang sama mama, mama bisa bicara dengan Claire soal itu," Louis menggeleng.
"Ma, pernikahan dia udah diatur dan gak ada yang bisa membatalkannya,".
"Tapi setidaknya kamu bisa tunggu hingga dia cerai dan kalian bisa sama-sama lagi," Louis memejamkan matanya. Itu adalah rencana awalnya hingga nafsunya merusak semuanya.
"Dewi!," tegur suaminya Frank sambil menggeleng. Ia memperhatikan saja tingkah anak dan istrinya sebelum bersuara. Dewi, ibu Louis Pradipta malah mendelik pada suaminya.
"Pokoknya mama gak setuju kamu nikah sama Kenanga, keluarga dia juga bukan dari keluarga terkenal seperti Claire," Louis menunduk dan mengurut keningnya.
"Dewi cukup!" Frank berdiri menghentikan istrinya yang sudah kelewatan.
"Dengarkan papa Lou, kamu adalah laki-laki dan seorang laki-laki tidak lari dari tanggung jawabnya. Jika Kenanga memang hamil anak kamu, kamu harus bertanggung jawab," ujar Frank dengan nada suara yang lebih bijaksana. Dewi mendelik dan masih belum mau mengalah.
"Tunggu dulu, darimana kamu tau kalau dia hamil anak kamu? Bisa aja dia berhubungan dengan pria lain,"
"Ma, dia gak berhubungan dengan pria lain selain aku," tegas Louis dengan kepala mulai pusing.
"Sudah-sudah, jika hasil tes nya memang sudah ada kamu temui dia, atur pernikahan kalian secepatnya. Papa gak mau masalah ini sampai terdengar keluar, mengerti!" Louis mengangguk. Dan Dewi yang kesal tidak bisa berbuat apapun karena suaminya menghalanginya bicara.
Sore harinya, Louis membunyikan bel apartemen Kenanga sambil menunggu di depan pintu. Kenanga yang sudah tidak keluar rumah hampir satu minggu akhirnya membuka pintu. Ia habis menangis dan begitu melihat Louis akhirnya menemuinya ia langsung memeluk pria itu.
"Please, jangan tinggalin aku Lou, aku bener-bener cinta sama kamu," Louis menelan ludah dan memejamkan mata. Ia membelai rambut belakang Kenanga dan melepaskan pelukannya perlahan.
"Udah jangan nangis lagi, kita keluar sebentar makan malam. Aku mau bicara sama kamu," ujar Louis sambil tersenyum pelan. Kenanga yang melihat setitik harapan walaupun hatinya ragu akhirnya mengangguk. Ia masuk sebentar untuk berganti pakaian.
Kenanga dan Louis akhirnya makan malam di restoran Perancis tempat dulu Louis pernah berjanji mengajak Kenanga tapi akhirnya berakhir dengan Claire.
"Aku akan bertanggung jawab, kita akan menikah," ujar Louis setelah menyelesaikan makan malamnya. Kenanga membuka mulut karena terkejut dan tidak percaya, hingga ia melihat Louis memberinya sebuah cincin berlian tanda lamaran. Kenanga langsung menangis bahagia ketika Louis memasangkan cincin itu di jari manisnya.
MANSION WINTHROP, MANCHESTER
Arjoona mulai membuka matanya perlahan, lalu mengatupkan kelopaknya lagi berkali-kali. Dia benar-benar mabuk dan yang tersisa adalah sakit kepala.
"Oh Tuhan, harusnya gue gak minum sebanyak itu," sambil terus membuka mata Arjoona menoleh dan melihat kepala Claire malah tidur di lengannya. Claire masih tidur pulas dan cantik, Arjoona awalnya tersenyum melihat wajah Claire. Lama kelamaan dia mengerutkan kening dan berfikir. Lalu meluruskan pandangan menatap langit-langit kamar.
"Oh shit, gue ngomong apa semalam?" Arjoona langsung panik nafasnya tercekat dan memandang Claire lagi yang mulai bangun. Matanya mengerjap sejenak tersenyum dan Arjoona menyengir mencoba bersembunyi. Namun begitu ingatan Claire kembali atas apa yang terjadi semalam, ia langsung melebarkan mata dan membalikkan tubuhnya meringkuk malu.
"Ah Joona, lu bodoh banget sih!" kutuk Arjoona dalam hatinya dan membalikkan tubuhnya. Ia berdiri perlahan dan berjalan ke kamar mandi. Rasa malu dan aneh membuat Joona mengantukkan kepalannya ke pintu kayu oak itu. Namun ia malah mengantukkannya terlalu keras.
"Oww..." Arjoona mengelus belakang kepalanya. Sekarang Arjoona bingung bagaimana cara menghadapi Claire setelah kejadian lamaran semalam.
Claire dan Arjoona seperti orang asing di meja makan sarapan pagi hari ini. Dan Gerald yang melihat, mengerutkan kening.
"Kenapa kalian diam saja? Biasanya kalian selalu seru berbicara berdua," tegur Gerald sambil mengoleskan selai ke rotinya. Claire hanya menyengir dan langsung menggigit rotinya sambil menunduk.
"Apa kalian bertengkar lagi?" Arjoona dan Claire menggeleng bersamaan. Gerald menghela nafas dan menggelengkan kepalanya.
"Kita akan kembali ke Jakarta lusa," ujar Gerald menepis perasaan penasarannya.
"Aku pikir kita akan pulang besok," sahut Joona setelah tidak bicara.
"Ada sedikit urusan yang harus aku urus hari ini dan baru akan selesai besok, apa kamu keberatan Joona?" Arjoona menggeleng. Gerald pun tersenyum.
"Kalau begitu kita pulang lusa dengan jet pribadiku," Claire dan Arjoona hanya bisa mengangguk.
"Hari ini sebaiknya kalian jalan-jalan, mencari oleh-oleh atau menonton pertandingan MU di Old Trafford. Aku dengar liga sudah dimulai," Arjoona hanya mengatupkan bibirnya.
"Ya kakek," jawab Claire singkat sambil tersenyum. Gerald pun membalas senyuman dan meneruskan sarapan paginya. Usai sarapan dan Gerald berangkat, baik Arjoona maupun Claire memutuskan untuk menyelesaikan keanehan diantara mereka.
"Semalam itu aku...mabuk hahaha jadi jangan dimasukin ke hati omonganku," ujar Arjoona menyengir aneh dan Claire langsung mengatupkan bibirnya menahan kecewa yang tiba-tiba muncul dihatinya dengan tersenyum getir.
"Okey, kita berangkat sekarang," ajak Arjoona kemudian.
Claire membawa Arjoona ke Museum Manchester yang terletak di lingkungan kampusnya dulu University of Manchester. Lalu berbelanja di Manchester Trafford Center lalu membeli beberapa oleh-oleh untuk beberapa teman mereka di Winthrop Electronics di Asda Longsight dan berakhir di stadion Old Trafford menonton pertandingan sepak bola.
Sikap dan perilaku keduanya sudah kembali cair seperti biasa dan ketika menonton bola bersama, keduanya terus asik berbicara dan bercerita sambil ikut berteriak dengan penonton lainnya. Arjoona tiba-tiba menatap Claire yang duduk di sebelahnya agak lama.
"Mau makan malam denganku?" ajak Arjoona dengan hati berdebar. Ia takut Claire akan menolak jika diajak makan malam romantis.
"Kita pasti bakal makan malam kan?" Arjoona mengangguk.
"Maksudku, aku mau ngajak kamu dinner. Kamu yang pilih restorannya," Claire sedikit tertegun mendengar Arjoona mengajaknya makan malam romantis.
"Okey, kapan?"
"Gimana kalau besok malam sebelum kita pulang?" Claire langsung mengangguk setuju. Mereka tersenyum dan memperhatikan kembali sisa pertandingan yang tinggal beberapa menit lagi.
Claire sudah mereservasi sebuah tempat di Alston Bar and Beef restaurant di dekat gereja katedral Manchester. Arjoona sudah siap dengan jas dan penampilan formal. Ia memperbaiki sentuhan terakhir di rambut dan jasnya yang rapi. Ia kelihatan bahagia dan terus tersenyum, Arjoona ingin membuat kenangan yang berkesan bersama Claire dalam bulan madunya.
Setelah menunggu beberapa lama, Claire muncul turun dari tangga dengan gaun camisole dan rok tutu diatas lutut yang membuatnya tampak sangat cantik, imut dan seksi. Dengan make up smokey eye dan lipstik soft pink, Claire tempak begitu mempesona. Arjoona menelan ludahnya berkali-kali sembari tersenyum dan berjalan mendekati Claire.
"Kamu sudah siap?" tanya Joona dengan nada rendah. Claire tersenyum dan mengangguk. Mereka berjalan beriringan menuju mobil yang sudah menunggu di depan lobi mansion. Gerald dan Timothy memandang tersenyum pada Arjoona dan Claire dari jendela lantai atas melihat keduanya naik mobil berdua hendak keluar makan malam.
"Kamu tidak sedang berbohong kan Gerald?" tanya Timothy. Gerald menoleh dan menaikkan alisnya.
"Mereka tidak tampak seperti pasangan pernikahan kontrak bagiku," ujar Timothy lagi. Gerald tersenyum.
"Aku harap juga begitu. Semoga setelah pulang dari sini, aku harap mereka berdua akan semakin dekat satu sama lain. Dan bisa menjalani pernikahan yang normal," ujar Gerald lalu menghela nafasnya.
"Gerald, jangan terlalu memaksakan dirimu. Kamu sudah berkorban terlalu banyak untuk menutupi skandal Vincent putramu. Aku tidak yakin caramu akan berhasil, bagaimana jika Arjoona Harristian tau siapa dirinya dan dia malah balik menyerang kita?" Timothy berbalik dan memandang Gerald dengan cemas.
"Tidak ada yang tau rahasia itu selain kamu, aku dan pengawalku Steven. Kita bawa rahasia ini sampai mati," Timothy menggeleng. Ia menghembuskan nafas dan memandang lagi jendela kaca besar di depannya.
"Firasat ku buruk soal ini saudaraku. Arjoona pasti akan mencari tau siapa orang tuanya," Gerald memejamkan matanya. Ia berbalik pada Timothy.
"Timmy, bantulah aku meyakinkan Frank dan Matilda. Mereka terlalu dekat dan dikuasai Barnett, aku mohon," Tim mengangguk pelan.
"Aku lihat apa yang bisa aku lakukan, tapi ada pembicaraan diantara Thomas dan lainnya mengenai Precious. Mereka belum yakin dengan pernikahan ini, jadi mereka ingin melihat apakah keduanya bisa melewati satu setengah tahun pernikahannya dengan baik, jika tidak Precious tidak akan mendapatkan apapun," Gerald mengangguk.
"Apa kalian sudah memutuskan seperti itu?" Timothy mengangguk.
"Aku tidak bisa berbuat apa-apa, aku kalah suara," Gerald tersenyum dan menepuk pundak Timothy.
"Aku tau usahamu saudaraku, terima kasih," Tim hanya tersenyum dan mengangguk.
Tiba di Alston, Arjoona dan Claire di tunjukkan oleh seorang pelayan reservasi meja yang sudah dipesan. Keduanya lalu duduk dan mulai memesan makanan.
"Kamu sering kemari?" tanya Joona membuka pembicaraan dan Claire hanya tersenyum.
"Beberapa kali bersama beberapa teman," jawab Claire sambil melipat tangannya diatas meja.
"Pacar?" goda Arjoona dan Claire tertawa menggeleng.
"Hanya beberapa sahabat Joona," Arjoona mengangguk.
"Aku suka dekorasinya," ujar Joona mengomentari design interior retoran itu sambil melihat kanan dan kiri.
"Tidak terlalu formal jadi gak terlalu kaku," Claire masih tersenyum dan mengangguk.
"Kamu punya pacar?" tanya Claire setelah terdiam beberapa lama. Arjoona terlihat berfikir dan diam sebelum menggeleng.
"Aku udah lama putus dari mantan pacarku," Claire membulatkan bibirnya dan mengangguk.
"Kenapa bisa putus?" Arjoona mengatupkan bibirnya mencari kalimat yang tepat agar Claire tidak tersinggung.
"Gimana bilangnya ya, mungkin dia ngerasa aku kurang pantas untuk dia," jawab Arjoona sambil tersenyum. Claire memandang heran.
"Cuma itu?" Arjoona mengangguk.
"Perempuan bodoh!" umpat Cliare tidak sadar dan meminum winenya. Joona menaikkan alisnya terkejut mendengar Claire berbicara seperti itu. Tapi ia tidak ingin bertanya lebih jauh.
"Kamu sendiri? Apa kamu udah melupakan Louis?" tanya Joona hampir membuat Claire tersedak. Claire hanya terdiam memandang Joona. Dan Arjoona akhirnya menundukkan wajahnya dan ikut meminum wine sebelum tersenyum pada pelayan yang mulai menghidangkan menu makan malam mereka.
Arjoona cepat menguasai situasi kembali dan mulai bicara dengan santai bersama Claire. Claire mulai terbuka pada Arjoona, ia bercerita banyak hal termasuk soal masa-masa sekolahnya dulu. Begitu pula dengan Arjoona, sambil makan dan sesekali tersenyum dengan lesung pipi khasnya, ia melayani pembicaraan Claire dengan baik.
Keluar dari restoran, Claire dan Joona memutuskan untuk pulang sendiri sambil berjalan jalan di pinggir jalan melihat pemandangan malam. Claire membawa Joona ke sebuah taman terbuka hijau di Piccadilly yang memiliki spot air mancur berwarna warni.
Claire mengeluarkan ponselnya dan berpose cukup dekat dengan Arjoona di spot air mancur tersebut. Keduanya terus bercanda dan tertawa riang sepanjang berjalan-jalan di taman.
"Ini udah malam tapi tempat ini masih rame," ujar Arjoona setelah duduk di salah satu dinding beton dekat lapangan skateboard. Claire mengangguk.
"Dulu waktu aku kecil, kami selalu menghabiskan malam Halloween disini, main petak umpet lalu yang menang dapat permen," Arjoona tersenyum menoleh sekilas pada Claire.
"Pantesan kamu manis, kebanyakan makan permen sih," Claire tergelak. Sejenak mereka diam lagi dan mulai gugup. Arjoona lalu melepaskan jasnya dan melingkarkannya pada bahu Claire yang terbuka. Dasi Arjoona sudah ia buka dan disimpan di dalam saku celana.
"Terima kasih," ujar Claire sambil tersenyum. Arjoona hanya mengangguk sekali. Sekarang ketika tinggal kemeja off white nya, Arjoona menggulung ujung lengannya dan terlihat lebih santai.
"Aku minta maaf pernah menendang ponsel kamu dulu. Aku gak menyangka pria yang aku tendang ponselnya sudah nolongin aku beberapa kali," ujar Claire sambil melihat pada Arjoona di sebelahnya. Arjoona mengangguk pelan.
"Aku juga minta maaf udah ngatain kamu bos yang bodoh," Claire tergelak mendengar makian Arjoona sebulan lalu padanya.
"Jadi kita baikan sekarang ceritanya?" tanya Joona. Claire memicingkan matanya.
"No, kita tetap musuh," jawab Claire dengan senyuman tergantung.
"Kamu akan rugi musuhan sama aku," Claire mengerutkan keningnya melihat Arjoona yang melirik sedikit menggoda.
"Kenapa emangnya?" tanya Claire penasaran.
"Aku adalah ketua serikat pekerja Winthrop Electronics. Aku bisa bikin seluruh pekerja mogok kalo aku mau," Claire membuka mulutnya terkejut lalu menepuk lengan Arjoona cukup keras.
"Kamu berani sama aku,"
"Aku gak pernah takut sama kamu, bu CEO," Claire jadi memicingkan matanya dengan gemas.
"Aku potong gaji kamu bulan depan, 60 persen," sahut Claire seenaknya. Arjoona melotot.
"Kenapa dipotong?"
"Aku istri kamu, aku harus dinafkahi kamu kan. Jadi gaji kamu aku potong , aku mau shopping-shopping," Arjoona mendengus tertawa dan mengangguk.
"Ambil aja semua gajiku, uangku punya kamu kok," jawab Arjoona santai. Claire jadi cemberut.
"Lho, dikasih uang gaji kok malah cemberut. Kurang, nanti kalau royaltiku keluar ya sayang, aku kasih kamu uang yang banyak, hhhmm," goda Joona dan dihadiahi cubitan oleh Claire. Arjoona hanya bisa meringis kesakitan dan tertawa.
"Louis itu cinta pertamaku Joona, dia bukan pacar pertama. Tapi dia pria pertama yang bikin aku merasakan jatuh cinta," ujar Claire setelah mereka terdiam hampir 10 menit. Arjoona menoleh pada Claire yang seolah sedang menahan rasa sakit dan tangisnya.
"Rasanya semuanya hancur malam itu, kalo aku gak datang ke apartemennya waktu itu, mungkin aku gak pernah tau," Joona mengangguk.
"Aku juga mengalami hal yang sama. Kalo tadi kamu nanya kenapa aku putus itu karena dia berselingkuh dengan pria lain yang dia anggap lebih baik dari aku," baas Arjoona dengan nada rendah yang sama.
"Aku gak cerita ini biar kamu gak merasa sendiri, tapi aku hanya ingin kamu tau," Claire dan Arjoona kini berpandangan sambil tersenyum. Claire mengangguk.
"Udah malam, sebaiknya kita pulang dan beristirahat. Besok penerbangannya lama," ujar Arjoona setengah berbisik. Claire tersenyum dan mengangguk. Joona membantu Claire untuk bangun dan membersihkan sedikit gaunnya. Sambil tersenyum, kejahilan Claire kembali lagi. Tanpa peringatan, Claire melompat ke punggung Arjoona dan meminta digendong.
"Aku gak akan turun," Arjoona tertawa dan menaikkan sedikit tubuh Claire hingga melewati pinggangnya. Claire dengan senang hati memeluk leher Arjoona dengan erat menundukkan kepalanya sesekali meletakkan dagunya di pundak Joona.
Dalam perjalanan pulang yang sudah tidak jauh lagi dari komplek mansion, Arjoona dan Claire melewati beberapa orang yang tersenyum melihat mesranya pasangan itu. Mereka berdua tidak memperdulikan seluruh mata yang memperhatikan dan gemas pada pasangan itu. Hingga akhirnya mereka tiba di depan air mancur utama di depan lobi mansion, Arjoona mulai menurunkan Claire.
"Aku berat ya, kamu pasti capek," Arjoona mengerutkan kening sambil memberi wajah mengejek.
"Kalo aku bilang berat, bonus tahunanku pasti di cut sama kamu," goda Joona. Dan Claire spontan langsung memukulnya dengan clutch yang pegang Claire.
"Kamu jail banget sih," Arjoona hanya tertawa dan kembali mendekat.
"Gak, aku cuma becanda kok, kamu gak berat sama sekali. Aku suka gendong kamu,"
"Gombal," Arjoona makin mendekat dan tersenyum lebar.
"Aku suka gombalin kamu," Claire tidak keberatan Arjoona terus dekat termasuk ketika ia mengeratkan ujung jasnya pada Claire. Mereka kembali berpandangan dan terdiam lagi.
"Joona..."
"Hmm..." Claire masih terus menengadah memandang Joona.
"Kamu akan temani aku terus kan?" ujar Claire dengan nada setengah berbisik. Tangan Arjoona langsung memegang sebelah pipi Claire.
"Aku gak akan kemana-mana," jawab Arjoona dengan nada yang sama.
"Janji?" Arjoona tidak bisa berhenti memandang mata indah Claire.
"Janji," Arjoona mengikuti hatinya yang menundukkan kepalanya, mendekatkan bibirnya mencium Claire. Mengulum bibir gadis itu dengan lembut dan Claire juga membalasnya di depan mansion Winthrop. Adegan itu disaksikan oleh Jake dan beberapa sepupu Claire yang cekikikan dan tersenyum. Sampai Arjoona menempelkan keningnya di kening Claire diakhir ciumannya.
Nafasnya memburu dan terus memegang pipi Claire sambil menatap matanya. Ia sudah membuat janji untuk tidak pergi dari Claire tapi sebagai apa? Namun untuk sekarang ia tidak perduli, terserah Claire mau menganggapnya seperti apa. Satu hal yang Arjoona tau, mulai saat ini ia ingin bersama Claire.
Pesawat pribadi Gerald Winthrop sudah membawa rombongan pasangan bulan madu palsu itu terbang selama 5 jam. Masih ada setidaknya 11 jam lagi sebelum mereka tiba di Jakarta. Selama 5 jam, Arjoona dan Claire tidak bicara satu sama lain. Mereka seperti anak SMP yang sedang naksir lawan jenis, tidak ada yang berani membuat pergerakan lebih dulu. Hanya saling melirik dan memandang sambil sesekali tersenyum malu-malu. Dan penyiksaan itu berlangsung hingga mereka tiba di rumah mereka di mansion Winthrop Jakarta.
Sehari kemudian, Claire dan Arjoona sudah kembali bekerja seperti biasa. Keduanya terus sibuk dengan aktivitas dan rutinitas masing-masing. Sampai seminggu kemudian Claire memiliki makan siang bisnis disebuah restoran. Pergi dengan sekretarisnya, Anggi, Claire menyelesaikan dengan baik rencana partnership dengan salah satu perusahaan makanan, untuk produk lemari pendingin smart yang akan diluncurkan.
Usai makan siang, Claire yang masih duduk memeriksa beberapa berkas dihampiri oleh tamu yang tidak ia duga. Kenanga Rinjani langsung duduk di depan meja yang sama dengan Claire. Claire yang menegakkan kepalanya terkejut melihat mantan sahabatnya tiba-tiba datang.
"Hai Claire, apa kabar?" tanya Kenanga dengan wajah sedikit malu. Ingin rasanya Claire berlari pergi jauh, rasa sakit di hatinya muncul lagi akibat pengkhianatan yang dilakukan sahabatnya sendiri beberapa minggu yang lalu itu. Claire memberi kode pada Anggi untuk menunggunya di mobil.
"Kamu mau apa?" ujar Claire tanpa emosi.
"Aku mau minta maaf. Aku gak bermaksud nyakitin kamu," Claire mendengus.
"Kalian berdua menyakiti aku dan kamu bilang gak bermaksud," Claire sudah hampir menangis tapi ia menahannya mati-matian. Ia terus menelan ludah pahit kenyataan bahwa ia tidak lagi memiliki seorang sahabat.
"Aku gak bisa menahan diriku untuk jatuh cinta Claire dan aku mencintai Louis," Claire mendengus dan hendak pergi.
"Claire tolong jangan menghindar lagi, kita harus bicara, please duduk dulu," Claire duduk kembali dengan hati sakit.
"Aku benar-benar minta maaf atas apa yang terjadi. aku tau kita gak mungkin berteman lagi, tapi biar bagaimana pun aku harus bilang sama kamu," Claire tidak mau menatap Kenanga, ia membuang pandangannya ke arah lain.
"Claire, sekarang aku sedang hamil anak Louis dan kami akan menikah tiga hari lagi," sekali lagi hati Claire hancur tanpa bisa ia tahan. Airmatanya langsung tumpah begitu saja.
"Kami saling mencintai, dan kami sudah berhubungan sebelum kamu nikah. Sekarang kehamilanku sudah 6 minggu," Kenanga terus menghujamkan belati di hati Claire tanpa ampun. Claire hanya bisa diam memandang gadis di depannya membuat pengakuan.
"Aku minta maaf, aku harap kamu dan Joona bahagia," Kenanga menyodorkan undangan pernikahannya ke hadapan Claire.
"Aku berharap kamu bisa datang, biar bagaimana pun kita pernah bersahabatkan?" Claire tidak mampu bicara apapun. Kenanga lalu berdiri dan pergi tanpa pamit pada Claire yang terus menangis tanpa terisak. Ia mengambil undangan itu dan pergi ke mobil untuk kembali ke Winthrop.
Claire tidak masuk ke kantornya, ia masuk ke pabrik hendak mencari Arjoona dengan sebuah undangan di tangannya. Claire menemukan Arjoona tengah memberikan instruksi dan berdiskusi dengan beberapa staf dibawahnya di sebuah meja dekat tangga ke arah ruangannya.
Arjoona yang masih asik berdiskusi begitu melihat Claire dari kejauhan dengan mata merah seperti baru menangis, ia sedikit tertegun. Tidak ada yang menyadari bahwa CEO mereka ada dibelakang memperhatikan dengan wajah pilu. Arjoona memberi kode pada Claire dengan matanya agar ia langsung naik keatas, dan ia mencari alasan untuk berhenti berdiskusi.
"Kita lanjutkan nanti, aku mau ke ruangan sebentar," ujar Arjoona meninggalkan grup itu dan setengah berlari naik ke ruangannya. Arjoona buru-buru masuk dan mengunci ruangannya sebelum menghampiri Claire yang sudah berdiri di depan mejanya.
"Claire ada apa," ujar Joona dengan suara cemas. Claire langsung berbalik dan memeluk Joona sambil menangis. Arjoona otomatis melingkarkan kedua lengannya memeluk istri kontrak nya itu. Kedua tangannya lalu memegang pipi Claire
"Ada apa, kenapa kamu nangis?" Claire terus terisak dan menunduk. Arjoona begitu dekat dan terus menenangkan.
"Mereka akan nikah dan dia sedang hamil," tangis Claire makin pecah di dada Joona. Dan Arjoona hanya bisa meremas lembut tekuk belakang dan mencium rambut Claire terus menerus. Matanya menangkap sebuah undangan di meja kerja Joona. Undangan pernikahan Kenanga Rinjani dan Louis Pradipta Olsen.