Arjoona kembali ke mejanya dan membereskan dokumennya setelah berkonfrontasi dengan Kenanga di dekat restroom wanita.
"Lo mau pulang sekarang?" tanya Gentala dengan kening berkerut. Arjoona mengangguk.
"Gue mau istirahat, nanti beat nya gue kirim ke elo," Gentala terpaksa mengangguk. Ia tidak bisa memaksa Arjoona bekerja dengan pikiran terbelah seperti itu.
"Gue duluan," Arjoona langsung pergi membawa tasnya. Gentala pun menghela nafas dan hendak membereskan dokumennya ketika matanya tidak sengaja menangkap sosok Kenanga berjalan menghampiri seorang pria. Gentala mengerutkan kening dan terus memandang gadis yang telah tidur dengannya minggu lalu.
Kenanga tidak menghubunginya sama sekali dan terlihat ia sepertinya sudah punya pasangan. Gentala mendengus kesal karena ia sesungguhnya tidak bisa melupakan gadis yang telah kencan semalam bersamanya itu. Ia pun akhirnya keluar dari Cafe tanpa mau melihat ke arah Kenanga dan Louis yang masih asik mengobrol satu sama lain.
Satu minggu kemudian, Claire mulai disibukkan oleh beberapa peluncuran produk baru yang sedikit menguras waktunya. Sudah dua malam ia lembur menyelesaikan pekerjaannya. Begitu pula dengan Arjoona. Usai Arjoona memergoki Kenanga yang berselingkuh dengan Louis, ia tidak banyak bicara dengan Claire. Claire malah terlihat makin lengket dengan Louis dan tak lagi bertengkar dengan Joona.
Joona mulai menepis perasaan yang ia mulai rasakan pada istri kontrak nya itu. Sebelum semuanya jadi semakin dalam, ia mencoba mengenyampingkan rasa itu. Ia hanya harus menyelesaikan kontrak dan bercerai. Untuk apa ia harus capek-capek melindungi dan semacamnya.
Arjoona masih terlihat memeriksa beberapa barang di gudang besar pabrik sendirian. Dia sudah menyuruh pekerja pengawas terakhir untuk pulang. Waktu sudah pukul 10 malam dan beberapa lampu telah dimatikan.
Claire terlihat berjalan ke arah pabrik dan bertanya pada pekerja terakhir dimana Arjoona karena ia tidak mengangkat ponselnya. Pekerja itu pun menunjuk ke arah warehouse dan Claire pun mengangguk. Ia membawa sebuah dokumen untuk diverifikasi oleh Joona dan seharusnya sudah siap sejak sore. Claire tidak menyadari bahwa ada empat pria tengah mengikutinya dari belakang menggunakan senjata tajam dan api.
Mereka terus mengikuti Claire hingga Claire terlihat menghilang di dalam warehouse. Claire yang tak tau apa-apa mencari Arjoona yang setelah lama ia berjalan, baru ditemukan di antara tumpukan produk yang telah dikemas siap dilepas ke pasaran.
"Aku cari kamu kemana-mana," hardik Claire sambil berjalan ke arah Joona. Joona yang sedikit kaget menoleh ke samping dan mendengus.
"Ada apa?" tanya Joona agak ketus.
"Ini sudah harus kamu verifikasi tadi sore, tapi aku gak terima laporannya. Kamu bisa kerja gak sih," Claire mulai marah-marah. Arjoona sudah dalam keadaan lelah dan ia tak ingin berdebat malam-malam begini. Joona mengambil dokumen itu lalu melihat dan memeriksanya.
"Eh, kamu mau kemana?" tanya Claire yang melihat Joona malah hendak berjalan pergi.
"Periksa barangnya dulu," jawabnya santai. Claire terpaksa mengikuti karena ia sangat butuh laporan itu. Setelah memeriksa dan mengecek dengan seksama, Joona menuliskan laporannya dan menandatanganinya.
"Cepetan aku mau balik ke ruangan, kerjaanku belum selesai," Arjoona langsung kesal dan ketika ia hendak menjawab terdengar bunyi barang jatuh dari salah satu sudut gudang. Gudang besar itu sudah sepi sekali jadi jika ada yang jatuh maka suaranya bergema hingga kemana-mana.
"Kamu sama siapa kemari?" tanya Arjoona usai celingak celinguk mencoba mencari tau asal suara.
"Sendiri," begitu Claire menjawab semua lampu langsung mati. Claire terkejut begitu pula dengan Arjoona.
"Kenapa lampunya mati?" Arjoona langsung mendekati Claire dan memberi tanda agar ia diam. Ia meraih tangan Claire membawanya perlahan mencari tau apa yang terjadi. Dan sosok seorang pria menggunakan jas terlihat keluar dari balik beberapa rak besar. Ia mencari Claire, dan Arjoona langsung berbalik menarik Claire untuk bersembunyi.
"Siapa dia, itu bukan pekerja sini kan," tanya Claire setengah berbisik. Arjoona masih menarik Claire ke sudut yang lebih aman. Mereka bersembunyi di balik beberapa kotak besar.
"Siapa yang mengikuti kamu?" bisik Joona. Claire menggeleng mulai ketakutan. Jelas mereka melihat pria itu membawa senjata dan mencari-cari seseorang. Agar tidak terlihat Joona terpaksa menghimpit Claire dengan tubuhnya ke dinding dibelakangnya. Jarak mereka terlalu dekat dan Joona masih sibuk bersembunyi hingga harus menundukkan kepalanya karena tubuhnya yang tinggi.
Claire yang berada di dada Joona malah menengadah dan melihat wajah Joona dengan raut cemas. Dan Joona yang ingin menenangkan menjulurkan tangannya membelai kepala Claire dengan lembut sambil terus memandanganya. Tidak ada kalimat yang terucap selama mereka bersembunyi dan saling memandang seperti itu.
"Ketemu cewek itu?" terdengar salah satu pria bicara pada temannya.
"Gak dapat,"pria itu terdengar kesal.
"Sialan, dia sembunyi dimana sih,". Claire yang ikut mendengar, menundukkan kepalanya ke dada dan menggenggam kemeja di perut Joona. Joona masih seolah setengah memeluk Claire untuk melindunginya.
"Kita gak bisa lama-lama disini, satpam itu sebentar lagi bangun,".
"Cari sekali lagi, disebelah sana,"
Joona mencoba mengintip dan setelah yakin, ia menarik Claire keluar perlahan dari tempat persembunyian mereka.
"Gimana caranya kita keluar dari sini," ujar Claire masih ketakutan.
"Jalan belakang, ada pintu yang agak sempit," Claire mengangguk. Joona membawa Claire sambil terus bersembunyi melewati beberapa kotak dan lorong hingga tiba di pintu belakang gudang. Ketika Joona membuka, mata Claire terbelalak. Tempat berpijak disepanjang dinding cukup kecil sehingga ia harus menempelkan punggung ke dinding sembari berjalan menyamping.
"Kita lewat sini?" tanya Claire ketakutan. Angin malam mengibaskan rambut panjang bergelombangnya.
"Cuma ini jalan satu-satunya ke parkiran, ayo aku pegang kamu," jawab Joona dengan percaya diri. Karena ketakutan dengan tinggi yang cukup bisa membuat tulang patah jika terjatuh, Claire terpaksa mengikuti Joona dengan sambil berpegangan erat pada tangan dan lengan pria itu.
"Dikit lagi," Arjoona berjalan pelan agar Claire tidak terburu-buru berjalan di dekatnya. Claire memakai heels dan itu agak merepotkan berjalan dipinggiran seperti itu.
Sampai di ujung Arjoona meloncat kebawah menjulurkan kedua tangannya akan menangkap tubuh Claire.
"Ayo, ada aku, gak apa," dengan takut-takut Claire menjatuhkan tubuhnya dan ditangkap Joona dengan baik. Gadis itu tidak terlalu berat, Joona bisa menggendongnya dengan mudah. Usai menginjakkan kaki ke tanah, Joona menarik tangan Claire dan berlari menuju mobilnya.
"Mobilku?" protes Claire.
"Besok aku yang ambil, come on," Claire menuruti Joona dan masuk ke dalam mobilnya. sambil terengah keduanya memasang seatbelt dan Joona langsung keluar dari parkiran. Tapi masalah belum selesai, pria-pria itu terlihat mulai memeriksa parkiran. Joona terpaksa menghentikan kendaraannya, mematikan mesin lalu menarik Claire ke arah perutnya agar menunduk. Ia sendiri harus menidurkan bangku kemudi kebelakang agar mereka berdua tidak terlihat dari luar.
Namun posisi Claire yang ditarik Joona membuat ia membelalakkan mata. Hidungnya menyentuh resleting jeans yang dipakai Joona sedangkan tangan Joona menahan tekuk Claire agar tetap menunduk. Sambil memejamkan mata beberapa kali, Claire terpaksa berada di posisi yang belum pernah ia lakukan pada pria manapun. Dan Joona tidak menyadarinya sama sekali.
Usai tak ada lagi yang memeriksa, Arjoona bangun perlahan dan mengintip keluar. Ia menegakkan kembali kursinya dan melepaskan pegangannya pada Claire. Wajahnya langsung memerah begitu melihat wajah Claire yang menempel pada selangkangannya. Claire bangun dan merapikan rambutnya.
"Nice position," (posisinya bagus) ejek Claire dan Arjoona hanya menyengir malu. Sambil menahan wajah malu, Joona menghidupkan mesin dan langsung keluar dari tempat parkir itu.
"Siapa orang-orang itu?" tanya Claire pada Joona tak lama setelah mereka keluar dari pabrik.
"Aku gak tau, aku gak pernah lihat mereka," jawab Joona masih menyetir.
"Kenapa mereka ngejar-ngejar aku? Aku gak punya musuh," Arjoona masih diam dan berfikir. Apa Keith Barnett terlibat dalam hal ini?.
"Mungkin kamu harus tanya papa tiri kamu,"
"Maksud kamu? mereka orang bayarannya dia, gak mungkin!"
"Aku udah bilang dia berbahaya Claire, tapi kamu gak percaya,"
"Apa buktinya?" Arjoona hanya diam saja dan tidak menjawab apapun. Ia tidak ingin berdebat dengan Claire sekarang.
"Sekarang kita gimana?" tanya Claire lagi.
"Pulang,"
"Aku gak mau pulang ke rumah, mungkin orang-orang itu juga udah mata-matain mansion juga," Arjoona melepaskan nafas berat. Ia mengangguk
"Kita kerumahku," jawab Arjoona menoleh pada Claire sejenak sebelum memacu mobilnya lagi kembali ke rumah lamanya.
Claire terkejut begitu keluar dari mobil tua Joona dan melihat gudang di depannya.
"Kamu tinggal di gudang?" Arjoona tersenyum.
"Dulunya ini pabrik gula tapi karena sudah tidak ada lagi kebun tebu yang tersisa, pabriknya tutup," Arjoona menjelaskan sambil berjalan hendak menaiki tangga.
"Kapan?" tanya Claire masih heran.
"Jaman Belanda," jawab Joona asal
"Haa...yang bener aja kamu!" sahut Claire setengah berteriak.
"Udah sini masuk, banyak protes kamu. Disini banyak nyamuk ntar kamu dikerubungi nyamuk kalo kelamaan diluar," Arjoona menaiki tangga kecil yang akan membawanya masuk ke dalam rumah. Claire terpaksa mengikuti setelah melihat kanan dan kiri.
Arjoona memutar kunci yang membuka seperti sebuah kotak besi tua dan ia memasukkan tangannya kedalam menscan telapak tangannya untuk membuka pintu. Claire yang melihat terperangah, untuk apa ia membuat palmscanner pada gudang seperti ini.
Claire terpaksa menahan keinginan bertanya nya ketika ia membuka mulutnya terkejut melihat isi didalam rumah Arjoona. Arjoona merancang sebuah gudang menjadi rumah berdesign minimalis dan modern. Terkesan cukup mewah dan bersih sekali. Joona langsung turun lagi melalui tangga ke ruang tamu dan meletakkan kunci mobilnya.
"Ini rumah kamu?" tanya Claire masih melihat lihat. Arjoona berbalik dan mengangguk.
"Sorry kalo gak sebesar mansion kamu, tapi ya aku tinggal disini setelah pengasuhku meninggal,"Claire memandang Arjoona yang terlihat biasa saja.
"Kamu punya pengasuh?" Arjoona mengangguk.
"Aku anak panti asuhan yang dirawat oleh seorang pengasuh suruhan kakek kamu, aku rasa kakek kamu udah cerita?" Claire mengangguk.
"Trus sekarang gimana?"
"Kita nginap disini, gak ada orang yang tau tempat ini. termasuk kakek kamu," Claire mengangguk lagi. Arjoona lalu melihat pakaian Claire yang masih lengkap dengan blazer dan heels.
"Aku antar ke kamar, kamu bisa mandi dan ganti baju,"
"Tapi aku gak punya baju ganti,"
"Kamu bisa pakai bajuku untuk malam ini," Claire tidak punya pilihan selain mengangguk. Arjoona membawanya ke kamar pribadinya. Kamar itu tidak terlalu besar dan terlihat rapi. Sambil tersenyum tipis, Joona meninggalkan Claire untuk membersihkan diri di kamar itu.
Claire membuka heels nya sambil melihat isi kamar. Wangi parfum Joona yang menarik begitu terasa di kamar itu, Claire langsung merasa nyaman dan melupakan rasa takutnya beberapa saat yang lalu.
Masuk ke dalam shower dengan handuk baru dan mandi dengan air hangat rasanya menenangkan. Joona sendiri mandi di kamar mandi tamu yang terletak di dekat dapur. Ia mengganti kaos dan memakai celana sweatpants panjang yang ia ambil dikamar ketika Claire sedang mandi.
Usai mandi, Claire mencoba mencari baju yang bisa ia gunakan untuk beristirahat malam ini. Claire menemukan kaos oversized bersih yang nyaman dan celana pendek diatas paha.
"not so bad," (gak jelek) ujar Claire begitu selesai memakai pakaian Joona padanya. Kaos oversized itu sangat kentara wangi Joona dan Claire nyaman memakainya. Ia keluar dengan rambut setengah kering dan penampilan imut. Arjoona terlihat tengah berada di dapur sedang memanaskan air untuk membuat coklat hangat.
"Makasih pakaiannya, nanti aku kembalikan," ujar Claire dan Arjoona yang hendak meminum coklat hangatnya berbalik lalu menunda minum. Ia tertegun melihat cantik dan seksi nya Claire dalam baju oversized nya. Tubuhnya yang tidak tinggi, membuatnya begitu imut dan menggemaskan. Hasrat lelakinya naik tiba-tiba dan itu membuat Arjoona menyengir dan berbalik memejamkan mata.
Arjoona terlihat sedikit membungkuk dan melihat ke arah selangkangannya. Seolah memarahi ia melotot bergumam sendiri,
"Not now!" (jangan sekarang!) umpatnya pada isi celananya sendiri.
"Kamu kenapa?" tanya Claire dengan polosnya. Arjoona sedikit berbalik dan menggeleng menyengir.
"Coklat?" tawar Arjoona mengalihkan pikiran nya yang mulai aneh
"Boleh," jawab Claire sambil tersenyum. Arjoona membuat secangkir coklat hangat lainnya untuk Claire yang sudah duduk di stool konter dapur. Usai mengucapkan terima kasih, Claire meminum coklat nya perlahan dan menjilati bibirnya setelah itu. Dan Arjoona yang memperhatikan hanya bisa menunduk sambil menelan ludahnya beberapa kali.
"Trus besok gimana?" tanya Claire setelah mereka lama terdiam.
"Hmm, kita lihat kalo mereka gak ngikutin kamu lagi, baru kita pulang," Claire mengangguk. Claire mengedarkan pandangannya di sekeliling rumah Joona.
"Rumah kamu bagus," puji Claire dan dibalas dengusan senyuman oleh Arjoona.
"Kenapa?" tanya Claire lagi
"Kamu selalu menolak design ku sekarang kamu muji rumahku?" Claire mencibir
"Gak bisa dipuji dikit langsung ge er" Arjoona tertawa sambil menggeleng. Arjoona yang duduk berhadapan dengan Claire hanya bisa terus tersenyum. Mereka berbincang beberapa saat sambil tertawa kecil dan saling tersenyum. Sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Hati Arjoona yang kesal selama dua minggu ini seolah hilang tanpa bekas. Claire mulai masuk ke dalam hati Arjoona tanpa ia sadari.
Usai berbincang dan bercanda beberapa saat, tak terasa waktu sudah lewat tengah malam.
"Kita terlalu asik ngobrol," ujar Arjoona setelah membuat Claire tertawa hingga hampir menangis dengan cerita lucunya.
"Iya, kita harus tidur. Aku bisa tidur di sofa," Arjoona menggeleng.
"Tidur aja di kamar gak apa, aku bisa tidur di lantai," Claire mengangguk pelan dan berjalan ke arah kamar. Arjoona mematikan lampu dan ikut masuk ke kamar yang sama. Arjoona mengambil sebuah selimut tebal dan selimut tipis untuknya. Selimut tebal itu digunakannya sebagai alas tidur di lantai.
"Malam Claire...."ujar Arjoona ketika hendak berbaring.
"Malam Joona," balas Claire sambil tersenyum.
Ranjang itu sangat kentara wangi Arjoona yang tidur di dekat kaki ranjang. Sebenarnya ranjang itu memang untuk dua orang tapi Arjoona dan Claire menghormati perjanjian yang sudah mereka tanda tangani.
Keduanya tidak bisa tidur sama sekali. Baik Arjoona maupun Claire sibuk bolak balik tanpa bisa memejamkan matanya. Ada perasaan tidak nyaman di hati Claire membiarkan Arjoona malah tidur di lantai sementara ia bisa berbaring dengan nyaman. Pasti tidak nyaman berbaring hanya beralaskan selimut tebal. Claire mendekatkan tubuhnya mengintip Arjoona yang tak sengaja juga ikut melihatnya.
"Kamu gak tidur," ujar Claire setengah berbisik. Arjoona tersenyum.
"Sebentar lagi," Claire menempelkan dagunya di ujung ranjang.
"Aku gak keberatan kamu ditidur disini, kita kan gak bisa ngapa-ngapain," Arjoona mendengus dan tersenyum.
"Gak apa, tidur aja," balas nya dengan suara berat dan rendah.
"Tidur disini aja, gak enak tidur di lantai. Kamu bisa sebelah sini aku disebelah sana," ujar Claire lagi dengan suara imut agak manja. Arjoona pun mengangguk dan bangun dari lantai. Ia naik keatas ranjang dan masuk ke duvet yang sama.
"See, enakan disini kan?" Arjoona tersenyum dan mengangguk.
"Makasih ya,"
"Ini tempat tidur kamu harusnya aku yang berterima kasih," Arjoona makin tersenyum. Ia merebahkan punggungnya dengan posisi terlentang dan mendekat sedikit pada Claire hendak menggoda nya.
"Ucapin terima kasih?" goda Arjoona
"Terima kasih," ucap Claire dengan bibir cemberut tapi tersenyum sesudahnya.
"Selamat tidur Joona," Claire membalikkan tubuhnya.
"Selamat tidur Claire," Arjoona membalas dan melakukan hal yang sama. Mereka tidur dengan saling membelakangi. Waktu sudah lewat pukul satu pagi tapi tak ada satupun dari mereka yang memejamkan mata. Lelah diposisi yang sama Arjoona berbalik menghadap tubuh Claire, ia masih memandang punggung Claire ketika Claire juga berbalik melakukan hal yang sama. Kini mereka malah saling berhadapan dengan mata masih terbuka belum tidur sama sekali.
Claire tidak berhenti memandang Arjoona dengan dengan kedua tangannya memilin ujung sarung bantal. Arjoona pun terus memandang wajah Claire tanpa ingin berkedip. Hanya ada bias lampu tidur remang yang membuat mereka masih bisa melihat wajah masing-masing.
Arjoona meraba ujung dagu Claire dengan jari telunjuknya perlahan. Seolah seperti ada magnet yang menariknya wajahnya mendekat, dan Claire tidak menghindar sama sekali. Bibir Arjoona mencium bibir Claire dengan lembut dan perlahan. Tangan Claire yang semula memilin ujung sarung bantal jadi malah menggenggam tangan Arjoona.
Ciuman itu begitu menghanyutkan Claire dan Arjoona hingga mereka lupa jika mereka telah melanggar klausul perjanjian pernikahan kontrak yang telah mereka buat. Arjoona melepaskan ciumannya setelah beberapa saat. Ia mengangkat lengannya dan memeluk Claire dengan erat.
Tanpa bicara, Arjoona menahan hasratnya pada Claire dengan membawa kepala gadis itu ke dadanya.
"Tidur, udah mau pagi," bisik Joona di ujung kepala Claire. Dan Claire yang melupakan siapa Joona malah ikut memeluk dan menikmati wangi tubuh Joona yang sudah lama ia suka. Claire langsung mengantuk begitu dipeluk Arjoona dengan hangat. Sedangkan Arjoona ikut mengantuk dengan Claire berada di pelukannya. Ia langsung nyaman dan memejamkan matanya.