Sesampai di rumah jihan langsung menutup pintu kamar tanpa keluar, suaminya dibuat bingung karna ndak mau keluar makan. keesokan harinya setelah minta dibuatkan bubur ayam pagi pagi, karna perut yang semalam ndak terisi, jihan juga menyadari ada penghuni lain dalam perutnya sekarang dia harus memikirkan asupan gizinya, bukan hanya memikirkan dirinya sendiri. kemudian jihan mengambil koper kecilnya dia ingin ke rumah mamanya beberapa hari menenangkan pikiran, menjauh dari suaminya. Wanita mana coba yang dak sakit hati lihat dengan kepala sendiri kalo suami masih mikirin wanita lain, harapan jihan mendapat tempat di hati suaminya pupus tapi disisi lain ada calon bayi mungil yang harus dia jaga dia ndak boleh egois, diseretnya koper kecil yang sudah terisi beberapa lembar bajunya.
Janggan hanya menatap datar ke arah istrinya, baru beberapa hari lalu dia berjanji menjadikan wanita ini satu satunya dalam hidupnya, namun dalam sekejab dia kembali membuatnya terluka. Sekarang dia juga akan membawa calon anaknya turut serta, ndak bisa dibiarkan bisa perang baratayudo antara tuan takur, si raja tanah kondang hem kebayang bapaknya dan ayah mertuanya akan berseteru bisa menyebabkan gonjang ganjing seantero bumi ngayogyakarta. "mau kemana kamu ?" tanya Janggan, jihan ndak menjawab, " kamu masih tanggung jawabku, keluar rumah harus dengan seijinku," ucapnya lagi dengan nada dinginnya, sebenarnya Janggan ndak ingin istrinya keluar membawa mobil sendiri karna sekarang ada yuniornya yang harus juga dijaga.
"aku ke rumah mama, mas renungkan dulu benarkah mas menganggapku ada," ungkapan hati jihan dengan lemah. "aku terlalu lemah di depanmu mas, aku bertahan hanya untuk anak kita, kau bisa menceraikanku saat dia lahir," jihan memberanikan diri menatap suaminya, dia melihat kilatan marah di pelupuk mata tajamnya.
" aku ndak akan menceraikanmu, di awal kamu sudah tahu hubungan kita seperti apa, kita akan bertahan, untuk orang yang kita sayangi, bukan hanya untuk kita pribadi," Janggan menarik tangan jihan dan memeluknya, "maafkan aku yang kesannya plin plan, aku memang ndak bisa menutupi perasaanku, tapi percayalah aku menyayangimu, meski aku tetap menyimpan lukaku," Janggan berusaha menghentikan kepergian jihan karna dia ndak lagi sendiri.
"tetaplah bersamaku, untuk buah hati kita, aku memang breng**k minta dimengerti, dan dimaklumi, aku akan menjaga kalian," jihan selalu ndak bisa menolak keinginan suaminya, dia sadar terlalu lemah dengan pesona dan rayuan sang suami, tapi bukankah perempuan memang harus nurut apa kata suami, wajibnya dia memang boleh lebih dari satu, itu yang selalu didengungkan mama dan mbah putri sejak masih kecil, apalagi ternyata si mbah kakung menikah lagi dengan perempuan jawa timur tanpa menceraikan mbah putri, tapi keduanya rukun, enak banget si mbah kakung di apit dua perempuan ayu. dari istri keduanya lahir anak perempuan, jadi mamaku punya saudara tiri, tapi sejak mbah kakung meninggal istri dan anaknya pulang kampung sejak itu kami ndak pernah tahu kabarnya. Masih mending mas Janggan hanya mengingat masa lalunya, boleh aku dibilang diduakan cuma dalam hati tidak secara fisik, dia masih utuh sepenuhnya hak milikku pribadi. memang pemikiranku sedikit nyleneh, tapi itulah diriku berusaha nrimo apa yang ada dalam diri suamiku. "aku tetep ke mama mas, pingin menyendiri aja, mas bisa menyusulku nanti kalo sudah tenang," jihan kembali menyeret kopernya.
" tunggu sebentar, aku akan mengantarmu ke rumah mama, kita juga belum ngasih tahu kabar bahagia dengan calon cucunya," mas Janggan begitu sumringah menyebut calon cucu buat mama. " baiklah, hanya mengantar mas ndak usah ikutan menginap, " katanya sedikit sewot, namun melihat wajah berbinar suaminya dia seakan melupakan kejadian kemaren yang membuatnya cemburu akut dengan mantan dari suaminya, toh dia sudah menjadi istri mas ardan, yang juga ndak kalah ganteng dan kaya sudah punya usaha mandiri dan juga dosen universitas negeri lagi, hemmm awas kalo kamu mau merebut suamiku, hadapi aku dulu kata hati Jihan.
Janggan mengantar istrinya ke rumah mertua, yang sudah lebih sebulan dia ndak mampir, mereka di sambut gembira dengan mama indri dan papa Rahmad, kebetulan hari minggu jadi pas mereka ndak keluar rumah. mama indri dari tadi sudah menyiapkan masakan ke sukaan anak semata wayangnya rendang daging karna jihan sudah mengabari kemaren malem kalo mau rencana ke rumah mama.
"tumben kalian ke mari bawa koper segala rencana nginep nih," tanya mama penuh harap karna kangen bercengkrama sama anak perempuan satu satunya." iya ma, jihan nginep, tapi mas Janggan ndak," ucap jihan dengan wajah ditekuk, tentu mengundang kata tanya berikutnya. " iya ma, pa, saya titip jihan beberapa hari disini, karna mesti bolak balik luar kota, dan nitip juga ma ada calon cucu mama," ucapan janggan membuat mama indri terlonjak girang, "alhamdulillah akhirnya anak papa, jadi wanita sempurna, bisa memberi keturunan, terima kasih sayang," keluarga ini begitu gembira dengan kabar baik dari menantunya, sedang jihan menatap sendu suaminya pinter juga dia punya alibi untuk tetap menjeratku pikirnya. " kamu belum ngabari mbakyu Nimas, gan ?" ucapan mama membuat Janggan cengengas cengenges karna memang ndak kepikiran ngabari keluarganya tentang kehimilan istrinya, apa ketutup sama kisah si mantan, "belum ma," ujarnya.
" weh la, bocah pancen ndablek," omel mertuanya. "biar aku telpon bundamu,"
hemm dak bisa dimaafkan seandainya keluarganya tahu, mulai ayah, bunda, mas Bagus dan mbak yuni perihal penyembunyian calon keluarga baru mereka.
"assalamualaikum mbakyu,," ucapan mama yang langsung disambut salam besan di seberang, "waalaikumsalam, piye jeng kabare," hem ndak usah ditunggui karna akan memakan waktu lebih dari sejam kedua nyonya sosialita kalo berbincang paling ujung ujungnya ngadakan selametan atau pesta buat nyambut calon cucu mereka dan ngundang para ibu ibu sosmed, janggan melenguh, dan meninggalkan mertuanya menuju belakang rumah untuk merokok entah sejak kapan dia menjadi ahli hisab tapi hanya pada saat dia galau rokok bisa sedikit membantunya, solusi menyesatkan memang.
Kenapa aku ndak bisa sepenuhnya mencintai jihan, dia wanita yang baik seperti kata bunda, kembali rokok ditangannya disedot dan dibuang asapnya berlahan. Cinta pertamanya Pengalaman pertamanya sekarang hanya angan yang ndak lagi bisa diraih. 'apa kau sudah bisa melupakanku, dik,' aku bisa gila memikirkannya, dibantingnya puntung rokok yang masih separo. kejadian empat tahun lalu tak pernah terhapus dari ingatan.