"Senja yang indah, seperti aku ingin menua bersamamu, sampai di batas senjaku," ardan memeluk pinggang lusi, dan berdua menatap senja yang hampir berlalu dengan pandangan takjub akan alam semesta yang begitu indah.
Lusi menatap dengan mesra memeluk erat suaminya, "aku seneng kak, kok tahu seleraku, seperti impianku, di belakang terbentang sawah dengan suara burung bersautan, nanti dikasih kolam kecil kak di antara hijaunya tanaman," mata indah lusi berbinar membuat gemes ardan yang melihatnya.
"Siap nyonya besar," ucap ardan sambil menoel hidung istrinya. "kamu bikin aku gemes," ardan mengeratkan pelukannya, "dik tanggung jawab," suara ardan parau menahan gejolak dan debaran jantungnya yg sudah melompat lompat tiap berdekatan dengan istrinya.
"Hei, apa sih kak, ingat ini dimana, malu sama karyawan kakak, ih ?" lusi berusaha meredam suaminya, meski dalam hati mengiyakan keinginan ardan, karna terbawa suasana yang romantis.
"I love U, my honey," ungkapan ardan pada cintanya, lusi hanya memandang jauh, suasana menjadi hening.
Terdengar suara adzan magrib dari mushola yang ndak jauh dari kafe, mereka berdua baru tersadar, ardan pun mengusap kedua pipi istri dan mengecupnya lembut, "sholat dulu dik, malam ini jangan harap aku memberimu ampunan," kerlingan mata ardan pertanda buruk buat lusi artinya dia mesti nyiapin camilan dalam kamar beserta minuman untuk menanggulangi kelaparan setelah terjadinya aksi, kalo ndak bisa lemes tanpa energi, mau keluar kamar malas, lusi jadi senyum sendiri dan sempet tertangkap ardan.
"sepertinya gayung ku bersambut dengan baik nih," ardan tergelak membuat wajah memerah lusi terlihat jelas di bawah lampu kafe yang sudah dinyalakan.
Dalam hati ardan bertanya tanya apa aku belum menghuni hatimu istriku, apa hanya tubuhmu yang boleh kumiliki tapi hatimu tidak.
"wah wah wah, kak ardan kebelet, awas nanti shalat bayangin yang ndak wajar lho bisa batal tujuh kali," balas lusi menghilangkan rasa ndak nyaman yang sempat muncul karna belum bisa mengimbangi rasa cinta laki laki yang masih memeluknya erat yang selalu menomor satukan dirinya, alangkah beruntungnya menjadi istrimu kak.
"dah berani goda suami, awas lho ya ada dendanya, " kata ardan, mereka saling melepas candaan dan berdua masuk ke tempat usaha ardan untuk menjalankan kewajiban bersama di tempat yg tersedia di kafe.
------------
Seorang wanita cantik dengan membawa beberapa gudibag memasuki cafe dan langsung menuju lantai atas mencari owner cafe, "boss mu mana ?" tanyanya dengan logat jawa timuran pada seorang waitress kafe, "pak ardan lagi sholat, silahkan, ibu mau nunggu dimana ?" waitress menyambutnya dengan ramah. "baiklah aku tunggu di sini, sampekan boss mu di tunggu bu putri," ucap wanita itu dengan tegas dan langsung mengalihkan tatapannya pada waitress yang melayaninya.
"saya permisi dulu, ibu mau pesen apa ? bisa saya buatin sekarang " dengan tetep ramah waitress itu melayani pelanggannya, meski dengan tanda tanya besar ada hubungan apa wanita ini sama bos ardan, gayanya sok jadi pemilik. "aku pesen, coffe latte dan pisang keju, kamu bisa meninggalkanku," ucap wanita itu yang ternyata putri temen kuliah lusi dan dari kampung yg sama. Putri sekarang sebagai dosen di tempat yang sama dengan ardan dan baru beberapa hari pulang dari london untuk S3 nya, dan kebetulan kariernya sebagai dosen akuntansi cemerlang dan saat ini menjabat wakajur ( wakil ketua jurusan ) di jurusan accounting.
Ardan yang didampingi lusi berniat melakukan pengecekan di dapur melihat persediaan bahan di sana ditemuinya koki dan beberapa waitress yang sedang berbisik bisik membicarakan sosok wanita cantik yg mencari bos nya.
"ada apa san, " sapa ardan pada koki kepercayaannya sejak kafe dibuka yang bernama sanusi. " ndak pak ardan ini temen temen mau nyampekan pak ardan ditunggu temennya di lantai atas, " sanusi memberi penjelasan, sedang waitress sampingnya menyenggol bahu sanusi. "siapa, " kata tanya singkat terucap dari bibir mungil sang istri yang mengerucut melihat sikap aneh anak buah suaminya. " bu putri, temen ngajar bapak bu," sanusi berusaha menetralkan suasana takut terjadi salah paham pada wanita bosnya yang masih berstatus istri baru.
"Oh putri, biar aku temui dia, " ardan langsung ke lantai atas menemui rekan kerjanya, sementara lusi mengekor di belakangnya.
" Ayo kalian sana bubar sepertinya ada beberapa tamu baru, " Sanusi mengajak karyawan lainnya buyar, biar ndak bikin gaduh dengar acara lanjutan rumpinya.
"pak san ndak asyik, kan lumayan ada bahan di group ku, memang dasar pak ardan orangnya ganteng, cakep, dosen punya usaha sendiri pula siapa juga yang ndak siap mendampinginya, begitupun saya," ocehnya dan berlalu ke depan untuk mencatat pesanan palanggan yg batu masuk.
"Wati, ini tadi pesenan bu putri, bisa dianter ke tempatnya, " titah sanusi melihat waitress yang bernama wati untuk menyuguhkan pesenan tamunya.
"Assalamualaikum, bu putri, " ardan menyapa lembut rekan dosennya yg berstatus di atasnya meskipun dia yuniornya. "waalaikum salam, ah biasa aja sih kak ardan, khan di luar kerja, panggil putri aja kenapa," kata putri yang berdiri dari tempat duduknya menyambut ardan dengan jabat tangan dan wajah berhias senyuman manis, ardan pun menyambut jabat tangannya. " aku baru datang kemarin dari london, langsung pingin ketemu kak ardan, aku bawain oleh oleh banyak " wajah putri bersemu merah menahan gejolak jantungnya, ingin rasanya memeluk seseorang yang dirindukan saat di luar negeri untuk gelar S3 nya, tapi dia ndak berani karna dia ndak pernah mengungkapkan perasaannya yang dipendam sejak dia kuliah S1 nya itulah alasan dia ndak meninggalkan kota lumpia ini.
Sedang dibelakang ardan muncul sosok wanita mungil yang dikenalnya, "Hei Putri masih ingat ndak sama aku, lama juga ndak tahu khabarmu" lusi langsung mengulurkan tangannya pada sahabatnya di masa kuliah, putri menyambut uluran tangan lusi dengan pandangan bingung. "kok kamu di sini lus," tanya putri butuh penjelasan. Lusi memandang ardan dalam hati meminta suaminya mengenalkan statusnya. Ardan jadi canggung karna selama ini bukan dia ndak ngerti perasaan putri meski ndak diungkapkan, makanya sebisa mungkin dia menghindari wanita ini.
"putri, maaf waktu itu kita mau ngasih undangan tapi kamu lagi di luar negeri, " ungkap ardan dan langsung disaut dengan lusi, "iya put, aku dan kak ardan sudah nikah dua minggu lalu," perkataan dua orang di depannya membungkam putri dan dengan perasaan hancur putri menggigit bibirnya untuk menahan keresahan hatinya. "benarkah kalian ....." hanya kata itu yang keluar dari bibir putri dan dia memandang laki laki yang selalu diharapkannya menuntut penjelasan dari mulutnya langsung, ardan pun mengangguk, " iya, aku sama lusi sudah menikah, "