SKB ( Setelah kesepakatan bersama ) pranikah suami istri antara ardan dan lusi sudah dibikin tanpa surat tertulis apalagi tanda tangan diatas materai, dimana pihak pertama sebagai suami setuju kalo pihak kedua kata lain disebut istri berada di rumah orang tua selama menyelesaikan tugas mengajar dalam waktu selambat lambatnya tiga bulan ke depan, SKB tersebut disampekan kembali dari pihak istri yang berkepentingan.
"Kak, aku dah harus balik kampung, cutiku dah habis," kata lusi mengingatkan ardan saat mereka di ruang tengah barusan sarapan bersama di rumah orang tua ardan. "lho mau kemana ? terus suamimu di titipin siapa, dibalikin ke ibu, " ardan pura pura lupa dengan SKB mereka yg sudah di acc sebelumnya. " kan udah tak sampeikan dan kak ardan setuju, kalo aku sleseikan sampe tahun ajaran habis," gugat lusi sambil duduk di samping suami sedikit merayu biar SKB nya ndak dibatalkan sepihak, karena ndak ada kekuatan hukumnya. "ndak pingin nemenin suamimu sampai bosen dulu," ardan mencoba menawar putusan yg sudah diketok. "ndak ! banyak maunya," lusi bergelayut manja di lengan suaminya. Ardan mengecup tangan lusi, "sudah dipikirin bener, ndak enak lho tidur sendirian, ndak ada yang mijitin sambil meluk," ardan mengelus pundak istri tersayang. "Aku ndak enak kak, sama kepala sekolah juga anak anak harus nyesuaikan dengan guru barunya," wajah lusi memelas, "baiklah, kita sudah bahas ini sebelumnya, aku paling ndak bisa lihat wajah melasmu, dik, tapi ada imbalannya ndak gratis plus jatah yang belum ku ambil," tampak jelas wajah suami mengajukan pemenuhan hasrat, "apaan kak, dasar rentenir, bisa ndak bangun pagi kak, " ungkapan lusi ndak enak masih tinggal di rumah mertua karna masih tinggal bareng mereka, memang ardan belum punya rumah sendiri, yang ada cafe di daerah kampus yang masih ada tanah kosong saat ini dalam proses dibangun untuk rumah tinggal ardan bersama istri, sekalian bisa mengawasi usahanya.
Tanpa persetujuan Ardan pun langsung menarik lusi menuju kamar mereka dan kebayang yang dilakukan mereka pasangan baru pasti ndak ada capeknya urusan yang satu itu.
------------------
"ke cafe yuk, sekalian lihat rumah tinggal kita sudah berapa persen penyelesaian bangunnya," kata ardan yang sudah seger habis mandi basah dan berganti pakaian santai celana pendek dan kaos oblong, lusi mengangguk mengiyakan ajakan suami, dia juga sudah rapi dengan minidress yang dipadu dengan leging panjang dan sandal tepleknya, asyik juga jalan jalan sore, "goes yuk, biar ndak melar tubuh cuma buat tiduran aja." ajak ardan senang, matahari udah ndak panas apalagi pepohonan rindang di daerah cafenya. "ndak dari rumah kan, bisa gempor kakiku kalo bersepeda dari sini, ampun deh kak," lusi protes duluan, "ndak, sepeda kan bisa dilipat di mobil toh, nanti bersepeda kalo dari cafe aja," jelas ardan, yang ndak ingin juga bikin sengsara istri, dia juga yang repot kalo sampe pingsan di jalan, maklum pemain goes amatiran. "siap bossqu," lusi langsung melompat mencium pipi suami sambil mengendusnya.Kaget juga ardan tumben istri punya inisiatif nyium duluan, di pegangnya pipi yang sedikit memerah.
"Ayo, kak," lusi mengajak ardan segera menuju cafe, yang bikin semangat dia bayangin punya rumah sendiri bisa tinggal cuma sama suaminya yang baik hati, dia pun senyum senyum seneng. "siap beib, apa sih yang ndak buatmu, dik," keluar kata kata maut jurus gombalan ardan.
Mereka langsung menuju garasi mobil dan menyiapkan dua sepeda angin lipatnya untuk dimasukkan ke mobil, lusi dipinjamkan punya adiknya ardan, berdua pasangan ini berkendara menuju cafe ke dekat kampus, butuh waktu 20 menitan sampe kalo dari rumah ortu.
Untungnya malam Jumat jalanan menuju Semarang atas ndak macet, ardan dengan santai melajukan mobil kijangnya yang sudah berumur hampir seusia anak esde.
Mereka turun di sebuah cafe yang asri di belakang tampak pemandangan sawah di sore yang cerah. Lusi langsung berlari ke belakang ke arah bangunan minimalis yang sudah hampir selesai, lusi masuk ke rumah yang tinggal difinising untuk pemasangan kabel listriknya, rumah yang masih kosong karna perlengkapan perabot belum terisi, dia membayangkan di rumah bersama suaminya, menyiapkan makan pagi sebelum berangkat kerja bersama, dia ndak akan capek untuk bersihin rumah karna ndak terlalu luas, di depan rumah dihiasi pot pot bunga hidup yang pas dengan warna dindingnya yang soft pink, waw kak ardan ngerti banget sih seleraku. Rancangan rumah memang dibikin sebelum mereka nikah, namun pengerjaannya memakan waktu yang lebih lama karna ardan orangnya perfect banget, bahan ahan mesti sesuai dengan yang diinginkan, ndak ada istilah kw, untuk hadiah wanita incarannya yang saat ini jadi istri. Ardan muncul dari belakang dan langsung memeluk istrinya, "gimana seneng, ndak dengan rumah ini," ardan sudah melongo karna reaksi lusi diluar prediksi dia memeluk erat ardan sambil berjinjit dan mengecupi mata, hidung, pipi, " makasih, sayang," mata lusi begitu berbinar indah. Ardan menarik lusi memutar ke belakang rumah dan ditunjukkannya pemandangan alam yang begitu menakjubkan ya, lusi memandang tanpa berkedip.
terlihat senja yang memerah jingga menautkan pada langit langit yang ikut semburat warnanya. Lusi menggandeng turun ardan. "indah kak, warna jingga pada senja hari, warna langit yang menyatu dengan merahnya mentari di sore hari," ucap lusi sambil menunjuk matahari yang mulai masuk ke peraduan tapi masih tampak sinarnya. "senja yang indah, seperti aku ingin menua bersamamu, sampai di batas senjaku," ardan memeluk pinggang lusi, dan berdua menatap senja yang hampir berlalu dengan pandangan takjub akan alam semesta membuatnya selalu ingat untuk selalu bersyukur.