Dasar bocah gemblung bunda Nimas misruh misruh ngadepi sikap anak bungsunya, "lha gimana tho pak, anakmu si Janggan, istrinya hamil bapak dan ibunya ndak dikabari, barusan malah jeng indri mamae Jihan sing ngabari," pak hadi cuma manggut manggut dengerkan celotehe ibune bocah bocah, "mungkin ndak sempat, atau Janggan pingin ngasih kejutan sama kita," jawaban bapak mencoba meredam amarah istrinya. "biarkan aja, bocah wes gedhe wes ben rumah tanggae diurusi dewe ( anak sudah besar biar diurusi sendiri rumah tangganya ) " kata bapak yang langsung disambut dengan wajah mecucu dan omelan dari bunda Nimas, "bapak mesti mbelani anake lanang ( bapak selalu membela anak laki lakinya )" jurus pamungkas bunda ya ngambek bisa bahaya buat sekeluarga khususnya bapak, kalo ndoro putri marah, terus sapa yang mau nyiapkan makan, sapa juga yang ngeloni bapak coba mosok arep mbok darmi karna mbok narti diboyong sama mas Janggan ikut ke rumahnya. Bapak cuma bisa garuk garuk kepalanya yang ndak gatal. "apa kita berangkat aja ke rumah dik Rahmad," bapak memberi ide sama istri tersayang biar sedikit menghilangkan cemberutnya dan benar sambutan bunda cukup meriah, padahal pertanyaan bapak hanya alibi semata, bapak sebenarnya takut ndak dapat jatah, biar usia ndak muda lagi kalo diminta rapelan pasti siap 86, Dasar bapak padahal setelah itu penyakit encok selalu kambuh, urusan nanti katanya tiap kali diingatkan bunda.
"wah setuju, bunda sudah kangen sama jeng indri, ayo siap siap pak" ibu langsung sumringah dan menarik bapak berdiri dari duduk santainya dengan kaki selonjor, "apa sih bun, pelan napa sih, ajak supir aja, biar bapak ndak cape," bapak sebenarnya males perjalanan jauh, maklum faktor usia. lebih seneng kalo anak anak yang ke rumah, dia bisa jumpa sama cucunya juga.
Bapak dan ibu Asmorohadi pergi ke rumah mama indri, tentu saja menanyakan kabar menantunya yang lagi hamil muda, tak lupa membawa mangga muda lengkap dengan blimbing dan kedondong semua bahan untuk buah rujak manis beserta bumbu rujak yang saat ini dijual online tanpa harus ngulek sendiri, semua yang dibawa bunda untuk menantu tersayang sampe lupa ndak bawakan kesukaan anak laki laki tersayangnya karna masih terbawa sedikit mangkel ndak dikabari keberadaan calon cucu barunya.
------------------
Janggan pamit sama mertuanya, karna ada yang harus diurus di kantor alasan menghindar yang kuno dan dapat terbaca siasatnya, "tunggu sebentar nak Janggan, bundamu perjalanan mau ke sini," mama indri menahan kepergian menantunya, janggan melenguh pendek, " baiklah, ma, kalo gitu saya susul jihan ke kamar," jawab janggan sambil berlalu meninggalkan mertuanya untuk menemui istrinya, dia tadi belum pamit sama si juniornya, atau boleh ndak ya ngunjungi dedek, janggan senyam senyum terbayang tubuh istrinya yang tambah padet berisi, segera dia inget kalo ke rumah mama dalam rangka mengantar istri lagi ngambek, paling juga ngambeknya ilang kalo aku gombalin dan nawarkan yang enak enak, kembali janggan tersenyum sendiri sampai wajahnya memerah, kenapa jadi kepikir yang mesum mesun sih, ndak papa mesum sama istri sendiri.
Di depan pintu kamar jihan, langkah Janggan berhenti dibukanya handle pintu ternyata ndak dikunci, terlihat jihan tengkurap dengan kepala tertutup bantal, terdengar isak tangis lirih, makjleb dia menangis, dasar suami ndak peka.
Janggan duduk di tepi ranjang, diucapnya rambut panjang istrinya, "kenapa nangis, nanti anak kita cengeng lho," sok perhatian, pasti karna takut diomelin bunda sama mama, batin jihan, dia ndak tahu suaminya membawa misi tersendiri. "biarin, papa ndak perhatian," jawab jihan dengan nada ketus, "yang minta diperhatikan mamanya apa dedeknya, nih," tangan janggan meraba tengkuk jihan dan diciumnya aroma harum sampoo rambutnya, sial dek papamu tahu kelemahan mama, jihan terjingkat dan bangun, menghindar dari tangan nakal suaminya, "mas ndak pulang ?, katanya ada urusan kantor," suara jihan di tahan agar ndak terdengar parau tanda dia juga menginginkan suaminya, gengsi sis, enakan dia ndak dikasih pelajaran menduakan perasaan cintaku lagi, nih istri lho yang bakalan nglairin anakmu mas. hik hik hik sakit hatiku mas.
"Memang boleh ndak pulang ?" kata tanya dijawab tanya balik, emang dasar bikin kesel nih suami, Janggan mendekati istrinya, "masih ngambek nih critanya, mau tetep disini kalo mamanya dedek ndak maafin papa dek," kali ini aksi janggan mengelus perut istri ngajak bicara si calon dedek, "ndak usah pegang pegang, sana cari tuh wanita pujaan mas," wajah jihan terlihat pucat, dan dia berlari ke wastafel kamar mandi, huueeek, huueek, Janggan menyusul ke kamar mandi langsung memijit tengkuk istri, seperti yang pernah dilihatnya kala ibu membantu mbak yuni, melihat jihan kelihatan loyo, Janggan menawarkan manggil dokter, "ndak usah mas, nanti juga baikan, "tolak jihan, tanpa ba bi bu be, Janggan langsung menggendong istrinya, "ndak usah protes," dan ditidurkan ke ranjang, diambilnya minyak kayu putih di tas kecil istrinya, jihan kaget sejak kapan mas tahu kalo aku nyimpen benda itu di tas batinnya.
"Jangan berfikir mesum, cuma mau ngolesin perut, punggung, dada, leher, " ucap janggan dengan wajah menyebalkan bagi jihan, "sini biar aku sendiri yang olesin," jihan berusaha merebut botol kecil warna hijau ditangan janggan, Namun kalah cepat yang ada pemilik tangan sudah beraksi karna tangannya berhasil sampai pada perut yang masih rata, dan jihan dibuat geli dengan aksi suaminya yang merembet ke wilayah terlarang, "eh maaf, kalo kena bilang nanti panas," ucap janggan sambil tergelak karna jihan menahan tangan suaminya yang mulai nakal, "dilarang melewati batas," ternyata sang istri masih jual mahal, "beneran nih, aku ke kantor lho, ndak kangen," Janggan mengerling mesra tetep menggoda wajah istrinya yang sudah bersemu merah, dia bersiap melaksanakan aksi berikutnya, karna yakin ndak akan ke tolak. pede banget.
tok tok tok
Jihan langsung berlari kecil membuka pintu kamar, "bunda, ayah," disambutnya kedua mertuanya dengan mencium tangan kanannya, jihan kemudian memandang suaminya yang terlihat jengah karna aksinya yang terjegal dengan baik, namun janggan segera menghampiri kedua orang tuanya untuk memberi salam. " piye nduk sehat cucunya ibu, " kata ibu sambil mengelus kepala jihan dengan sayang. "alhamdulillah, sehat bun, cuma muntah muntah aja tadi, nanti juga baikan," jawab jihan, yang diangguki suaminya. "mulai sekarang kamu kudu ngomong sama ibu atau bapak, nek bocah ndablek, nakal, iki mulai neko neko karo sliramu ( mulai macem macem sama kamu )" ibu menjewer telinga janggan dan menariknya keluar kamar. Jihan tersenyum penuh kemenangan,
"aduh bu, sakiiit," kata janggan sambil meringis, dengan telinga yang muali memerah," lepasin bu," janggan bersungut sungut dibuat kesal sama ibu, udah mangsanya lari dari buruan sekarang kena jewer ibu tanpa ampun. istrinya malah menertawakannya, apes.
Apa anakmu ini ndak membuatmu melupakannya mas harapan Jihan sebagai istri memiliki suami tanpa harus berbagi perasaan adalah hal wajar, batin jihan sambil mengelus perutnya.