"Semakin aku menikmati kesenangan ini, semakin sakit rasanya ketika harus berpisah. Berpisah dengan orang yang aku sayangi".
Kini kepala-nya mendongak ke atas, membayangkan kenangan itu.
Bayu menatapi diri-nya yang tengah termenung itu.
Kini Bayu taruh alat-alat tulis di tas.
Kemudian bayu taruh tangan-nya di atas kepala rosa, Dengan tersenyum ia berkata.
"Rasa-nya semua itu tak lah semenyakitkan, (kini tangan-nya menujuk kedepan, ke kolam kecil yang ada didepan mereka). Kau tahu ibarat air, hidup itu tak lah selalu jernih, kadang ada kotoran (dan kembali menyentuh kepala Rosa). Namun kotoran tak lah selalu buruk, mungkin saja air itu kotor, karena tak pernah dibersihkan, sama seperti diri kita, yang terlalu lama larut dalam kesedihan yang mendalam, dan tak pernah bangkit dari kesedihan yang terus menghantui diri".
Krek...
Bunyi rosa membuka tutup kaleng minuman milik-nya, ia tenguk minuman kaleng itu, seraya berpikir, berpikir tentang apa yang bayu katakan itu.
"ini sama seperti waktu itu". Kata ia dalam hati, membayangkan apa yang bayu katakan dahulu, yang sama persis dengan apa yang ia katakan sekarang.
Rasanya ini dejavu, bagi Rosa.
"Kadang aku berpikir, kamu itu sangat bijak". Kini Rosa tersenyum kepada-nya, lalu ia taruh minuman kaleng itu, "kau tahu, aku rasa kamu orang yang paling bijak". Kata Rosa memuji bayu.
Hujan masih tetap menguyur, namun itu terasa hangat, entah apa yang hangat itu.
Bayu Arta, adalah seorang remaja lulusan Smk.
Nama belakang-nya adalah nama ayah-nya yakni Arta wiguna, ayah-nya bekerja sebagai buruh harian, sedangkan ibu-nya hanya lah ibu rumah tangga.
Ia hidup dengan kesederhanaan, di sebuah rumah berukuran kecil.
Ia adalah seorang penulis, ayah dan ibu-nya tak melarang tantang kesukaannya sebagi penulis, ia selalu menulis setiap waktu.
Ia adalah orang yang ramah, selalu berpikir positif tak pernah mengeluh dengan ekonomi keluarga-nya.
"Kau tahu, hidup itu bagai ujian. Setiap cobaan adalah sebuah pertanyaan dalam lembaran ujian, jika kita bisa melewati ujian itu, arti-nya kita bisa menjawab pertanyaan itu. Jika kamu ingin lulus dengan nilai sempurna maka, lakukan lah ujian itu tampa mengeluh". Kata Bayu menyemangati rosa.
Kemudian membuka payung milik-nya lalu pergi dari rosa.
"kau selalu bijak bayu". Gumam Rosa.
Dan ia pun sama seperti bayu. Membuka payung dan pergi dari gazebo itu.
"Cuaca hari ini berawan, disetai angin kencang.
Di sebagian tempat hujan beritentitas sedang menguyur."
Hari ini ia dan bayu bertukar cerita, tentang apa pun.
Dengan tawa kecil mengiringi cerita dari kedua-nya.
"Kadang aku berpikir. Tentang cerita mu itu, mengingatkan ku pada sebuah kisah yang pernah aku alami".
"Biskah ini tak terlupakan?".
Sayup-sayup suara tetesan hujan. Mengiringi cerita mereka.
"Apa mungkin?".
Tetesan-nya menghantam genteng, menentramkan hati.
"Jika itu bisa, mungkin ini akan menjadi kenangan yang indah".
Angin berhembus, menyentuh kulit mereka.
"Takdir akan kah bisa diubah?".
Dingin, dingin menyentuh kulit.
"Maaf bayu, namun pesan mu, tentang tak menyalahkan takdir harus ku ingkari".
Namun kehangatan dalam diri tak bisa ditembus oleh kedinginan.
"Sekali lagi maaf, maafkan aku".
Kini ia telah bertemu kembali, dengan orang yang ia cintai.
"Aku hanya ingin sekali lagi bertemu dengan mu".
"Rosa, Rosa!". Pangil bayu menyadarkan-nya dari lamunan.
"maaf aku tak mendengarkan mu". Saat ia tersadar dari lamunan,
Ia menatapi wajah bayu yang tak berubah, tak sedikit pun berubah.
Kini dalam hati-nya ia menangis jika membayangkan waktu itu, dan terus berpikir.
apakah bisa?
"Bayu! Kau seperti sebuah bayang kenangan. Yang harus hilang berasama kenangan yang telah kita lewati". Gumam-nya dalam hati.