Chereads / The Kingdom of NETERLIANDIS / Chapter 17 - Dimana Kamu?

Chapter 17 - Dimana Kamu?

Arena seleksi sudah mulai sepi, hampir semua orang telah meninggalkan bangku penonton. Hanya ada beberapa pelayan yang sibuk membersikan arena, menyapu dan membereskan peralatan.

Di pinggir lapangan tampak Pangeran Antoni yang tengah sibuk mencari seseorang. Ia terlihat bertanya kepada para pelayan yang ada di sana, mengenai dimana Pangeran Dinata sekarang.

"Setelah pengumuman hasil seleksi tahap dua selesai dilakukan, Pangeran Dinata sudah beranjak pergi dari arena dengan sedikit tergesa-gesa. Kemana tujuan saya juga kurang tahu, Tuan," ucap salah seorang pelayan yang tadi melihat Pangeran Dinata pergi.

"Terima kasih informasinya. Sekarang kamu bisa kembali bekerja."

"Kemana kiranya Dinata pergi?" Gumam Pangeran Antoni berjalan keluar, pergi dari arena seleksi.

Langkah Pangeran Antoni terhenti ketika melihat sosok wanita cantik tengah duduk menunggunya di dekat tangga keluar.

"Liliana, Kamu masih di sini?" Tanya Antoni yang kemudian memutuskan untuk duduk di samping Putri Liliana.

"Yah, ada hal yang belum selesai saya bicarakan tadi," Liliana masih tampak ketus dengan wajah cemberutnya.

"Sebelum kamu berbicara, saya mau minta maaf atas kelakuan dan ucapan saya yang menyinggung kamu dan Dinata tadi. Saya benar-benar salah sudah terlalu emosi, Liliana."

Putri Liliana tampak terdiam beberapa saat, mendengar ucapan permintaan maaf yang terdengar tulus dari kekasihnya ini. Ia bingung, masih pantas marah atau tidak ketika sekarang melihat Antoni penuh penyesalan.

"Saya juga harus minta maaf karena telah mengecewakan kamu malam itu," nada bicara Liliana kembali melembut, "kita berdua sama-sama salah, tapi jujur saya malam itu hanya menemui Pangeran Dinata karena khawatir padanya, tidak lebih dari itu."

"Iya, Liliana saya percaya kamu. Saya salah telah memperlakukan Dinata sekeras itu tadi."

Pangeran Antoni kemudian menarik tangan Liliana dan memeluknya erat, "hubungan kita masih baik-baik saja kan, Liliana?"

Liliana hanya mengangguk dan membalas pelukan Pangeran Antoni dengan erat pula, "saya sangat mencintai kamu, Antoni."

"Saya lebih mencintai kamu, Liliana," Pangeran Antoni melepaskan pelukan itu dan menatap putri Liliana penuh cinta.

"Iya, saya percaya," senyum terulas di bibir merah muda Liliana yang membuat Pangeran Antoni ingin mengecup bibir wanita cantik ini.

Wajah Pangeran Antoni mendekat ke wajah Putri Liliana, semakin dekat sampai sebuah ingat melintas dipikiran Liliana dan menghentikan segalanya, "Tunggu, Antoni. Saya ingat sesuatu yang sepertinya kurang baik."

"Ada apa, Liliana?" Tanya Pangeran Antoni dengan wajah sedikit kecewa sekaligus penasaran.

"Kamu ingat ucapan Pangeran Dinata tadi pagi yang seakan-akan ini adalah hari terakhirnya. Saya curiga Pencabutan bara kristal merah dari tangannya dilakukan hari ini, kita harus segera mencarinya" ucap Liliana tampak cemas.

"Pencabutan? Ada masalah apa ini, Liliana?"

"Apa kamu tidak tahu tentang pengorbanan yang dibuat, untuk mencegah letusan gunung berapi Negalitipus?"

"Tidak sama sekali," wajah Antoni tampak mengingat-ingat pembicaraan yang terjadi dalam beberapa hari ini, "ah, sepertinya ayah pernah membicarakan tentang gunung Negalitipus saat malam perayaan, tapi aku tidak terlalu mendengarkannya."

"Yasudah, nanti saya ceritakan saat dijalan. Sudah mulai petang, ayo cepat kita cari Pangeran Dinata!!"

***

Aneh rasanya, tidur di pusaran ibu selalu membuat saya tenang. Sepertinya ibu sedang mendekap saya di sana, kehangatannya begitu nyata walau hanya sebuah makam.

Pangeran Dinata bersandar dan memejamkan matanya di pusaran yang begitu rapi dan terurus. Ia terbiasa ke makam Ratu Nias Kusuma jika perasaanya sangat kalut, baginya tak ada tempat yang lebih nyaman selain di sini, disisi ibunya.

Tanpa disadari Pangeran Dinata tertidur lelap sampai gelap malam menyelimuti pemakaman kerajaan. Ia bangun ketika bulan hampir tegak berdiri yang menyinari wajahnya dengan cahaya.

"Astaga malam telah larut sekali, ayah pasti sudah lama menunggu saya. Ibu saya pulang dulu," ucapnya sambil mencium batu nisan Ratu Nias Kusuma.

Pangeran Dinata segera bergegas mengeluarkan sihirnya teleport untuk mempercepat menuju istana Neterliandis.

***

"Raja Indra," panggil Pangeran Antoni yang tergesa-gesa menghampiri Raja Indra yang tengah bersama Paman Gandara.

"Ada apa Pangeran Antoni? Sepertinya kamu terburu-buru sekali."

"Maaf Raja Indra, apakah anda tahu atau melihat dimana Pangeran Dinata sekarang?," Ucap Antoni masih dengan wajah panik

Antoni sudah banyak mendengar cerita tentang permasalahan Pangeran Dinata dari Putri Liliana sebelum memutuskan untuk berpencar tadi.

"Dinata? saya juga belum melihatnya lagi setelah selesai seleksi tadi. Ada perlu apa dengan Pangeran Dinata, Antoni?" Tanya Raja Indra penasaran.

"Saya hanya ingin meminta maaf padanya. Dan lagi bolehkan saya tahu, Apakah benar malam ini Pangeran Dinata akan melakukan pencabutan bara kristal merah dari tubuhnya?"

Wajah Raja Indra mendadak berubah kaget, ia tidak menyangka bahwa Pangeran Antoni telah banyak mengetahui tentang bara kristal merah dan Pangeran Dinata.

"Darimana kamu tahu semua itu, Antoni? Seberapa banyak yang kamu tahu?"

"Saya tahu hal itu dari cerita Pangeran Dinata langsung, saat dia tidak sengaja mengeluarkan fantalis sihirnya di hutan Pinus. Hampir semuanya saya ketahui, tapi tenang saja saya tidak akan memberitahu siapapun juga soal ini."

"Terima kasih telah merahasiakannya, soal pencabutan bara kristal merah memang akan dilaksanakan malam ini di ruangan saya. Saya tahu kamu teman Dinata, tapi tak usah panik pasti Dinata akan baik-baik saja," ucap Raja Indra seakan menguatkan dirinya sendiri ketika berbicara pada Pangeran Antoni.

"Tapi boleh saya tahu, dimana Dinata sekarang?" Pangeran Antoni memastikan apakah Raja Indra benar tak tahu dimana Pangeran Dinata sekarang.

"Kami juga sedang menunggu Dinata saat ini, pencabutan bara kristal merah akan dilakukan tepat saat bulan di atas kepala. Tapi sampai saat ini Pangeran Dinata belum juga kembali," ucap Paman Gandara yang mulai ikut berbicara.

"Benar, dan sekarang kami harus bergi ke tempat pencabutannya dan menunggu Dinata di sana," sambung Raja Indra.

"Bolehkah saya ikut menunggunya di sana? Saya bisa membantu apapun asalkan diperoleh untuk ikut."

"Ah," mata Raja Indra melirik Gandara dan bertanya, "Bagaimana, Gandara apakah boleh?"

"Yah, boleh saja. Mungkin nanti fantalis sihir apimu dibutuhkan bila fantalis sihir Raja Indra tak cukup untuk menarik keluar pusaka bara kristal merah."

"Terima kasih, Paman Gandara."