Chereads / The Kingdom of NETERLIANDIS / Chapter 19 - Rapat Darurat Kerajaan

Chapter 19 - Rapat Darurat Kerajaan

Rapat mengenai kelanjutan dari pengorbanan bara kristal merah diadakan di istana Neterliandis, dua hari setelah pengambilan kembali pusaka bara kristal merah dari Pangeran Dinata.

Para bangsawan dan keluarga kerajaan telah memenuhi bangku rapat siang ini, wajah mereka tampak begitu panik. Pasalnya keadaan dari gunung berapi Negalitipus semakin memburuk, sering kali terjadi letusan kecil di puncak gunung itu. Lavanya memang tidak mengalir ke wilayah pendudukan Neterliandis, namun asap dan abunya sudah menyelimuti udara dan membuat tanaman mati.

Diperkirakan letusan utama yang mengeluarkan lava panas dalam jumlah besar akan terjadi 3 hari dari sekarang. Letusan ini akan menghancurkan lebih dari setengah kerajaan Neterliandis kalau tidak segera ditangani dengan mengorbankan bara kristal merah.

Para bangsawan dan keluarga kerajaan meminta untuk segera dilakukan pengorbanan bara kristal merah, mereka meminta Raja Indra untuk menurunkan titahnya hari ini juga.

"Bagaimana menurut kamu, Gandara. Apakah memang benar pengorbanan bara kristal merah akan mencegah letusan itu?" Tanya Raja Indra sedikit berbisik.

"Kita sudah berjalan sejauh ini, tidak salahnya kita mencoba memenuhi permintaan para bangsawan ini. Segera turunkan titahnya Raja Indra untuk hari ini dilakukan pengorbanannya. Semakin cepat semakin baik, supaya bisa melihat perkembangannya dalam dua hari kedepan, jika tidak ada perubahan kita akan mencari cara lain."

Raja Indra mengangguk paham dengan ucapan penasehat kerajaan, Gandara.

"Baiklah saya sudah memutuskan, pelaksanaan pengorbanan pusaka bara kristal merah akan dilakukan saat ini juga menggunakan sihir teleport dari Pangeran Antoni. Apakah kamu bersedia, Antoni?"

"Sebuah kehormatan Raja Indra, bisa membantu dalam situasi darurat ini. Tentu saya bersedia," ucap Antoni yang berdiri dari kursinya mengikuti instruksi dari Raja Indra.

Para bangsawan dan keluarga kerajaan tampak heran dengan keputusan Raja Indra, memberikan kesempatan sebesar ini kepada pemuda yang belum berpengalaman. Terlebih dari itu, mereka juga penasaran mengapa Pangeran Dinata tidak terlihat hadir dalam rapat darurat kenegaraan sebesar ini.

"Maaf Raja Indra, mengapa anda percayakan perintah sebesar itu pada seorang pemuda yang tidak berpengalaman?" Tanya Bangsawan Tomi, ayah dari Putri Liliana.

"Ehm, saya juga ingin melihat kemampuan dari salah satu calon putra mahkota kerajaan Neterliandis. Dan juga saya percaya Pangeran Antoni bisa diandalkan," ucap Raja Indra yang mulai menyukai sosok dari sahabat putranya ini.

"Baiklah jika itu keputusan anda, dan satu lagi saya tidak melihat Pangeran Dinata di sini. Kenapa dia tidak ikut menghadiri rapat penting ini? Maaf jika saya lancang Raja Indra, saya dan para bangsawan lain penasaran dengan hal ini."

"Benar sekali, tak pantas seorang calon putra mahkota tidak hadir dalam rapat sepenting ini," sambung Perdana Menteri Suliam menyinggung Raja Indra.

"Mengenai Pangeran Dinata, dia sedang sakit dan tak bisa mengikuti rapat penting ini. Sudah kita lakukan saja pengorbanan pusaka bara kristal merahnya, silahkan dimulai, Pangeran Antoni," ucap Raja Indra yang menutup pembicaraan yang bisa merembet kemana-mana jika tidak segera dipadamkan.

Pangeran Antoni mulai mengeluarkan fantalis sihir apinya untuk membuat portal teleport supaya bisa memindahkan bara kristal merah langsung dalam magma yang menyala.

Benar saja dalam hitungan detik bara kristal merah sudah tercebur dalam lava panasnya. Tugas Pangeran Antoni selesai, sekarang tinggal menunggu hasilnya. Menurut peramal kerajaan, kekuatan bara kristal merah mampu menyerap energi panas dari magma yang mendidih. Dan hal akan mencegah letusan besar dari gunung berapi Negalitipus.

"Nah, sekarang pengorbanan telah selesai. Kita tinggal menunggu hasilnya dalam kurun waktu 2 hari ini, jika tidak ada perubahan maka akan diadakan rapat darurat lagi. Maka untuk saat ini rapat dibubarkan dan kallian silahkan kembali ke kediaman masing-masing," jelas Raja Indra penuh wibawa dan ketenangan.

Bangsawan dan keluarga kerajaan menurut dengan instruksi itu dan membubarkan diri dari ruangan rapat Kerajaan. Mereka kembali ke kediaman masing-masing dengan wajah sedikit cerah, karena sudah dilakukan pengorbanan untuk gunung Negalitipus. Mereka yakin bara kristal merah akan menyelamatkan mereka dari amukan dari letusan gunung berapi terbesar itu.

Sebelum pergi Pangeran Antoni meminta izin pada Raja Indra untuk menemui Pangeran Dinata di kamarnya. Ia ingin melihat perkembangan kesehatan sahabatnya ini secara langsung. Tak membutuhkan ucapan panjang dan alasan, Raja Indra mengizinkan Antoni untuk menemui Dinata.

***

Antoni mendekat berlahan ke arah Pangeran Dinata yang telah ditutupi oleh balutan kain tebal untuk menghangatkan suhu tubuhnya. Ia kemudian memercikan sihir apinya pada lampu di samping Pangeran Dinata, supaya dapat menyala dan menambah hangat ruangan.

"Apa kabar, Dinata?," Sambil memegang dahi Pangeran Dinata yang masih dingin seperti es.

Sudah berlalu dua hari setelah pencabutan bara kristal merah dari tangannya, tapi keadaannya belum kunjung membaik. Fantalis sihir kristal es yang dia miliki masih belum terkendali oleh tubuh Pangeran Dinata sepenuhnya.

"Antoni?"

Suara yang begitu familiar di telinga Pangeran Antoni terdengar dari arah pintu masuk, "Liliana, kamu sudah sampai?"

"Ah, iya apa kamu sudah lama tiba di sini," ucap wanita cantik bergaun biru muda yang membawa karangan bunga lili berjalan ke arah mereka setelah menutup pintu.

"Tidak terlalu lama. Kenapa kamu tidak ikut hadir dalam rapat darurat tadi, Liliana?"

"Ayah tidak mengizinkan saya untuk ikut menghadiri rapat, jadi saya pergi mengambil bunga lili saja di taman," ucap putri Liliana sambil mengganti bunga yang sudah layu di atas meja dengan bunga lili baru yang telah ia petik.

"Oh begitu," Antoni mengambil setangkai bunga yang dibawakan oleh Liliana dan menciumnya wanginya, "harum dan cantik, seperti kamu, Liliana," goda Antoni yang membuat rona merah di pipi Putri Liliana.

"Sudahlah, jangan menggoda saya terus," ucap Liliana sambil menahan senyumnya.

Argh...

Rintihan pelan dan respon gerak dari tubuh Pangeran Dinata mengagetkan mereka. Perlahan suhu tubuhnya kembali hangat dan matanya mulai terbuka.

"Dinata, kamu sudah sadar?" Tanya Antoni dan Liliana tampak senang.

"Iya." Jawab Dinata yang sayup-sayup terdengar.

"Apa yang kamu rasakan sekarang, Pangeran Dinata? Apa tubumu masih terasa sakit?" Tanya Liliana penasaran.

"Iya, tubuh saya terasa kaku dan kepala saya masih terasa sedikit sakit."

Pangeran Dinata mencoba duduk dan melepas kain tebal yang menyelimutinya, sesekali ia memegangi kepalanya yang masih sangat sakit saat terkena getaran.

"Ah, biar saya bantu melepaskannya," Antoni sekarang membantu Dinata mencopoti satu bersatu kain yang tebal dan berlapis, hingga hanya baju yang tersisa di tubuhnya.

"Ternyata masih sangat dingin," ucap Dinata sedikit menggigil.

"Mau saya hangatkan dengan sihir saya, Dinata?"

Tawaran Pangeran Antoni dibalas gelengan kepala oleh Dinata. Ia tidak mau hidup dalam bantuan orang lain terus, dengan berusaha sendiri akan mempercepat tubuhnya untuk mengendalikan fantalis sihir yang besar itu.

Dinata merasakan tenggorokannya kering karena tidak minum beberapa hari, ia berusaha menjangkau segelas air putih yang berada di atas meja. Saat tangannya menyentuh gelas, tiba-tiba air itu membeku dan membuat mereka kaget.

"Tidak, sepertinya memang belum terkendali dan semakin liar."

"Sudah tak usah dipikirin lagi hal ini biasa, kamu kan baru saja sadar jadi tubuhmu masih lemah. Tenang saja, besok mungkin kamu sudah bisa mengendalikannya."

"Ya, kuharap begitu Pangeran Antoni. Kuharap begitu," Pangeran Dinata tampak menguatkan dirinya sendiri.

Suasana mendadak sunyi, tak ada yang memulai pembicaraan ini lagi. Dinata tampak memejamkan matanya, merasakan setiap aliran fantalis yang mengalir di darahnya. Sedangkan Pangeran Antoni dan Liliana hanya bisa diam memperhatikan, mereka takut bila terjadi sesuatu lagi.

Sesekali mata Pangeran Dinata mengernyit merasakan ada fantalis kristal es yang menerobos syaraf-syaraf tangan kirinya yang belum terlalu pulih. Beberapa kali sihir kristal es yang tak terkendali keluar dari tangannya, membekukan beberapa barang yang tak sengaja tersentu.

"Liliana aku bisa minta tolong padamu, bisakah kamu memanggil Paman Gandara atau Raja Indra ke sini. Aku tidak bisa menggunakan telepati di ruangan ini, ruangan ini memantul. Kabarkan pada mereka bahwa Pangeran Dinata sudah sadar dan ada hal yang sedikit aneh pada tubuhnya."

"Iya, Antoni. Saya akan segera memanggil mereka, kamu jaga baik-baik Pangeran Dinata di sini."

Liliana pergi beranjak dari ruangan itu dan langsung mencari Paman Gandara dan Raja Indra di ruangan pribadinya.

Pangeran Antoni terus memandang Dinata yang sedang menutup matanya. "Terima kasih untuk tetap hidup, Dinata"