Chereads / The Kingdom of NETERLIANDIS / Chapter 22 - Kekhawatiran

Chapter 22 - Kekhawatiran

Saya harus cepat tiba di istana Neterliandis, sebelum semuanya terlambat. Saya harus memastikan apakah memang terjadi sesuatu pada Pangeran Dinata, perasaan saya sangat tidak enak setelah mendengar pembicaraan tadi.

Sosok wanita itu terus mengayun tali kudanya yang sudah tampak leleh, dengan sigap prajurit membuka gerbang istana ketika ia hampir tiba. Tampak para prajurit memberikan hormat sebelum wanita itu masuk dan menghilang setelah menuruni kudanya.

Wanita cantik itu menghentikan langkah cepatnya ketika melihat Pangeran Dinata yang tampak bingung menatapnya.

"Pangeran Dinata, apakah anda baik-baik saja? Saya mendengar hal buruk tentang anda tadi."

"Ah, iya saya baik-baik saja, Andini. Kenapa kamu sampai ke sini, bukankah tidak ada libur dalam pendidikanmu?" Tanya Dinata yang masih heran kenapa Andini tiba-tiba ada di istana Neterliandis.

"Iya, saya kabur sebentar tadi. Soalnya saya dengar dari guru di sana, anda tengah sakit keras sampai tak bisa menghadiri rapat penting kerajaan, Pangeran Dinata. Saya panik mendengar hal itu, jadi saya memutuskan untuk kembali ke istana sejenak," ucap Andini sambil melihat seluruh tubuh Pangeran Dinata, memastikan apakah Pangeran Dinata benar baik-baik saja atau tidak.

"Tidak perlu cemas. Memang saya sempat sakit dan tak sadarkan diri beberapa hari yang lalu, tapi sekarang saya sudah jauh lebih baik," jawab Pangeran Dinata mengembangkan senyumnya.

"Syukurlah kalau anda sudah membaik, Pangeran."

"Iya, Andini. Bisakah kamu berbicara menggunakan bahasa yang santai saja pada saya?! Tidak usah terlalu formal, panggil saya kakak atau Dinata saja umur kita tak terlalu jauh. Saya sudah menganggap kamu seperti adik sendiri, Andini."

Adik? Sepertinya saya sudah berharap terlalu lebih pada sikap Pangeran Dinata. Saya harus kubur perasaan ini, tidak pantas orang seperti saya menyukai Pangeran Dinata. Lagipula seharusnya saya bersyukur Pangeran Dinata sudah mau menerima saya yang tak jelas di keluarganya. Sudah Andini.... Sudah, ini mungkin hanya cinta monyet..... Kamu bisa mengakhirinya!!!

"I... Iya, Kak Dinata," ucap Andini gugup.

Pangeran Dinata terseyemum melihat mendengar Andini yang masih terbata-bata dengan bahasanya yang baru.

"Nah, ini terdengar jauh lebih bagus. Oh iya sebelum kamu kembali ke tempat pendidikan, saya akan mengenali kamu pada seorang perempuan. Mungkin kamu butuh teman sesama perempuan untuk saling memahami," ucap Pangeran Dinata yang merasakan sifat aneh Andin tadi.

"Tentu, Kak. Apakah kita bisa menemuinya sekarang? Saya sudah tidak sabar ingin bertemu dengannya, dan lagi saya sudah harus kembali ke tempat pendidikan sebelum sore."

"Baiklah, saya akan melakukan sihir teleport untuk menemuinya sekarang," Pangeran Dinata mulai mengeluarkan fantalis sihirnya yang berbentuk es.

Andini tampak kaget melihat serbuk kristal es yang mulai menebal. Ia memang telah mendengar cerita tentang sihir Pangeran Dinata, tapi untuk melihat langsung ini pertama kali baginya.

Dengan sedikit ragu-ragu Andini mengikuti perintah Pangeran Dinata untuk masuk dalam gumpalan dari debu es. Seketika mereka berada di bawah pohon Pinus kembar.

Di sana terlihat wanita cantik dengan wajah cemas duduk di bawah pohon. Andini tampak asing dengan wanita yang ia lihat. Rambut coklat panjang dengan bentuk muka oval serta hidup mancung, bisa dikatakan tipe ideal di mata pria. Mata biru yang menghiasi wajahnya membuat Andini langsung tahu, wanita ini adalah seorang bangsawan.

"Liliana? Kenapa kamu ada di sini dan tampak begitu cemas?"

Andini dengan serius mengikuti langkah Pangeran Dinata untuk duduk di samping wanita cantik itu.

Siapa dia? Pangeran Dinata terlihat begitu perhatian padanya, apakah dia kekasih Pangeran Dinata? Ah, dia begitu cantik tentu saja Pangeran Dinata akan menyukainya. Jika saya seorang pria mungkin saya juga akan menyukainya dan menjadikan dirinya kekasih.

"Saya tak sengaja datang ke sini, Dinata. Tadi saya menggunakan sihir teleport udara dan akhirnya tiba di sini."

"Oh begitu. Saya hampir lupa tujuan saya Liliana, perkenalkan ini Andini adik angkat saya," Pangeran Dinata kemudian melirik ke arah Andini yang masih tampak bingung, "Andini, ini Liliana sahabat saya."

"Hay, Andini," sapa Putri Liliana sambil menjulurkan tangannya ke arah Andini yang memandangnya dengan tajam.

Untuk beberapa saat tangan Liliana tak disambut baik oleh Andini, hal ini membuat Pangeran Dinata berpikir 'apakah Andini masih membenci para bangsawan?'

Andini yang melihat Pangeran Dinata menatapnya dengan isyarat langsung menyambut tangan Putri Liliana untuk bersalaman, "Ah, maaf Putri Liliana."

"Tidak apa, Andini. Oh iya Pangeran Dinata, ada perlu apa menemui saya sampai ke sini? Apakah ada masalah di keluarga kamu?" Ucap Andini memastikan apakah Dinata sudah mengetahui tentang rencana Ratu Diana dan Perdana Menteri Suliam.

"Tidak ada masalah apapun, Liliana. Saya hanya mengantarkan Andini untuk bertemu dengan kamu, supaya dia bisa punya teman sesama perempuan untuk bisa diajak bercerita. Dia sama sekali belum punya teman di sini, bisakah kamu menjadi temannya, Liliana?"

"Yah, tentu saja. Saya senang berteman dengan gadis secantik Andini."

"Kalau begitu saya akan pergi sebentar, kalian silahkan saling mengenal."

Sepertinya Dinata belum tahu tentang Ratu Diana, apa saya harus beritahu dia tentang yang saya lihat di hutan atau tidak? Saya takut dia dan Raja Indra marah besar dengan Perdana Menteri Suliam, sampai menjatuhkan hukum berat untuk mereka dan membuat Antoni sedih. Saya tidak bisa Antoni terluka karena ini. Ah, sebaik tidak untuk usah saya katakan untuk sekarang, tapi saya akan terus mengawasi sekeliling Dinata supaya tidak terjadi sesuatu yang membahayakan.

"Baiklah, Kakak sendiri hendak kemana?"

"Saya akan menemui Antoni sebentar, sudah lama saya tidak bertemu dengan temanku itu," ucap Pangeran Dinata sambil mengeluarkan fantalis sihirnya untuk melakukan teleport.

"Menemui Antoni? Apakah kamu akan pergi ke kediaman Perdana Menteri Suliam, Dinata?" Tanya Liliana yang tak bisa menyembunyikan wajah cemasnya.

"Sepertinya tidak, saya sudah mengirim telepati tadi. Antoni sekarang berada di area latihannya, memangnya kenapa, Liliana? Kamu tampak khawatir sekali."

"Oh begitu. Tidak ada apa-apa, saya hanya sedikit lelah setelah seharian memetik bunga ini," Liliana kemudian menunjukkan sekeranjang bunga yang telah ia kumpulkan tadi.

"Baiklah, saya pergi Liliana, Andini."

Pangeran Dinata telah benar pergi dari sana dengan sihir teleport yang ia miliki. Mendadak suasana menjadi canggung, Andini sama sekali tak berani memulai pembicaraan karena pikirannya masih tersugesti dengan kebencian pada para bangsawan. Sedangkan Liliana masih terlihat terpaku dengan prasangka buruknya atas Perdana Menteri Suliam.

"Putri Liliana," ucap Andini memecahkan kebisuan di sana dan berhasil membuat Liliana kembali fokus dengan situasi yang terjadi.

"Iya, Andini?"

"Bunga apa ini? Wanginya semerbak sekali."

"Ini Lencena, salah satu tanaman langka yang saya temukan tadi."

"Oh iya? Apakah bunga ini yang biasanya digunakan untuk bahan minyak wangi para bangsawan?"

"Lencena ini memang sering dijadikan untuk pembuatan minyak wangi, tapi ada satu hal lagi manfaat dari bunga Lencena ini. Kamu tahu itu apa?" Tanya Putri Liliana yang dibalas gelengan oleh Andini.

"Bunga ini juga dijadikan ramuan obat yang mujarab dalam penyembuhan luka dalam dan syaraf. Banyak sekali khasiat darinya, satu lagi Lencena yang ditambahkan tanaman lain bisa dijadikan pewarna rambut juga. Apakah kamu ingin coba, Andini?"

"Bolehkah? Tentu saya sangat ingin mencoba mewarnai rambut saya," jawab Andini antusias dengan tawaran Putri Liliana.

Sama sekali tidak ada jarak seperti awal tadi di antara mereka, tak butuh waktu lama untuk Putri Liliana menarik simpati dari Andini.

Putri Liliana kemudian mengumpulkan beberapa tanaman berwarna merah muda bersama Andini yang terlihat begitu bersemangat. Setelah semua terkumpul, dengan sigap Liliana menggiling dan mencampur semua tanaman tadi dalam wadah yang cukup besar.

"Nah, sekarang sudah jadi. Ayo kemari, Andini saya akan oleskan pada rambutmu."