Chereads / The Kingdom of NETERLIANDIS / Chapter 13 - Pertengkaran

Chapter 13 - Pertengkaran

"Apakah benar-benar akan terjadi letusan, Ayah? Apa keputusan Raja Indra atas permintaan itu?"

Putri Liliana sedikit panik mendengar cerita tentang Raja Indra yang diminta mengorbankan pusaka bara kristal merah, dengan cara menenggelamkannya pada magma gunung berapi. Liliana tahu persis dimana bara kristal merah berada kini dari cerita Pangeran Antoni dan ketika ia melihat kolam air yang membeku di taman pribadi Pangeran Dinata.

"Belum ada keputusan dari Raja Indra, tapi ayah yakin Raja Indra akan mengorbankan pusaka bara kristal merah demi banyak rakyatnya. Apalagi yang dikorbankan itu hanya sebuah pusaka walaupun berharga, setidaknya itu bukan nyawa seseorang," tutur Bangsawan Tomi yang tidak tahu tentang Pangeran Dinata.

Ayah tak tahu keputusan ini sangat tidak mungkin, bagaimana bisa bara kristal merah dikorbankan bila ada di tubuh Pangeran Dinata.

"Ayah, saya pergi ada urusan sebentar," ucap Liliana tampa mendengarkan jawaban dari ayahnya itu.

Liliana sangat panik tentang orang yang telah menjadi temannya ini, ia kemudian bergegas ke istana Neterliandis untuk menemui Pangeran Dinata. Putri Liliana sampai menggunakan sihir teleport udaranya yang belum sempurna untuk menemui Dinata agar lebih cepat tiba.

Tring... Cprak.....Krass

Suara dahan kayu patah, Liliana tidak sengaja jatuh dari pohon di taman pribadi Pangeran Dinata saat melakukan sihir teleport yang tak sempurna itu. Pangeran Dinata yang ada di sana sontak terkejut saat melihat Liliana terjatuh.

"Arhgg.." ringis Putri Liliana sambil memegangi pinggangnya.

"Liliana? Pffftttt.. Kau menggunakan sihir teleport?," tanya Pangeran Dinata yang menahan gelak tawanya.

"Iya, jangan tertawa," ucap Liliana dengan pipi merahnya karena malu, "sepertinya saya salah duga, kamu tidak lagi bingung atau dalam masalah apapun," Liliana kemudian memperbaiki posisinya dari jatuh tadi.

"Sungguh kau sedang mengkhawatirkanku, Liliana," perasaan Dinata campur aduk antara bingung dengan bermasalah ini atau senang karena Putri Liliana khawatir padanya.

Pangeran Dinata memang telah memutuskan untuk tidak akan mendekati Liliana lagi, tapi perasaan sukanya pada Putri Liliana tak bisa hilang sepenuhnya. Di hatinya terdalam ia masih menyukai sosok perempuan ini.

"Iya, saya mengkhawatirkan keadaan teman baik yang suka sekali menertawakan saya."

Ah ingat, Dinata, kamu harus tahu Liliana hanya mengangapmu teman baik. Lagipula kamu tidak boleh menyukai kekasih sahabatmu sendiri.

"Ah begitu, saya memang sedang bingung, Liliana. Pasti kamu sudah mendengar berita tentang gunung berapi itukan?"

"Yah, saya sudah mendengar itu. Lalu bagaimana, apakah kamu sudah menemukan solusi untuk hal ini?"

"Entahlah saya tidak yakin ini bisa dibilang solusi atau bukan," jawab Dinata dengan raut wajah tak pasti.

"Mengapa seperti itu? Memang apa solusinya?" Tanya Liliana sedikit penasaran.

Pangeran Dinata menjelaskan apa yang bisa dilakukan untuk membuat bara kristal merah keluar dari tubuhnya dan dapat digunakan untuk menghentikan ledakan gunung berapi Negalitipus. Liliana terlihat sangat serius mendengarkan penjelasan dari Pangeran Dinata sampai ia lupa bahwa malam semakin larut.

"Jadi kau akan mengambil resiko sebesar itu demi kerajaan Neterliandis, Dinata?" Respon Liliana tampak tak menyangka dengan keputusan Pangeran Dinata untuk mencabut bara kristal merah dari tangannya, tanpa mempedulikan dampak terburuk yang terjadi.

"Bagaimana lagi, satu-satunya cara yang diucapkan peramal kerajaan adalah mengorbankan pusaka bara kristal merah. Saya tidak mungkin bisa tidak memikirkan nyawa ribuan orang yang akan terdampak dari ledakan gunung berapi Negalitipus itu," Dinata tersenyum seperti tak ada beban dengan resiko yang mengancam nyawanya.

"Sudah benar-benar kau pikirkan keputusan ini?"

"Iya," jawab Pangeran Dinata yang semakin mantap dengan keputusan ini.

Mata Putri Liliana memandang kagum Pangeran Dinata, ia seakan takjub atas kebijaksanaan yang terlihat pada orang yang 2 tahun lebih muda darinya ini.

Jika kau datang lebih awal dari Pangeran Antoni mungkin saya akan jatuh cinta padamu, Dinata. Kebijaksanaan dan kebaikanmu membuat hati saya bergetar, tapi untuk sekarang tak ada satu orang pun yang akan mengalikan pandangan saya pada Pangeran Antoni.

"Antoni, ah tidak," wajah Liliana mendadak cemas, "saya lupa telah membuat janji pada Pangeran Antoni," Liliana bergegas berdiri dari posisinya sekarang untuk menemui Antoni.

"Bagaimana bisa lupa? Mau saya antar menemui Pangeran Antoni?" Tanya Dinata pada Putri Liliana yang tampak fokus ingin mengeluarkan sihir teleport udaranya.

"Setelah mendengar cerita dari ayah saya bergegas ke sini dan lupa akan janji yang saya buat dengan Pangeran Antoni," ucap Liliana yang beberapa kali mengulang sihirnya untuk melakukan teleport tapi tetap gagal karena fokus yang hilang.

Liliana melihat ke arah Pangeran Dinata dan tersenyum malu, "sepertinya saya perlu bantuan sihir teleport kamu untuk mengantarkan saya, apa kau tidak keberatan, Pangeran Dinata?"

"Tentu, sini saya antar."

Kristal es yang bertaburan seperti debu membentuk sebuah dimensi portal menyerupai pintu, "masuklah, bayangkan tempat yang kamu ingin tuju dan buka pintu itu."

"Terima kasih banyak atas bantuannya, Dinata. Saya pamit pergi dulu," ucap Liliana sebelum masuk ke dalam dimensi portal.

"Sama-sama, terima kasih juga telah mau mendengar ceritaku, Liliana."

***

Pangeran Antoni tampak resah menunggu Liliana yang tak kunjung datang. Ia terus memandang bulan untuk memastikan jam berapa sekarang.

Sudah hampir condong ke kiri, berarti sudah lewat tengah malam. Sepertinya Liliana tak akan datang, apa terjadi sesuatu padanya? Kenapa perasaanku sangat tidak nyaman. Apa sebaiknya saya pulang dan menemui Liliana di kediamannya. Ah, saya harus bagaimana?

Debu Kristal es tiba-tiba muncul di samping Pangeran Antoni, "Dinata? Ada perlu apa dia kesini?"

Debu kristal es itu semakin tebal hingga hadir sosok Putri Liliana di baliknya, "Antoni, maafkan saya karena sangat terlambat menemui kamu," ucap Liliana dengan wajah setengah memelas.

Kristal es, Liliana, terlambat....

Pikiran Pangeran Antoni diracuni oleh kecemburuan yang tidak beralasan lagi, ia mendadak kesal melihat kristal es itu.

"Antoni, apakah kamu marah padaku?" Tanya Liliana begitu polosnya.

"Kamu habis menemui Dinata sampai selarut ini dan melupakan janji kita?" Ucap Antoni sedikit kasar membentak.

Liliana sangat kaget dengan sikap Pangeran Antoni yang membentaknya saat ini. Tak terasa emosinya ikut terpancing pula dengan sikap dan ucapan Pangeran Antoni.

"Kenapa kamu membentak saya tanpa mencari tahu kejelasannya dulu, langsung emosi saja."

"Kenapa kamu jadi yang marah, saya cuma bertanya dan bersikap sesuai dengan yang saya lihat saat ini.

"Saya sudah cukup lelah meladeni sikap cemburu berlebihanmu itu. Kenapa harus saya terus yang menjelaskan, kenapa kamu tidak mencari tahu alasannya sebelum marah tak jelas," ucap Liliana yang sudah benar-benar dikendalikan oleh emosinya.

Suasana mendadak mencekam, keduanya sudah tersulut emosi masing-masing. Nada bicara yang telah meningkat begitu keras membuat mereka memutuskan untuk kembali ke kediaman masih-masinh, meredakan emosi yang sudah di ubun-ubun.

Ketika tiba di kediaman Bangsawan Tomi untuk mengantarkan Liliana pulang, Antoni tidak bicara sedikitpun dan langsung pergi. Begitu juga dengan Putri Liliana langsung masuk ke kediamannya tanpa menoleh sedikitpun.

"Teman seperti apa dia, tidak memikirkan temannya yang lagi susah. Cuma ada cemburu... cemburu... cemburu saja dipikirannya," umpat Liliana sambil membersihkan dirinya sebelum beristirahat di kamar.

Di sisi lain Pangeran Antoni yang sudah berbaring di kasur juga ikut mengumpat dalam hati.

Bagaimana bisa dia lebih mementingkan bertemu dengan Pangeran Dinata daripada menepati janji dengan saya. Dia anggap apa saya, sampai saya di nomer duakan olehnya. Dan kenapa juga Pangeran Dinata tidak mengirimkan telepati pada saya, setidaknya dia bicara dulu kalau mau bertemu dengan Liliana.