Chereads / NIKAH KARENA TERPAKSA / Chapter 6 - Bab VI Pernikahan

Chapter 6 - Bab VI Pernikahan

Selama satu minggu ini kami berdua sibuk mengurus berkas pernikahan. Selama mengurus semua berkas, jarand dan bahkan sama sekali tak ada yang benar-benar kami bicarakan. Benar-benar membosankan.

Terkadang disela-sela lamunanku penyesalan kembali datang menyapa. Tuhan, sanggup kah aku? Apa tak terlalu mudakah aku menikah? Apakah benar tak ada masa depan untuk ku?

Air mata ku menetes. Apakah aku termasuk tipe wanita plin-plan, entahlah? Yang ku fikirkan sekarang adalah kebahagian, kebahagiaan "Kami" semua.

"Apa yang kamu fikirkan Alya? Seperti masih ada penyesalan di hatimu nak?" Ucap mamak, seakan wajah senduku terbaca oleh mamak.

"Hm...." ucap ku ragu

"Tak apa, ceritalah nak. Jika pun mamak tak bisa memberikan solusi yang tepat, tapi setidaknya beban di hatimu akan berkurang." Ucap mamak membelai lembut puncak kepala ku

"Alya takut mak."

"Takut apa nak? Yang mamak lihat beberapa hari ini kamu sudah terlihat agak ceria ketika melihat wajah nak Arfan? Apa yang kamu cemaskan?

"Bisa kah dia menjadi imam yang baik untuk Alya? Bagaimana jika dia pun tak mencintai Alya? Bagaimana jika kami sama-sama tersiksa dengan pernikahan ini? Dari film dan drama yang Alya tonton, serta buka yang Alya baca bahwa pernikahan itu harus berlandaskan cinta. Sedangkan kami?" Ucap mata ku yang mulai berkaca-kaca

"Nak, kita tak pernah tau apa yang akan terjadi di depan kita nanti. Tapi ingatlah satu hal, siapa dirimu dimasa depan itulah adalah capaian dirimu di masa lalu. Kita tak boleh mendahului Tuhan. Semua yang kita lalui hatus berlandaskan agama?"

"Bagaiman jika suatu saat kami berdua, atau Alya tidak kuat untuk menjalani biduk rumah tangga ini mak?"

"Semuanya kami serahkan kepada kalian berdua, walaupun umur mu sudah tujuh belas tahun, masih bisa dibilang belia tapi kamu sudah tau mana yang baik dan mana yang benar. Jika suatu saat di antara kalian ada yang tak bisa bertahan. Maka bersabarlah, berdo'alah, cerita sama Allah, keluarkan keluh-kesahmu sama Allah. Allah pasti memberikan petunjuk untuk kalian berdua."

"Tapi,....bagaimana jika kami berce...rai mak? Ucap ku sambil menangis.

"Jika semua usaha telah kamu coba, maka berpisahlah baik-baik. Kemaren mamak pun sudah ketemu sama buk Haji Asnah membicarakan masalah ini. Jika memang tidak ada kecocokan, maka semua tergantung pada kalian berdua. Tapi jika menurut kata hati, cukuplah pernikahan itu sekali seumur hidup. Kecuali nak Arfan melakukan hal yang tidak pantas dan menyalahi aturan agama." Ucap mamak dengan mata mulai berkaca-kaca.

"Mak, Alya masih pengen kuliah."

"Mamak tau nak. Mamak pun tak ingin kalian seperti mamak. Bahujan bapaneh (berhujan berpanas) demi menyekolahkan kalian semua. Mamak pun ingin anak-anak mamak kerja di ruangan ber AC, memakai baju dinas. Tapi apa mau di kata nasi telah menjadi bubur nak. Bukan mamak tak sayang Alya, tapi suratan takdir kita yang berbeda. Bukan mamak egois atau mengaharapkan lebih atau tidak tau di untung tapi mamak berdo'a agar nar Arfan terketuk pintu hatinya untuk menyekolahkan mu nak." Ucap mamak memelukku

Hangat sekali pelukan mamak, harum badan mamak. Jarang sekali kami dapat berbicara dari hati ke hati, di karenakan mamak yang sering di pasar. Tak ingin kulepas pelukan mamak. Aku menangis tersedu-sedu sambil makin mengeratkan pelukan ku seolah tak kan ada hari esok.

"Alya sayang mamak, Alya sayang abak, Alya sayang kak Sari, Alya sayang Redo, Alya sayang Febri" ucap ku sambil menangis kencang.

******

Tuuuuutt....tuuuut...ttttuuuuuuutt

"Halo, assalamu'alaikum. Kalo gak penting aku Sari matiin ya mak." Ucap kak Sari ketus

"Wa'alaikumsalam kak, ini Alya bukan mamak."

"Ho..oh kamu? Ada apa?

"Maaf sebelumnya kak. Jangan lah kakak berbicara seperti itu, andaikan tadi mamak yang menelfon sudah tentulah mamak akan bersedih mendengar cara kakak berbicara. Bukan kah kita di sekolahkan untuk menambah pengetahuan kita dan mengubah pola fikir kita serta untuk mengeta...."

"Mau ceramah? Aku matiin juga ni telf?kalo gak penting-penting banget gak isah nelfon, sampai di sini paham? Ucap kak Sari memotong ucapan ku

"Kaaak...jika kakak ingin di hormati, dihargai setidaknya kakak juga men..."

"Aku matiin ya." Ucap kak Sari kembali memotong ucapan ku

"Hm...ya Allah. Percuma Alya bicara. Baiklah Alya hanya ingin bilang bahwa tiga hari lagi Alya akan menikah. Menikah hari jum'at ba'da zuhur. Pestanya hari sabtu dan Alya harap kak bisa pulang." Ucapku to the point.

"Ha...ha...ha... jadi juga kamu nikah sama tua bangkotan itu?"

"Hm...ia kak. Terserah kakak mau bilang apa, tapi kami sangat mengharapkan kehadiran kakak di sini."

"InsyaAllah, kalo gak sibuk. Dan tolong bilang sama mamak; uang jajan ku minggu ini belum di kirim. Ya udah, Assalamu'alaikum." Ucap kak Sari langsung memtkan gawainya tanpa mendengarkan jawaban salam dari ku.

Kenapa kak Sari, sosok kakak yang ku kagumi berubah? Apa kesalahan ku? Ucap batin ku

*******

Pernikahan ku dengan om gunung es sudah di depan mata, malam ini adalah malam terakhirku sebagai jomblo akut selama tujuh belas tahun. Jomblo akut adalah gelar yang di sematkan oleh Airin kepadaku. Suasana rumah sudah banyak kedatangan tamu, tapi batang hidung kak Sari tak tampak. Sedih, marah, itu yang kurasakan. Kakak ku satu-satunya tidak hadir dengan alasan sedang ujian. Entahlah, apakah ini hanya alasannya saja atau...

"Sabar ya Alya, semoga besok lancar. Kalo kak Sari gak bisa datang kan ada gueeeeh temen ellloh yang pualing baeeeekkk sedunia wale." Ucap Airin memelukku.

"Aku cuma sedih rin, bukan nya seharuusnya aku menyerahkan seserahan karena melangkahi kakak ku. Bukannya aku melakukan pernikahan ini salah satunya karena kak Sari." Ucap ku menangis.

"Salah satunya kak Sari, salah duanya karena si om gunung es guanteng mirip seung Song Heun ahjussi kan?" Ucap Airin

"Ah....Airiiiiinnn...orang lagi serius juga, malah di bikin ketawa."

"Ha..ha..ha..dari pada mewek terus. Bosan tau, sekarang hadapi semuanya dengan senyuman. Ingat no man no cry, no money i will cry." Ucap airin cengengesan.

Kami berdua tertawa hingga mamak mengetuk pintu kamar ku. Airin memang sengaja tidur dirumahku, untuk menemani malam-malam terakhirku sebelum menanggalkan status jomblo akut ku. Airin memang terkadang suka tidur di rumahku. Entahlah, katanya nyaman kalau di rumah ku.

"Airin, Alya sudah tidur sana. Biar besok seger, jangan tampak kuyu." Ucap mamak

" Baik, nyobes(nyonya besar)." Ucap Airin cengegesan.

"Ia mak." Ucapku

******

Hari H itu pun tiba, selepas sholat jum'at aku pun di make up oleh salon pilihan mama mertua ku. Jarum jam menunjukkan pukul 15.30 Wib. Kami semua melangkahkan kaki menuju mesjid di dekat rumah ku. Kami memang akan melakukan akad nikah di mesjid tersebut. Biar lebih sakral kata mamak dan abak.

Sepanjang perjalanan tak henti- henti para tetangga dan keluarga ku membicarakan ku. Jilbab putih gading di padu padankan dengan gamis burkat warna putih gading ditambah pula make up yang ku rasa pas, mereka semua menatapku dengan tatapan yang tak bisa ku artikan. Dan ini adalah hal yang paling membuatku semakin tidak percaya diri, apakah aku terlihat cantik atau???

"Ya Allah, kok hari ini kamu canti banget sih ya. Kalo akoh cowok nih, mungkin dah ku culik kamyuh." Ucap Airin berjalan disampingku menuju mesjid

"Serius aku cantik? Aku gak PD rin." Ucapku

"Ya Allah, kapan sih guweh bohong?"

"Sering peke banget, dan kamu itu labil sebenter aku,akoh gue dan sebagainya." Aku sengaja banyak berbicar untuk menutupi kecemasan ku.

"Supaya gehooool keleus. Ah..gue tau, elu pasti cemaskan? Santai aja neng, gue berani jamin ni ya, ntuh om gunung es kalo ngelihat lu bakalan terpesonaaaah...

"Pa an sih?" Ucapku malu-malu

"Yakin ni ya, kalo lo gak pake make up gue yakin pasti muka lo meeeeerah buanget karena malu." Ucap Alya

"Udah donk rin, jangan ngetawain aku mulu.

******

Perjalanan lima menit jalan kaki, akhirnya rombongan kami memasuki mesjid. Bermacam-macam do'a ku panjatkan agar acara ini berjalan dengan lancar. Bismillahirrahmanirrahiim, aku siap melangkah ke depan. Ya Tuhan berkahilah kami semua. Ucap batin ku.

Aku duduk di belakang di samping ibuku, sedangkan ayah sedang duduk berhadapan dengan calon imamku. Hatiku berdebar kencang, suara jantungku terdengar kencang seolah-olah bisa terdengar oleh orang-orang disampingku. Hari ini calon imamku memakai baju teluk belanga berwarna puting gading di padu padankan peci yang berwarna senada. Gagah, ucap batin ku.

" Saaaaah...." ucap semua orang di dalam masjid

" Bagaimana saksi?" Ucap pak penghulu

"Saaaahhhh." Kembali satu kata bahagia itu terdengar.

"Alhamdulillah." Terdengar kembali suara serempak seluruk orang di dalam mesjid.

Air mata bahagia ku jatuh, bahkan Airin yang selalu bercanda juga menitikkan air mata bahagia. Kami berpelukan sebelum aku di panggil pak penghulu ke depan untuk duduk di samping suamiku.

"Kepada pengantin wanita,agar duduk di samping pengantin laki-laki." Ucap pak penghulu.

Aku pun duduk langsung berhadapan dengan suami ku. Ada tatapan yang tak bisa kuartikan dari tatapan matanya. Dia seperti terdiam sesaat seperti ada sesuatu yang ia pikirkan.

Ketika ia mencium keningku, ciuman dari seseorang yang halal untukku, Imamku. Ada rasa gelenyar aneh yang kurasa. Rasa apa ini Tuhan? Setelah itu aku mencium tangan nya, rasa gelenyar itu makin terasa. Aku tak mengeri, aku tak paham, apa yang sedang terjadi pada diriku?

Semua berkas sudah selesai kami tanda tangani, sesi pemotretan pun tiba. Kami berdua berdiri kaku tak tau harus seperti apa pose yang pas untuk kami berdua. Mama mertua meminta om Arfan untuk memegang pinggangku. Yah, tak mungkin selamanya aku menyebutnya om gunung es, paling tidak aku harus menghormatinya selayaknya seorang suami. Ketika ia memegang pinggangku, ia pun berbisik kepadaku.

" Jika kamu menginginkan aku untuk aku mencintai mu, maka itulah adalah suatu hal yang tak mungkin bisa ku lakukan, karena aku tak akan pernah bisa mencintai mu" ucapnya dingin.