Selepas kami menuntaskan rasa lapar, kami kembali kembali ke hotel untuk "beristirahat". Om Arfan duduk di sofa di tempat aku berencana tidur tadi malam.
" Jika tak ada yang penting, maka jangan ganggu aku. Dan lebih baik kamu membereskan barang-barang kita, karena kita akan kita check out jam 11.30." Ucapnya
" Ia om."
Aku hanya memperhatikannya, sebenarnya perasaanku sangat gugup, apalagi di dalam kamar ini hanya kami berdua. Sungguh terasa canggung bagi kami berdua, berdua? Ah, tidak. Sepertinya om Arfan santai saja, karena yang ku lihat ia masih sibuk dengan laptopnya.
"Eeghhem. Apa kerjamu hanya memperhatikanku?" Ucapnya mengejutkanku berbicara tanpa melihatku.
Aku merasa seperti maling yang tertangkap basah. Apa yang harus ku ucapkan. Huft.
"Ternyata selain bermulut pedas, anda juga sok tau dan sok ke Pe dean." Ucapku spontan
"Apa maksudmu?" Ucapnya sambil meletakkan laptop di samping tempat duduknya.
"Hm, maaf. Alya salah berbicara." Ucapku pelan.
Aduh, kenapa harus kata maaf yang ku ucapkan. Kalau tak ingat pesan mamak, sudah ku banting om Arfan. Ah, itu termasuk durhaka sama suami gak ya? Ucapku membatin. Bukankah seharusnya ia juga minta maaf kepada ku? Ah, sudahlah. Aku benar-benar merutuki mulutku yang mudah sekali mengatakan maaf. Aku memukul bibirku sambil berjalan menuju lemari.
"Ada apa dengan bibirmu? Kenapa kau memukul bibirmu?" Ucapnya mengejutkan ku
"Gak da jawaban om." Ucapku sambil membereskan pakaianku.
Yang ku lihat ia hanya mengambil napas panjang dan menggeleng
"Baju saya juga tolong bereskan." Ucapnya
"Ia, om." Jawabku
Pakaianku dan om Arfan memang tidak banyak, yang banyak itu beban perasaanku yang terkurung seperti kondisi ini. Sambil menunggu waktu check out, aku hanya menonton tv yang kebetulan sedang menayangkan drama korea kesukaanku, sedangkan om Arfan masih sibuk dengan dunianya sendiri.
"Masih lama nontonnya?" Ucapnya dingin
"Hm, gak kok om. Ini udah mau selesai, kenapa om?" Jawabku
"Gak mau pulang?" Ucapnya sambil melirik jam tangannya.
"Eh, ia om, maaf soalnya keasyikan nonton." Ucapku sambil melirik jam di sudut bawah tv yang sudah menunjukkan pukul 11: 30 Wib.
Aku dan om Arfan segera check out dari kamar hotel, aku dan om Arfan menuju rumahku. Karena memang dalam adatku, pengantin pria yang ikut tinggal ke rumah pengantin wanita. Seperti biasa kami hanya terjebak dalam keheningan.
"Om, gak pa-pa tinggal ke rumah Alya? Rumah Alya sempit lo, kasur kami hanya kasur kapuk tanpa dipan, hanya kasur yang beralaskan lantai. Nanti punggung om sakit lho." Ucapku menjelaskan tentang kondisi kamarku
Dia hanya diam tanpa menanggapi, melihat ke arahku pun tidak. Dia hanya fokus menyetir mobil yang terkadang dia mengetuk setir mobil dengan jari manisnya. Aku kembali berdiam diri, dari pada emosiku memuncak hingga ke ubun-ubun. Huft
Sesampainya di rumah kami disambut dengan suka cita. Mamak menyiapkan banyak makanan untuk menyambut menantu pertamanya. Mamak tidak tau saja, apa yang sudah terjadi pada anak kesayanganmu. Tanpa ada aba-aba aku dan om Arfan langsung bermain peran seolah-olah kami adalah pasangan yang saling mencintai. Om Arfan tampak sopan ke pada kedua orang tuaku, bahkan tak segan bercanda dengan Redo dan Febri. Sepertinya dia makhluk bermuka dua, tak banyak yang kami bicarakan ketika makan, abak dan mamak pun tak berani banyak bertanya, entah segan atau apalah yang jelas makan siang kali ini tampak berbeda dan terasa hangat.
Malam harinya kami berdua masuk ke kamar, sperti tadi malam aku memberi sekat yaitu bantal guling di antara kami.
"Besok pagi kita ke rumah mama lalu pulang ke Padang, tadi saya sudah bicarakan ini dengan abak dan mamak." Ucapnya sambil menutup mata dengan tangan kanan yang ia letakkan di dahinya.
"A..appa om, besok." Ucap ku terkejut
"Ia, saya kan gak mungkin cuti terus, saya kan kerja."
"Tapi om..?" Ucapku dengan mata berkaca-kaca
"Kenapa?"
"Rasanya Alya belum siap om, Alya tidak pernah meninggalkan Tembilahan, ke Pekan Baru saja Alya belum pernah." Jawabku
"Ooooo, cuma itu?"
"Alya belum pernah pisah dari mamak dan abak, rasanya terlalu cepat kita pergi meninggalkan rumah ini." Ucapku sambil meremas kedua tangan ku
"Kamu sudah menikah, dan kamu adalah tanggung jawabku, lagi pula kalau lebaran atau liburan kita bisa pulang ke sini. Jadi cepat tidur karena saya sudah mengantuk." Ucapnya tanpa sedikitpun membuka matanya.
Aku memilih tak menjawab karena apa yang ia ucapkan benar adanya. Ada air mata yang menetes dari sudut mataku. Seperti apa kehidupan ku di sana, aku belum pernah menginjakkan kaki di kota Padang walaupun aku masih keturunan minang, tentu saja ini terjadi karena kami selalu hidup pas-pasan jadi untuk sekedar pulang kampung lebaran atau liburan tidak pernah ada dalam kamus keluarga kami.
******
Subuh harinya aku mengemasi barang-barangku, tidak banyak karena kata om Arfan jangan di bawa semua, bawa yang perlu saja, kalau ada yang kurang nanti beli saja di Padang. Setelah selesai membereskan barang aku segera menuju dapur membantu mamak memasak. Terlihat sendu di wajah mamak, aku tau yang mamak rasakan, karena tentu saja ia bersedih akan ditinggalkan oleh anak perempuannya.
"Alya, baik-baik di rantau orang. Walaupun kampung kita di sana, tapi kampung kita bukan di Padang nya, kampung kita bernama Ombilin di Kabupaten Tanah Datar. Masih sekitar tiga jam lagi dari Padang dan di Tembilahan ini lah kota kelahiranmu. Jadi kamu ke Padang sana, sama saja dengan kamu merantau, mengikuti suami mu." Ucap mamak
" Ia mak, insya Allah Alya akan hati- hati di sana. Lagi pula kan ada om Arfan, insya Allah om Arfan menjaga Alya. Ucapku menenangkan mamak.
"Om, kenapa kamu memanggilnya begitu Alya, tak boleh nak. Panggil dia uda atau abang."
"He..he..panggilan kesayangan itu mak, jadi gak bisa."
Egghem..
Terdengar suara deheman om Arfan di belakangku. Terlihat om Arfan ingin ke kamar mandi. Kamar mandi di rumahku hanya satu dan itu melalui dapur.
"Eh, nak Arfan mau ke kamar mandi ya? Maaf, rumah mamak kecil dan kamar mandinya hanya satu." Ucap mamak
"Hm..ia mak, gak pa-pa kok mak. Yang penting nyaman." Ucapnya
Wah, hebat sekali om Arfan menjawab, dasar bermuka dua. Ucap batinku.
"Nak Arfan mau di bikin kan apa pagi ini kopi atau teh?"
"Teh saja mak dengan sedikit gula."
"Oh, ia tunggu mamak buatkan ya."
"Ia mak, permisi ke kamar mandi dulu ya."
"Ia , silahkan nak Arfan."
Om Arfan segera bergegas menuju kamar mandi. Ketika om Arfan di dalam kamar mandi mamak memintaku menyiapkan pakaian om arfan. Dan di sinilah aku sekarang, di dalam kamar, tapi baju apa yang harus ku sediakan? Aku bingung.
Ceklekk..
Pintu terbuka, om Arfan heran melihatku di dalam kamar lalu aku menjelaskan padanya.
" Biar aku saja, aku bisa sendiri dan segeralah keluar dari kamar." Ucapnya dingin
Aku bergegas menuju dapur untuk kembali membantu mamak. Tak lupa ku antarkan teh untuk Om Arfan ke teras rumah, tempat di mana om Arfan dan Abak sedang berbincang-bincang. Ketika di dapur banyak nasihat yang mamak berikan ke padaku, salah satunya agar aku selalu setia ke pada om Arfan.
Selesai sarapan pagi, kami pun berpamitan pada mamak dan abak, adik-adikku dan sebagian tetangga. Perpisahan ini tentu saja di warnai dengan deraian air mata dan pelukan hangat dari kedua orang tuaku.
"Baik-baik di sana ya nak." Ucap abak
"Kak, nanti kalo liburan Febri sama bang Redo main ke Padang ya." Ucap Febri
" Jaga diri dan layani suami dengan baik." Ucap mamak
"Kak, sering-sering kasih kabar. Nanti kalo ada PR Redo telfon kak ya." Ucap Redo
Itulah ucapan salam perpisahan dari keluarga yang sangat kucintai. Setelah dari rumahku, kami berangkat menuju rumah mama. Di sana pun kami berpamitan, walaupun mama menyruh kami menginap untuk semalam lagi tapi om Arfan tetap dengan keputusannya, yaitu pulang ke Padang.
"Alya tolong jaga Arfan ya, sabar-sabar mengahadapinya. Mama harap kamu dapat membantu Arfan untuk menghilangkan fikiran masa lalunya. Maaf, jika mama banyak menuntut." Ucap mama memelukku sambil menangis.
Masa lalu apa? Ucap batinku. Tapi aku tak ingin bertanya, biar nanti ku cari sendiri jawabannya.
Perjalanan kami pun dimulai, perjalanan ini memakan waktu dua belas jam. Di kampungku tidak ada pesawat, jadi kami melakukan perjalanan darat. Kami berangkat jam 11:00 Wib.
"Kita akan sampai jam 11:00 nanti malam, rencana saya mau lewat Pekan Baru saja karena kalau lewat Taluk Kuantan jalannya banyak yang berlubang." Ucapnya
"Ia om, Alya menurut saja."
"Kamu gak mabuk naik kendaraan kan?
"Walaupun Alya gak pernah pergi jauh menggunakan mobil, tapi Alya rasa selama ini Alya gak pernah mabuk kendaraan." Jawabku
"Ok, baguslah
Seperti biasa, kami kembali ke kondisi awal yaitu berdiam diri dengan kesibukan masing-masing. Aku hanya menikmati pemandangan di perjalananku. Dan om Arfan sibuk menyetir sesekali menyanyi mengikuti suara musik di mobil, dan suaranya sangat merdu. Seperti apakah biduk rumah tangga kami selanjutnya. Aku hanya bisa berserah diri, dan tolong lindungi perjalanan kami ya Tuhan, ucap batin ku