"Bagaimana aku bisa ke sana Panglima Laurent?" tanya Carolline dengan airmata yang sudah menggenang di matanya.
"Pakailah cincin ini Tuan Putri kita akan menembus pintu portal dunia kegelapan Pangeran Alexander." ucap Laurent seraya memberikan cincin berwarna hitam pada Carolline.
Tanpa berpikir lagi Carolline bangun dari tempatnya dan berdiri di samping panglima Laurent dan memejamkan matanya.
Hanya sekejap mata Carolline sudah berada di sebuah taman yang luas dan sangat indah.
Carolline melihat Panglima Laurent naik ke sebuah kereta kuda kerajaan.
"Naiklah Tuan Putri Carolline, saya akan mengantar Tuan Putri ke istana pangeran Alexander." ucap Laurent, kemudian menjalankan kereta kudanya menuju ke istana.
Tiba di istana Alexander kereta kuda panglima Laurent berhenti.
"Silahkan turun Tuan Putri Carolline." ucap Laurent sambil membungkukkan punggungnya.
Carolline keluar dari kereta kuda dengan hati berdebar-debar. Antara rindu dan cemas akan Alexander yang sakit parah.
Carolline memasuki pintu utama istana yang sangat megah dengan banyak pilar yang berdiri dengan ukiran indah di tiap dindingnya.
"Kita naik ke lantai atas Tuan putri Carolline, kamar pangeran Alexander ada di lantai atas." ucap Laurent yang berjalan lebih dulu naik tangga yang memutar untuk bisa sampai ke lantai atas.
Dengan nafas yang sedikit terengah-engah akhirnya Carolline sampai juga di depan kamar Alexander. Sungguh baru kali ini Carolline kehilangan nafasnya karena tidak terbiasa naik tangga yang berputar-putar.
"Masuklah ke dalam Tuan Putri Carolline, Pangeran Alexander ada di dalam. Semoga dengan datangnya Tuan Putri pangeran Alexander mau untuk meminum darah yang sudah kita sediakan agar sakitnya segera pulih." Ucap panglima Laurent dengan wajah penuh pengharapan.
Dengan hati yang semakin berdebar-debar, Carolline masuk ke dalam kamar Alexander yang sangat besar dan sedikit gelap karena pencahayaan yang tidak terang.
Tanpa menimbulkan suara Carolline mendekati Alexander yang terbaring lemah di tempat tidurnya.
Tubuh Alexander terlihat sangat kurus dan tak bergerak. Kedua matanya terpejam rapat, seperti tidak ada kehidupan pada detak jantung Alexander.
Air mata Carolline menetes tanpa di sadarinya melihat keadaan Alexander yang benar-benar lemah dan tak berdaya.
"Alexander." panggil Carolline dengan suara lirih menahan tangisnya agar tidak terdengar Alexander.
Tubuh Alexander tetap bergeming, seolah-olah tidak mendengar lagi suara yang ada di sekitarnya.
Dengan memberanikan diri Carolline menggenggam tangan Alexander yang sangat dingin.
"Alexander, baru aku tahu kamu tidak datang karena sakit parah. Kamu sakit parah karena tidak mau minum darah sedikit pun. Ada apa denganmu Lex? kenapa kamu seperti ini?" tanya Carolline yang tidak menyadari kalau dengan ucapan yang terakhir kali telah membuat hati Alexander terluka sangat dalam.
"Alexander... bangunlah, aku sangat merindukanmu Lex. Rindu dengan kedekatan kita. Apa kamu tidak merindukan aku Lex?" ucap Carolline berusaha untuk menyadarkan Alexander, namun usahanya sia-sia karena Alexander tetap tak bergerak dengan detak nafasnya yang hampir tak terdengar.
Air mata Carolline tidak bisa lagi di tahannya, rasa putus asa menyelimuti hatinya.
Kerinduan yang di rasakan Carolline telah membuat Carolline merasa tersiksa semakin dalam.
Masih teringat jelas, ciuman terakhir Alexander yang begitu intens membuat Carolline tidak bisa tidur, Carrolline merasakan sesuatu yang indah dengan ciuman itu dan rasa yang indah itu tak bisa di lupakannya hingga sekarang.
Sudah beberapa kali Carolline berusaha untuk membangunkan Alexander namun itu tidakn membuat Alexander sadar.
Carolline kehabisan akal untuk, bagaimana agar Alexander cepat sadar dan segera bisa minum darah yang sudah di siapkan oleh Laurent.
Karena rasa rindunya sudah tak terbendung lagi Carolline memberanikan diri untuk mencium bibir Alexander seperti saat dirinya lengah hingga Alexander mencuri ciuman darinya.
"Alexander, kamu sering mencuri ciuman dariku. Dan sekarang aku akan mencuri ciuman darimu.. bukan karena aku ingin mencurinya tapi aku menginginkannya, aku rindu padamu dan rindu ciumanmu." ucap Carolline dengan jujur mengakui perasaannya pada Alexander yang masih betah diam tak bergerak.
Dengan memejamkan matanya, Carolline mendekatkan bibirnya pada bibir Alexander.
Penuh perasaan Carolline menyapu bibir lembab Alexander yang sangat dingin. Jantung Carolline berpacu dengan cepat, seiring bibirnya melumat intens bibir Alexander yang tak membalasnya. Airmata Carolline mengalir deras hingga membasahi wajah Alexander. Sungguh hatinya terasa sedih karena upaya terakhirnya masih belum bisa menyadarkan Alexander.
Saat rasa putus asa itu datang, dan Carolline berniat melepas pagutannya, bibir Alexander bergerak pelan membalas ciumannya.
Seketika itu juga Carolline mengecup berulang-ulang bibir Alexander dan seluruh wajah Alexander dengan air mata yang mengalir deras.
"Alexander... Alexander, akhirnya kamu sadar juga." ucap Carolline sambil menangkup wajah Alexander.
Alexander menatap wajah Carolline dengan tatapan penuh cinta.
"Carolline, kamu di sini?" tanya Alexander dengan suara lirih.
"Ya Lex, aku Carrolline...aku ada di sini sekarang, aku datang untukmu." ucap Carolline menangis dalam senyuman .
"Kamu datang untukku Caroll?" tanya Alexander seraya meraih wajah Carrolline dan mengusapnya dengan lembut.
"Ya Lex, aku datang memang untukmu. Aku merindukanmu Lex, aku kehilangan kamu." ucap Carrolline menggenggam tangan Alexander yang ada di wajahnya.
"Benarkah kamu merindukan aku? kamu tidak berbohong kan?" tanya Alexander menatap tepat kedua mata Carolline.
"Kenapa aku harus berbohong padamu Lex?" aku benar-benar merindukanmu." ucap Carolline mengusap wajah Alexander yang terlihat kurus.
"Aku hanya menginginkan cintamu Carolline." ucap Alexander memejamkan matanya menahan hati yang selalu terluka.
"Jika kamu menginginkan cintaku, akan kamu dapatkan Lex. Aku juga mencintaimu." ucap Carolline masih mengusap lembut wajah Alexander.
Alexander membuka matanya dan menatap wajah Carolline penuh kebahagiaan.
"Aku tidak percaya dengan semua ini Carolline, apakah ini hanya mimpiku?" tanya Alexander menggigit ujung jarinya hingga berdarah.
"Alexander! apa yang kamu lakukan?" tanya Carolline dengan cepat menyesap darah yang keluar dari jari Alexander.
"Carolline! apa yang kamu lakukan? kamu bisa menjadi bagian dari diriku Caroll?" ucap Alexander sambil menarik jarinya, namun sudah terlambat bagi Alexander, Carrolline tidak melepaskan jarinya dari mulutnya.
"Aku tidak perduli Lex, jarimu terluka dan berdarah aku tidak ingin kamu kehilangan darah lagi. Kamu masih lemah dan kamu belum minum darah sama sekali." ucap Carolline dengan penuh kasih sayang.
"Tapi Carrolline, dengan kamu meminum darahku kamu akan tergantung padaku dan menjadi bagian dari diriku Carrolline, apa kamu tahu hal itu?" ucap Alexander dengan tatapan sedih.
"Kenapa kamu harus sedih Lex? bukannya kamu bahagia aku telah menjadi bagian dari dirimu? kita akan selalu terikat dan tidak terpisahkan." ucap Carolline dengan tatapan penuh.
"Carolline kamu manusia, ada darah suci dalam dirimu yang akan menjadi rebutan semua klan. Ini akan menjadi peristiwa besar dunia immortal, kita akan lebih banyak musuh nantinya." ucap Alexander dengan keadaannya yang semakin lemah.