Chereads / 36 Cara Mengejar Cinta Istri / Chapter 40 - Memuji Wanita lain!

Chapter 40 - Memuji Wanita lain!

"Sayangku... kau kenapa mendadak mematung? Apa kau ingin memperagakan patung Yunani kuno?" Edrei, sahabat baik Silvia yang berbicara sambil menggoyangkan pelan tubuh Silvia.

"Eh ... Ah, tidak! Ayo, kita pergi." Silvia langsung menarik tangan Edrei.

Namun, saat berbicara tadi, Edrei mengikuti arah tatapan Silvia, dan terlihat olehnya sepasang kekasih yang berjalan dengan romantis, sambil tertawa, bercanda, tampak seperti pasangan yang bahagia.

Tidak menunggu lama, Edrei menepis tangan Silvia pelan, dan berlari kecil ke arah pasangan tersebut.

"Ed, jangan!"

Teriakan Silvia tidak dihiraukan.

"Hai, dokter Dexter!" Edrei menyapa Dexter saat sudah tiba di depan mobil Dexter, waktunya tepat sekali, saat Dexter akan membuka pintu pada Kaili.

"Nona Edrei, hai!" Dexter membalas sapaan sahabat Silvia. Baru saja dirinya ingin bertanya di mana Silvia, Silvia dengan tergopoh-gopoh sudah bergabung dengan mereka.

"Begini... kami minum-minum dan sedikit mabuk, tidak bisa menyetir. Di samping itu, mobilku mendadak mogok dan mobil Kaili juga masih di bengkel. Aku tidak tahu, apakah dokter Dexter bersedia mengantarkan kami pulang. Biar bagaimanapun, kami ini wanita, tidak mungkin Anda tega mengizinkan kami pulang dengan taksi online, bukan?" Edrei mengatakan tujuannya.

Dexter tidak repot-repot berpikir dan langsung mengangguk, "Tentu saja bisa. Naiklah!"

Dexter membuka pintu untuk Kaili dengan penuh cinta, kemudian mempersilakan istrinya masuk, tidak lupa dia memberikan senyuman yang sangat manis, penuh banyak makna.

Silvia sempat tersentak untuk beberapa saat. Perlakuan yang manis dari seorang pria yang sangat mencintai istrinya! Itulah kalimat yang tersirat dalam pikirannya saat menyaksikan kejadian barusan.

Sudut bibir Silvia terangkat, tetapi bukan untuk tersenyum. Matanya berkedip, seakan ingin menghapus semua rasa yang memberatkan perasaannya.

Edrei melihat hal itu, dengan pelan menepuk pundaknya dan berkata, "Silvia, ayo! Atau kau ingin di sini hingga mobilku tiba-tiba bagus?"

Silvia tersentak, kemudian masuk ke dalam mobil.

"Kenapa mobilmu masih di bengkel?" Dexter bertanya pada Silvia. "Apa kata Brandy?"

Silvia menggosok alisnya yang lebat, "Tidak tahu. Brandy tidak mengatakan apa pun, tadi saat pulang kerja, aku masih tidak melihat mobilku di tempat parkir."

Dexter mengernyitkan kening, "Lalu.... Bagaimana caramu pulang?"

Dexter memang selalu memanjakannya dengan baik. Dulu Silvia yang salah beranggapan kebaikan Dexter karena pria itu mencintainya, tetapi siapa yang mengira, Dexter hanya menganggapnya sebagai gadis kecil yang selalu membutuhkan pertolongan dan perlindungannya. Seperti yang terakhir kali diakui pria itu, dia hanya menganggapnya sebagai...adiknya.

Silvia sedikit marah. Kapan Dexter menganggapnya sebagai wanita dewasa? Dia menggerutu di dalam hati, kemudian menggerakkan bibirnya, "Kak Dexter, aku sudah dewasa! Menurutmu hanya untuk cara pulang saja, aku tidak bisakah?"

Silvia masih ingin terus melanjutkan perkataannya, tetapi mengurungkan semua niatan itu. Walaupun dia tidak menyukai Kaili, tetapi mengingat perbuatannya kepada Kaili 5 tahun yang lalu, Silvia selalu ketakutan. Tangannya akan berkeringat.

Dexter mengangkat alisnya, "Benar juga, sekarang kamu bukan anak kecil lagi." Ada sebuah tawa puas di sudut bibir Dexter. "Tetapi, walau dewasa atau tidak, wanita juga butuh perlindungan. Jangan selalu memaksakan diri!"

Benar, di mata Dexter semua yang Silvia lakukan adalah bentuk pemaksaan diri. Entah kapan sudut pandang pria ini berubah terhadapnya.

Edrei mendengar dengan saksama pembicaraan mereka, dia juga dapat merasakan tekanan yang ada di hati Silvia. Dia sangat tidak senang. Dia harus mengangkat citra diri Silvia, terutama di depan rivalnya.

"Tentu saja Silvia-ku sangat hebat. Sayangku....aku benar-benar terpukau melihat caramu tadi saat memberi pertolongan pertama pada orang yang mabuk tadi."

Silvia tersenyum kecil, dia tahu di dunia ini hanya Edrei yang memandangnya tinggi. Dia pun berkata seperti barusan, untuk menyelamatkan harga dirinya.

Dexter yang mendengar topik itu pun tertarik, tetapi dia mengernyitkan kening, "Orang mabuk? Kenapa dengan orang itu?"

Belum sempat Silvia menjawab, Dexter sudah berkata dengan tegas, "Lain kali, kalau ada pria yang mabuk, jangan dekati! Nanti kalau dia berbuat kasar padamu, bagaimana?"

".....Termasuk saat dia terluka, apa aku harus diamkah?" Silvia menggelengkan kepala. Kakaknya ini....bukankah terlalu berlebihan? Dia ini seorang dokter, di mana pun dia berada, mana mungkin tega membiarkan seseorang terluka tanpa membantunya.

"Menyelamatkan orang sangat penting, tetapi keselamatan diri sendiri jauh lebih penting!" Dexter tidak bisa berkompromi jika itu menyangkut keselamatan keluarganya, baginya Silvia adalah adik perempuannya.

"Dokter Dexter, Silvia adalah seorang dokter, dari perangainya, Anda pasti tahu sendiri, Silvia tidak akan mau tinggal diam. Dia sangat profesional. Tidak heran, aku selalu mendengar orang-orang di rumah sakit berkata, bahwa Silvia adalah pilar rumah sakit Danka. Sayangku ini sehebat itu sih." Pujian Edrei tidak berhenti sampai di situ.

"Sayangku.... tadi itu kau benar-benar hebat! Kau membuatku terpesona. Apakah kau tidak melihat semua orang yang di sana tadi? Mereka menatapmu dengan kagum. Kau benar-benar sangat hebat dan profesional. Jika saja kita tidak di sana tadi, dan jika saja kau tidak sangat hebat, mana mungkin dia bisa selamat. Bahkan semua orang yang di sana mengakui kehebatanmu sambil memuji kecantikanmu!"

Dexter turut bergabung dan menambahkan, "Silvia sangat hebat, hebat sekali!" Jika saja saat ini dia tidak mengemudi, sudah akan membelai rambut adik kecil yang sangat disayanginya tersebut.

"Tentu saja! Apa yang tidak bisa dilakukan Silvia? Dia pintar, memiliki pekerjaan yang jelas, bahkan bisa memasak sangat enak. Benar-benar membuatku kecanduan dengan masakannya!" tambah Edrei, kemudian dia menatap Silvia dengan mata berbinar, "Sayangku....apakah nanti pagi aku akan mendapatkan masakanmu? Aku sudah sangat lapar memikirkan masakanmu yang lezat."

Silvia memelototi Edrei dengan tajam. Dia tahu, sahabatnya ini sedang mempermalukan Kaili. Mendadak Silvia merasa bersalah karena sudah cerita kalau Kaili bahkan hanya memasak saja pun tidak bisa. Dan sekarang Edrei menggunakan situasi ini. Dia pasti sengaja. Mendadak Silvia merasa Edrei sangat perhitungan dan licik.