Kaili terdiam. Sudah begini, memangnya apalagi yang bisa ia katakan. Sakit yang ada di dalam hatinya pun, pada siapa bisa diadukan?
Untuk sesaat suasana menjadi canggung sekali, tidak ada satu pun dari mereka yang buka suara. Keheningan berlangsung sekitar 10 menit.
Kemudian, Dexter berdeham, suaranya memecahkan keheningan yang sempat menjadi pemisah di antara mereka. "Itulah alasannya, kenapa aku memintamu untuk tidak mencari tahu tentang keluargaku. Setidaknya sampai Silvia menemukan cintanya dan melepaskan aku."
"Apakah orang tuamu tidak melihat berita? Seharusnya mereka sudah tahu tentang pernikahan dadakanmu, bukan?"
"Hmp... Bagi orang normal mungkin akan tahu, orang tuaku tidak akan tahu."
Kaili mengerutkan dahi, "Apa kau baru saja mengatakan kalau orang tuamu tidak normal?"
Jelas, mereka tidak normal. Apa pun isi berita, pria tua itu tidak peduli. Dalam benaknya hanya ada tentang perusahaannya dan persaingan bisnisnya. Apalagi mereka bukan berasal dari negara J, mana akan tertarik membaca berita luar negeri yang isinya tentang pernikahan. Sementara ibu adalah orang yang tidak tertarik dengan sosial media. Selain itu pun, Dexter menekan semua berita yang mempertunjukkan wajahnya.
"Benar, tidak normal. Mereka tinggal di tempat yang sangat jauh dan sangat terpencil. Mana mungkin mendapatkan berita."
Kaili menautkan kedua alisnya. Hatinya sangat tertekan. Kehidupan rumah tangganya .... bagaimana kondisi ke depannya? Kaili bahkan tidak sanggup memikirkannya. Bulu mata Kaili bergerak, mulutnya terbuka, tetapi tidak ada kata yang berhasil diungkapkan.
Memangnya mana yang lebih sakit, menikah tetapi tidak mengenal pria yang dinikahi.
"Bunga gardenia, wanginya menembus paru-paru." Dexter yang memulai pembicaraan lagi. "Apakah kamu menyukainya?"
Kaili menatap pria yang sedang bertanya padanya tersebut. Ekspresi pria itu begitu tenang, damai dan penuh kemuliaan, seakan kejadian barusan tidak mengganggunya. Benar, bagaimana mungkin hal itu mengganggunya, sudah dijelaskan di awal, di antara mereka, cinta itu tidak akan ada.
"Aku berencana menanam bunga gardenia di dekat balkon. Bagaimana menurutmu?" Kembali Dexter bertanya.
Bukan menjawab Dexter, Kaili malah mengajukan pertanyaan, "Sudah tahu kalau kau punya tunangan, kenapa kau mengajukan diri untuk menikahiku?"
Sial! Padahal bukan ini yang seharusnya Kaili tanyakan. Tadinya dia ingin bertanya, apakah Dexter mencintai Silvia? Namun, sebelum pertanyaan itu keluar dari celah bibirnya, intuisi mengatakan, bahwa itu adalah pertanyaan yang paling konyol dan memalukan. Siapa pun bisa melihat dengan jelas, bagaimana tatapan kelembutan Dexter pada Silvia dan bagaimana perlakuan manisnya. Semua yang Dexter lakukan pada Silvia sangat manis dan lembut, seperti pria yang sangat mencintai wanitanya.
Lalu ..... apakah pertanyaan konyol ini masih perlu dilanjutkan? Jika rasa sakit yang diterima saat ini masih kurang, boleh dicoba untuk menanyakan hal itu.
Dexter sempat terdiam, pertanyaan Kaili terlalu mendadak. Walau dia pernah berpikir suatu saat nanti Kaili bertanya tentang hal ini, tetapi dia tidak menduga, waktunya secepat ini.
Tapi semembingungkan apa pun situasi, Dexter tidak akan kalah di dalamnya. Dengan elegan, dia berkata, "Aku juga tidak tahu, mungkin karena aku tidak ingin melihat wanita terluka, jadi aku bersikap impulsif."
Impulsif, huh! Apakah tidak ada jawaban yang lebih mematikan dari ini? Seorang pria menikahimu dan mengaku itu hanya karena sikap impulsifnya. Lelucon hidup memang sangat mengejutkan. Seperti roller coasters, sesuka hati membawa kita menurut arusnya.
Kaili sudah tidak mau melanjutkan pembicaraan ini lagi. Hatinya sangat panas. Matanya juga terasa perih sejak tadi menahan air murni yang akan membuncah dengan deras.
Dia sering mendengar kata, 'Pernikahan adalah kuburan bagi cinta sejati,' apakah saat ini dia telah terkubur di dalamnya? Benar, mungkin memang begitu. Walaupun Dexter tidak mencintainya, tetapi Kaili mencintainya. Itu cukup. Bagi Kaili, Dexter adalah cinta sejatinya. Pernikahan ini .... dia pun dengan senang hati mati terkubur di dalamnya.
Setelah diam beberapa saat, Kaili membuka suara, "Dapatkah kita pulang sekarang?"
"Maka terjadilah sesuai kehendakmu." Dexter berdiri lebih dulu. "Ayo, pergi!"
Tidak seperti kejadian di awal, kini dia menaruh tangan di bawah dan ingin berjalan berdampingan dengan Kaili. Walau perasaan Kaili sedikit hangat, tetapi dia juga tidak melupakan rasa sakit hatinya barusan. Justru, air matanya semakin tidak terbendung.
Tidak, sudah cukup Kaili terlihat begitu menyedihkan, kali ini dia tidak akan menangis di depan pria ini.
"Tanganmu dingin, apakah kau kedinginan?"
"Tidak. Mana mungkin kedinginan. Musim semi baru saja tiba, sekarang semuanya terasa hangat." Selain hatiku, tambah Kaili dalam hati.
"Sekali pun musim semi, tetapi malam hari juga terasa dingin. Jika kedinginan, jangan ragu untuk memeluk lenganku."
Tuhan......
Suaranya sangat dekat di sisi telinganya, berdengung bagaikan irama musik yang romantis. Sewaktu bicara, Dexter bisa memengaruhi seluruh udara yang berada 10m di sekitarnya. Suara yang kental seperti anggur merah, dan lihainya membuat gairah di dalam tubuh bangkit. Pipi Kaili bersemu, seperti bunga sakura di musim semi.
Dalam sehari ini, kontak fisik di antara keduanya cukup intim, walaupun memang tidak terjadi hal yang diharapkan, tetapi mereka hampir melakukan itu. Bahkan terus berlanjut hingga di kamar pas. Mendengar bisikan Dexter, yang terkesan menggoda, mana mungkin Kaili tidak terpesona.
Kaili dengan kesusahan menelan air liurnya. Udara di hidungnya juga menipis, dia sudah tidak bisa bernapas lagi!
Dia menepis dada Dexter, "Aku tidak kedinginan! Aku bisa berjalan sendiri!"
"Baik!" Dexter menjawab satu kata, dibarengi dengan senyuman yang penuh makna. Benar-benar sangat menggoda semua makhluk hidup.
Dexter juga tidak memaksa, tetapi dia diam-diam memerhatikan Kaili. Pendingin udara di restoran ini memang cukup tinggi, Kaili yang berpakaian sedikit terbuka bagian bahunya.
Tidak mau banyak bicara lagi, Dexter langsung merangkul pinggang ramping Kaili. Di pengang seperti ini, pinggangnya terlihat sangat kecil, sangat nyaman saat dililitkan dengan tangan.
"Jangan keras kepala! Sudah tau kedinginan, masih menolak. Biar kita berjalan seperti ini hingga ke tempat parkir." Perkataan Dexter bukan diskusi melainkan sebuah keharusan. Benar saja, kapan pria ini meminta pendapat orang lain?
Mereka pun berjalan dengan sangat romantis. Di dalam restoran memang tidak ada orang, tetapi di luar begitu banyak orang. Berjalan dengan pinggang dililit seperti ini membuat Kaili sedikit tidak nyaman. Dia merasa malu dengan tatapan orang-orang.
Di antara banyaknya tatapan mata yang memandang, ada sepasang mata yang terpaku hingga bergetar melihat keintiman keduanya. Kelopak matanya memerah, menimbulkan rasa panas. Orang itu adalah Silvia.