Kalau begitu tidak perlu pergi. Di rumah saja!"
"Kau sangat tidak masuk akal! Sekalipun kau tidak berminat denganku, apa kau tidak bisa membantuku? Kenapa begitu perhitungan?" Kaili sangat sakit hati melihat sikap Dexter yang terlalu menjauhi secara terang-terangan.
"Tidak berminat? Heh!" Dexter mau muntah darah mendengar omongan Kaili. 'Setengah mati aku menahan diri, dan kau bilang tidak berminat?' lanjutnya dalam hati.
"Baiklah, kalau kau tidak mau membantuku memakaikan kancing gaunku, lebih baik aku memakai kemeja putihmu lagi." Kaili langsung mengambil baju di lemari Dexter.
"Kemeja putih? Kau akan keluar dengan baju seperti itu?"
"Lalu bagaimana lagi, kemeja putih sangat mudah mengancingnya."
Apa wanita ini masih tergolong normal? Tidakkah dia tahu, wanita yang mengenakan baju kemeja pria akan sangat menggoda? Dia ini tidak tahu atau memang sengaja menggodaku? Pertanyaan itu muncul di pikiran Dexter.
Kaili benar-benar sangat mengancamnya secara tidak sadar.
"Kemarilah! Aku akan mengancingkan bajumu!" Tidak ada pilihan lagi, Dexter harus menahan diri lagi, daripada melihat wanita ini keluar dengan baju yang menggoda seperti itu, mana mungkin dia rela.
Kaili pun mendekatinya. Tanpa ragu berdiri di depan Dexter dan memunggunginya. Tangan Dexter langsung bergetar saat perlahan menyentuh tali dan mengikatnya, hingga punggung wanita itu tertutup.
'Huffh...' Dexter mengeluarkan napasnya dengan berat.
"Sudah?" tanya Kaili.
"Hemp..."
"Kalau begitu, ayolah. Aku sudah siap. Memangnya kita mau ke mana?"
"Hemp.. Ayo." Dexter pun berjalan mendahului Kaili.
"Hei, sepatuku tidak ada. Kan tidak mungkin aku memakai sendal rumah?"
"Di rank sepatuku ada sepasang sepatu wanita. Pakai itu."
"Uhh.. Di rumahmu ini sangat banyak ya perlengkapan wanita. Aku jadi curiga wanita mana yang menjadi temanmu hidup di sini sebelum aku?"
"Terlalu banyak bicara!"
"Apakah ada yang salah dengan perkataanku? Menurutku itu pertanyaanku sangat normal. Ini rumah pria, tetapi ada baju dan sepatu wanita."
"Itu sepatu Silvia."
"Lalu gaun ini, apakah gaunnya juga?"
"Kenapa aku harus menyimpan gaunnya?"
"Lalu kenapa kau menyimpan sepatunya?"
"Oh, saat itu kakinya terluka, tidak mengharuskan memakai sepatu heels. Jadi Brandy membeli sendal."
"Brandy? Siapa itu?"
Sialan! Dexter hampir saja membongkar identitasnya. Untungnya tidak banyak yang dia katakan.
"Kenapa kau diam? Brandy siapa?"
"Ambil sepatumu dan kita pergi!"
"Ambil ya ambil! Kenapa harus marah seperti itu!" Kaili langsung bergegas mengambil sepatu.
Di perjalanan Kaili sangat kesal. Dia bahkan tidak berbicara pada Dexter. Padahal seharusnya banyak yang mau ditanyakan. Tetapi wanita itu sudah tidak bersemangat lagi. Mengingat kemungkinan baju dan sepatu yang dia kenakan ini adalah barang Silvia, tunangan suaminya, moodnya pun sangat kacau.
Benar saja, wanita mana yang akan menyukai barang dari rivalnya?
Hingga perjalanan pun tiba di sebuah mal ternama di kota J.
"Uhh, kita kenapa ke sini?"
"Turun!"
"Tunggu! Kau belum menjawabku, kenapa kita datang ke sini?"
Dexter melihat Kaili sejenak, kemudian menggelengkan kepalanya. "Ayo, jalan!" Dia menarik tangan Kaili lembut, memaksa agar mereka jalan berdampingan.
Saat tibanya di dept store, para pekerja di sana langsung menyapa dengan hormat, "Selamat datang, Tuan dan nyonya Chiro."
"Uuhh.. Mereka mengenalmu?" tanya Kaili.
"Ada masalah?"
"Ah, tidak, tidak. Aku cuma sedikit heran saja."
"Pemilik mal dan toko ini adalah pasienku. Kebetulan aku pernah menyembuhkannya dari penyakit yang mematikan!"
"Oh, kau sangat terkenal kalau begitu."
"Kenapa? Apa sekarang kau menyesal pernah menolakku karena miskin?"
Wajah Kaili mendadak sedih. Tentang hal ini... mungkin akan sangat sulit dilupakan Dexter.
"Pilihlah bajumu," ucap Dexter tanpa menunggu jawaban Kaili.
"Eh, baju?"
"Jadi, kalau tidak untuk membeli baju, menurutmu Kenapa kita datang ke sini? Atau... kau mau telanjang setiap hari?"
Kaili memelototi Dexter dengan pandangan tidak senang.
"Tentunya itu hal yang sangat bagus. Aku sangat setuju Kalau kau telanjang setiap harinya."
"Berengsek! Enyahkan pikiran kotormu!"
"Sangat menggoda!" bisik Dexter, kemudian cepat-cepat duduk di kursi tunggu.
"Tuan dan nyonya Chiro, model baju yang seperti apa yang ingin Anda cari?" beberapa pelayan toko menghampiri mereka.
"Uuh.."
Kaili sangat terkejut melihat banyaknya pelayan yang akan melayaninya.
"Semuanya tanyakan padanya! Tapi jangan berikan model baju yang kurang bahan! Seperti menampakkan tulang selangka, menampakkan leher, memperlihatkan bentuk tubuh, dan jangan memperlihatkan paha!" ucap Dexter dengan tegas.
"What? Dexter, apa kau akan memintaku memakai karung? Apa kau normal?" protes Kaili.
Salah seorang pramuniaga pun ikut memberikan protesnya, "Emp, tuan muda... Tubuh nyonya sangat cantik, jika tidak diperlihatkan—"
Si pramuniaga langsung menghentikan perkataannya begitu melihat sorot mata Dexter yang seakan siap menelannya.
"Berikan baju seperti yang saya katakan tadi!" jelasnya dengan dingin.
"Kau sangat tidak masuk akal," gerutu Kaili dan pergi mengikuti para pramuniaga itu.
Para pramuniaga bergantian memberikan beberapa jenis baju pada Kaili, dan wanita itu sudah sangat lelah karena dari tadi hanya mencoba-coba baju terus, tetapi Dexter selalu mengatakan tidak cocok. Bolak-balik masuk fitting room. Membosankan.
"Dexter, aku sangat lelah bolak-balik pakai baju! Apa kau sengaja menyiksaku? Apalagi bajy yang aku pakai, susah payah aku harus mengancing mereka semua, dan lihatlah kau... Kau malah seenaknya mengatakan semua yang aku pakai itu sangat buruk! Di sini yang bermasalah adalah seleramu yang sangat kuno!" protes Kaili.
"Apa katamu?" ulang Dexter bertanya.
"Aku mengatakan seleramu sangat kuno!" Kaili benar-benar tidak sungkan lagi. "Lihatlah, yang ini tidak, yang itu tidak! Aku benar-benar pusing, apa aku harus memakai 'hanfu' yang tertutup dari atas hingga bawah, dengan lengan baju yang panjang serta kembang-kembang? Huh!" Kaili mendegus.
"Apa katamu?" ulang Dexter.
"Aku bilang, APA AKU HARUS MEMAKAI HANFU BARU AKAN SESUAI MENURUTMU?" Kaili sudah sangat kesal.
"Bukan itu! Kau lelah kenapa tadi katamu?"
"Aku lelah bolak balik mengancing baju sendiri! Itu tidak mudah, dan kau bahkan tidak mengizinkan mereka membantuku. Kau benar-benar tidak masuk akal!" Kaili yang sudah marah, tidak menyadari makna dan dampak dari perkataannya.
"Semuanya... Masukkan semua jenis baju itu di fitting room, biar nyonya mencobanya!"
"Kau? Mau berapa banyak aku akan mencoba baju-baju itu?" Kaili semakin kesal. Pola pikir Dexter sudah tidak bisa tertolong lagi.