"Bukankah kau sangat kesulitan mengancing baju itu? Aku akan menolongmu." Pria itu dengan arogan langsung berjalan menuju fitting room. "Masuklah, aku akan membantumu mencoba baju-baju itu. Karena aku di dalam, kau tidak perlu lagi bolak-balik masuk ke fitting room. Aku akan bilang langsung mana yang cocok padamu."
Mata Kaili membulat. Apakah otak pria ini kemasukan cairan yang membuatnya bodoh? Tidak tahukah ini tempat umum.
"Cepat masuk! Jangan sampai aku mengulangi perkataanku ketiga kalinya!"
"Masuk ya masuk! Walau kau sangat tidak normal, tetapi aku tidak berani juga menentangmu!" cibir Kaili pelan.
Sebelum Dexter mengunci pintu, dia meminta sesuatu dari pelayan toko, "Sekalian bawakan juga pakaian dalam model terbaru, serta bra ukuran 36B."
Wajah Kaili sangat memerah. Dia bengong. Ingin sekali rasanya menggali lubang dan menguburkan diri di sana. Benar-benar memalukan. Parahnya lagi, Dexter bersikap tenang, seolah-olah permintaannya yang tadi adalah hal yang sangat normal.
Jika Kaili ingin menguburkan diri karena rasa malu, berbeda dengan pelayan yang mendengar hal itu, mereka menunjukkan reaksi yang sangat terkagum-kagum.
Benar saja, pria mana yang ingin membelikan pakaian dalam untuk wanitanya, jika bukan pria yang benar-benar mencintai wanitanya. Ini sangat romantis. Sorot mata mereka menunjukkan rasa saja.
"Baik Tuan Dexter." Para penjara toko pun dengan senang hati pergi mengambil barang yang diminta Darren.
Setelah semuanya masuk ke dalam fitting room, Dexter mengunci pintu tanpa ekspresi. Barulah amarah Kaili meledak saat itu.
"Kau? Apa yang kau lakukan? Kenapa kau meminta mereka mengambil pakaian dalam? Juga, kenapa kau tahu ukuranku?"
3 pertanyaan beruntun yang Kaili lontarnya membuat Dexter merasa geli. Pertanyaan yang konyol, pikirnya.
"Jika kau tidak ingin membeli pakaian dalam, lalu apa yang akan kau pakai? Apa kau akan memakai pakaian dalamku dan tidak memakai bra sepanjang hidup? Pertanyaanmu ini sungguh lucu Nona Goh! Lagian kau bertanya dari mana aku mengetahui ukuranmu, bukankah sore ini aku sudah menyentuhnya? Jika aku tidak tahu ukuranmu bukankah kau ini sedang meragukan kemampuanku?"
Kaili sudah malu, tapi semakin malu lagi setelah mendengar jawaban yang sangat tidak tahu malu dari Dexter. Kenapa sejak dulu dia tidak menyadari pria ini terlalu suka beromong kosong.
Tapi, tidak bisa dibohongi, memang semua yang dikatakan Dexter sangat benar. Jadi Kaili hanya bisa diam saja.
"Siapa yang menduga, putri satu-satunya dari keluarga pebisnis hebat, bahkan tidak memiliki satu helai baju. Kau yang seperti ini tidak ada bedanya seperti diusir!"
Kaili: "...."
Dia hanya bisa diam. Mau bagaimana lagi, mulut pria ini sungguh sangat pedas. Mana akan bisa menang melawannya berbicara.
"Ya sudah, kau ... berbaliklah. Aku mau pakai-"
Mata Dexter memicing, "Bagaimana caranya aku bisa tahu itu cocok padamu atau gak kalau aku tidak melihatmu mengenakannya!"
"Dexter! Sebenarnya kau ingin aku bagaimana?" Kaili sudah tidak tahan lagi menerima kekonyolan Dexter.
"Kenapa kau jadi marah?"
"Jadi menurutmu aku harus senang dipermainkan olehmu? Aku sudah sangat lelah berulang kali mencoba baju ini semua! Coba kau yang diminta berulang kali memakai dan melepas baju?" Kaili tidak peduli lagi, mau ini sedang ada di fitting room atau bukan. Dia sudah benar-benar sangat kesal
"Kalau begitu, tidak perlu pakai lagi. Tidak ada juga yang memintamu mencobanya."
Kening Kaili berkerut, lagi dan lagi pria ini mempermainkannya. "Tidak ada yang meminta, katamu? Lalu siapa yang meminta mereka memasukkan semua baju-baju ini ke dalam? Belum lagi semua pakaian dalam ini! Dan dari tadi, apa aku tidak sudah mencoba lebih dari 20 baju? Satu pun tidak cocok menurutmu! Bukankah pekerjaanku semakin banyak, harus mencoba satu-satu!"
"Aku tidak memintamu untuk mencoba pakaian dalam itu! Mana aku tahu di sini ada cctv atau tidak. Kalau tubuhmu sempat terekspos kamera jahanam itu, siapa yang rugi kalau bukan aku."
Kaili, "..." Hanya bisa menggeleng-geleng kepala melihat tingkah konyol pria yang ada di sampingnya ini. Sepertinya, jika terus seperti ini, dirinya bukan mati karena diabaikan, tetapi mati menahan rasa marah.
Setelah menghela napas dengan tenang, Kaili berkata, "Lalu untuk apa kau dan aku berada dalam fitting room ini?"
Kaili dapat melihat dengan jelas tawa licik yang tersungging di sudut bibirnya, selanjutnya yang di dengar adalah perkataan pria ini, "Apa itu perlu dipertanyakan? Tentu saja aku ingin—" Dexter mendekat kepadanya.
Melihat Dexter yang perlahan mendekat, Kaili mundur, "Kamu ... apa yang ingin kamu lakukan?"
Dexter terus maju mendekati Kaili, sambil menyunggingkan senyum licik, "Menurutmu apa yang ingin aku lakukan?"
Kaili meneguk air liurnya, "Dexter ... Ini ... ini—"
"Karena aku menciummu tadi, sekarang aku terkena flu. Katakan, bagaimana kau akan bertanggung jawab?"
"Haa?!"
Kaili sudah tidak bisa bicara lagi, pria yang di hadapinya saat ini adalah pria yang paling tidak tahu malu yang pernah ditemui.
Siapa juga yang menyuruhmu menciumku? Ingin sekali kali melontarkan makian yang seperti itu, tetapi Kaili tidak bisa melakukannya. Dia telah bertekad dalam hati agar mempertahankan hubungan pernikahan mereka.
Dexter terus berjalan mendekatinya, hingga kini Kaili sudah tidak ada alasan untuk mundur lagi, tubuhnya sudah menabrak dinding.
Dengan sekejap, Dexter menarik pinggang Kaili dan melancarkan ciuman di bibir lembutnya.
"Ciuman tadi membuatku flu, aku harus menciummu agar virus flu itu hilang!" ucap Dexter dengan sombong.
"Ump ... Dexter..." Kaili terus memberontak, tapi apakah dengan begitu Dexter akan berhenti dan melepaskan ciuman yang saat ini sedang berlangsung dengan panas? Tentu saja tidak.
Semakin Kaili bersikeras untuk memberontak, semakin tinggi gairah yang dirasakan Dexter. Dia seakan tidak akan berhenti sebelum menghisap habis rasa manis yang ada di bibir Kaili. Wanita keras kepala itu memang selalu saja jadi biang masalah dalam perasaannya!
Selalu berakhir seperti itu, awalnya hanya ingin menggoda, yang ada Dexter malah terjerat dan tidak ingin lepas.
Perlahan, lidah Dexter menerobos dinding gigi Kaili, menjelajah langit-langit mulut wanita itu, kemudian menarik bibir bawahnya. Terus seperti itu.
Kaili sudah kehabisan oksigen, dia sangat lemas. Kini dia hanya bisa merangkul leher Dexter untuk menahan tubuhnya agar tidak terjatuh.
Dexter semakin kesenangan, dan memperdalam ciumannya dengan menekan tengkuk kepala Kaili merapat padanya. Ciuman Dexter begitu posesif, begitu memabukkan, rasa bibir Kaili membuatnya kecanduan. Dia mungkin tidak akan bisa normal menjalani hari-hari jika dalam sehari tidak mencium bibir lembut wanita ini. Dexter telah memutuskan, mencium Kaili setiap hari akan menjadi tugas utama dalam kesehariannya!
Bagaimanapun caranya, sekalipun dianggap bajiangan, jika harus mencuri atau memaksa, dia harus wajib mencium Kaili setiap hari! Ini keharusan yang tidak bisa ditolak.