Tanpa malu, aku meraung dan mengeluarkan air mata yang sama otentiknya seperti sepatu yang kugunakan. Yang mana memiliki desain yang bagus dan mengikuti tren saat ini juga kualitas yang sangat tinggi. Dikarenakan brand yang mengeluarkan mendukung cruelty-free alih-alih menggunakan kulit hewan asli mereka menggunakan kulit sintetis sebagai material utama.
Oleh itu, menyamakan air mataku dengan sepatu yang kukenakan, membuktikan bahwa air mata yang kukeluarkan adalah air mata buaya. Sebagaimana pun saat ini penampilanku, yang terlihat sangat mengibakan, tidak mengubah kenyataan itu. Lebih dikarenakan keahlianku sudah terasah dengan baik, hingga tangisan palsuku terlihat seperti sungguhan.
Kemampuan yang tanpa sadar kukembangkan dengan baik. Mengingat saat sesuatu tidak berjalan seperti apa yang aku mau, air mata yang kukeluarkan akan membuka jalan yang semula tertutup.
Alvan-Kambing yang meski sinting dan dipertanyakan mengenai kepemilikan otak yang dia punya, pastilah akan bereaksi sama seperti Papa. Menjadi panik dan segera menuruti apa yang kuminta saat air mataku keluar. Kini aku hanya menunggu sampai Alvan-Gila membuka ikatan dan aku akan dengan segera—dengan baik hatinya—menghadiahkan cakaran juga tamparan di wajah orang gila itu.
Seharunya sedari awal, sejak diikat oleh Alvan Kambing, aku melakukan trik ini. Namun sebelumnya, harga diri yang kumiliki tidak mengizinkan untuk meneteskan air mata di hadapan Bandot-Tua-Bernama-Alvan. Tapi setelah mengalami ... kejadian yang lebih baik tidak kuucapkan atau ingat sama sekali. Tidak ada gunanya aku terus mempertahankan harga diriku, yang mungkin saat ini sedang berlibur di pulau terpencil.
Tidak seperti yang kukira, di mana Alvan akan segera melepas ikatan yang membelengguh kedua tanganku. Aku merasakan salah satu pipiku tercubit. Memang tidak menyakitkan, namun hal itu membuatku tidak nyaman. Hingga tangisan yang kulakukan terhenti.
Kepura-puraanku yang terjeda, membuatku melihat Alvan-Sinting yang menatapku sambil tersenyum. Bukan senyum pongah yang ketika muncul sangat ingin membuatku mencakarnya, tapi senyuman yang memberikan kesan menyenangkan padanya. Hal itu malah membuatku merasakan perasaan tidak enak.
Dengan pengetahuan akan Alvan yang merupakan seorang iblis naik ke permukaan bumi dari neraka lapis akhir, dan kini dia menampakkan wajah sakan alih-alih iblis, Alvan-Jahanam adalah seorang malaikat. Konspirasi apa ini!?
Tak perlu bagiku menerka terlalu lama, Alvan membuka mulutnya. "Kamu lebih menyulitkan dari apa yang diceritakan oleh Papamu."
Aku menampakkan ekspresi antara mencemooh dan ketidakmengertian atas perkataan Alvan-Iblis yang membawa-bawa Papa ke dalam hal ini.
"Kamu pikir aku tidak tahu, kamu berpura-pura menangis, Putri?" Bersamaan dengan kalimat itu Alvan menggoyangkan tangan yang mencubit pipiku. Tindakan itu membuatku mengalihkan muka. Selain tidak sudi melihat wajah iblis yang menyamar itu, hal itu kulakukan agar Alvan berhenti menyentuh wajahku.
Akhirnya cubitan yang Alvan daratkan di pipiku lepas. Aku tidak ingin mengakui, tapi dibanding karena usaha yang kulakukan, lebih pada Alvan-Iblis melepaskannya. Untuk mengatakan kalimat menyebalkan lagi.
"Trik tersebut mungkin berhasil untuk Papamu, juga pemuda seumurmu. Tapi tidak akan berhasil untukku yang sudah melihat perempuan melakukan trik sama dan tidak terjebak ke dalamnya."
Tahu apa yang kulakukan adalah tindakan tanpa hasil, aku pun dengan segera menanggalkan kepura-puraanku. Atas itu ekspresi yang memancing rasa iba dan simpati, berganti dengan raut yang membuat siapa pun yang melihatnya tahu, aku mencemooh orang sinting di depanku.
Tidak cukup dengan itu, aku pun menghadiahkan Alvan-Kambing dengan sebuah tendangan lain dan berseru, "Lepaskan aku!"
Alvan hanya memegangi sisi wajahnya yang terkena tendangan dan menatapku. Sama sekali tidak menunjukkan niat atau pun tanda-tanda melakukan apa yang kupinta. Pertanyaan yang dilemparkan oleh Alvan-Kambing membuktikan itu. "Kenapa aku harus melepaskanmu?"
Aku diam. Bukan karena merasa pertanyaan yang Alvan-Sinting katakan ada benarnya. Lebih dikarenakan emosiku mengelak oleh kalimat yang tidak bertanggung jawab itu. Iblis Sinting itu berani mempertanyakan alasan untuk melepasnya!? Seperti kondisi dia menyekapku dalam sebuah ruangan yang sama sekali asing dan mengikatku adalah bukan suatu hal yang salah sedari awal.
Aku pun mengucapkan ancaman lain. "Jika kamu tidak melepasku, aku akan mengatakan pada Papa kau memerkosaku!"
Kali ini Alvan-kambing-lah yang terdiam. hanya untuk kemudian mengulang adegan yang pernah terjadi sebelumnya. Di mana pria sinting itu tertawa perlahan hingga akhirnya membesar dan bergema ke sudut ruangan.
Aku mempertimbangkan untuk memberi Alvan-Kambing sebuah tendangan lagi, yang mungkin membantu pria gila itu menempatkan otak di tempat yang tepat. Ketika aku baru saja akan mengambil posisi agar tendanganku tepat mengenai sasaran, Alvan-Gila kembali membuka mulut.
"Seperti yang kukatakan sebelumnya. Kamu manis sekali dan naïf. Putri, kamu pikir orang akan percaya dengan tuduhanmu itu, jika kamu sendiri masih perawan?"
Tubuhku mengejan dan bulu kudukku naik ke atas, saat mendengar kata jahat yang sangat sesuai sekali diucapkan oleh iblis macam Alvan. Tapi aku tidak berniat untuk memberikan kepuasan pada iblis itu dengan menampakkan sebuah ketakutan.
"Kita tidak akan tahu sebelum aku mencobanya. Pun memang tudinganku palsu, pasti ada—bahkan banyak—yang mempercayai hal itu dan membuat nama baik serta bisnismu hancur." Aku yang masih berkeras, untuk menyamakan kedudukanku dengan Alvan, tanpa ragu mengatakan suatu hal yang sama jahatnya dengan iblis yang kuhadapi.
Tidak kusangka, Alvan dengan mudah membenarkan perkataanku.
"Itu benar," katanya, "bagaimana jika aku membantumu?"
Jika pertanyaan Alvan-Iblis yang mana sebelumnya mempertanyakan mengenai bagaimana reaksi orang atas tuduhanku yang tanpa bukti menguatkan, membuat bulu kudukku berdiri. Pertanyaannya kali ini, di mana menawarkan bantuan lengkap dengan senyuman oh-aku-tidak-berbahaya yang sama sekali sebaliknya, membuatku merasa ketakutan dan tidak bisa menyembunyikan fakta tersebut. Terlebih dengan kata yang terpatah-patah yang kucoba untuk ucapkan menjadi sebuah kalimat.
"A-a-apa ma-a-umu!?"
Alvan yang kini sudah menunjukkan wujud aslinya yang merupakan iblis neraka lapis terakhir, sama sekali tidak menggubris seruanku. Iblis gila itu malah melakukan sesuatu yang sama sekali tidak kusangka. Membuka kancing dan menurunkan zipper celana yang dia pakai. Tidak berhenti sampai situ, Alvan-Iblis pun melakukan suatu gerakan yang membuat kejantananya yang mengeras muncul di permukaan.
Tanpa menunggu tindakan Iblis-Sinting-Bernama-Alvan, aku dengan segera merangka sejauh mungkin dari jangkauannya. Menghindari Alvan-Iblis untuk melakukan suatu hal yang semula hanya merupakan bualku untuk mengancamnya.
Tidak seperti yang kukira, Alvan tidak mengejarku yang kini berada sisi lain tempat tidur. Dia masih berada di tempatnya. Kemudian Alvan-Sinting melakukan hal yang tidak terduga lain. Aku yang melihat Alvan melakukan suatu tindakan, berprasangka pada akhirnya dia akan melakukan suatu hal yang kutakutkan.
Namun aku salah menyamakan tindakan Alvan dengan pikiran orang normal, mengingat bahkan aku mempertanyakan apakah dia memiliki otak. Alvan-Sinting, tidak menyerangku, bahkan mendekatiku saja tidak. Alvan-Gila bergerak untuk mengambil celana dalamku yang sebelumnya dia tanggalkan.
Alvan-Sinting pun melakukan hal tidak terduga lain. Dengan celana dalamku di tangannya, dia menangkupkan kejantanannya dan melakukan gerakan naik-turun yang membuat ekspresi di wajahnya berubah.
Aku tahu, bahwa seharusnya aku tidak melihat apa yang tengah Alvan lakukan untuk menjaga kesucian mata juga pikiranku. Tapi melihat raut yang dimunculkan oleh Alvan atas tindakan yang dia lakukan, membuatku sulit untuk memalingkan mata.
Bukan! Bukan! Dan bukan! Aku tidak dapat berpaling bukan karena merasa tertarik dengan iblis sinting itu. Sama sekali bukan! Ini lebih seperti melihat binatang langka yang belum pernah kulihat sebelumnya. Karena Alvan-Iblis saat ini tidak lagi menampakkan ekspresi yang membuatku ingin melakukan sebuah tindakan kekerasan, melainkan ekspresi yang tidak kusangka akan muncul di wajah iblis itu.
Entah berapa lama, aku yang merasa disorientasi akan segala hal dikarenakan oleh kondisi ini, tidak tahu. Namun pastilah cukup lama sampai Alvan-Sinting mengeluarkan sebuah erangan. Bersamaan dengan itu, dia melakukan tindakan jahat lain. Dengan menumpahkan benihnya pada celana dalamku yang saat ini ada di tangannya.
Melihat itu, sebuah teriakan yang jauh dari karakteristik suara manusia, keluar dari mulutku. Yang semakin menjadi, saat melihat senyuman terbentuk di bibir Alvan-iblis yang seolah mengisyaratkan iblis itu telah memenangkan sesuatu.