Chereads / The Beloved Liar / Chapter 8 - Eighth Lie

Chapter 8 - Eighth Lie

Bagaimana cara membunuh?

Bagaimana cara membunuh Bajingan?

Bagaimana cara membunuh Bajingan tanpa jejak?

Apakah seseorang akan terhindar dari konsekuensi hukum jika yang dia bunuh adalah Bajingan?

Berapa banyak uang yang dibutuhkan untuk membayar pembunuh profesional?

Bagaimana cara menghubungi pembunuh profesional?

Bagaimana cara menyewa jasa pembunuh profesional?

Orang selalu berkata, bahwa tidak ada yang tidak bisa ditemukan dalam dunia maya. Aku pun memiliki pendapat yang sama. Tidak ada yang tidak bisa dicari di dunia yang penuh dengan keanonimitasan itu. Tapi kini, aku mungkin meragukan penilaianku itu.

Dengan amarah yang meluap, dikarenakan insiden-yang-lebih-baik-kulupakan-saja. Membuatku merasa yang semula hanya harapan liar di kepala, menjadi sangat bagus untuk dilaksanakan. Membunuh Bajingan-bernama-Alvan, hanyalah pilihan yang aku punya untuk membuat insiden-yang-lebih-baik-kulupakan-saja itu menjadi sebuah rahasia yang hanya aku saja yang tahu dan terlupakan.

Membunuh Alvan Sinting, merupakan perkara yang mudah. Seperti yang ditampilkan oleh mesin pencarian, tusuk saja dan dia mati. Jika aku tidak ingin cara tersebut, masih ada sembilan puluh sembilan cara lain yang terjamin kesuksesannya. Hanya saja, konsukuensi atas perbuatan itu bukanlah suatu hal yang ingin aku tanggung. Terlebih lagi hanya dikarenakan untuk membunuh bajingan sial bernama Alvan.

Oleh itu, aku berpikir biar orang lain saja yang melakukan pekerjaan kotor itu untukku. Hanya saja dari sekian banyak situs yang tampilkan oleh mesin pencari, dan satu persatu kutelusuri. Semakin banyak situs yang kukunjungi, semakin kepercayaanku terhadap 'apa pun dapat ditemukan di dunia maya', tergerus.

Tidak ada satu pun dari situs tersebut yang membuatku berhubungan langsung dengan pembunuh profesional. Bahkan salah satu dari situs yang ditampilkan mesin pencari membawaku ke rumah maya sekte ajaran baru yang lebih baik tidak kuketahui lebih lanjut. Memang di beberapa situs ada seorang pembunuh dadakan dengan nol pengalaman menawarkan diri. Tapi, untuk menghindari keadaan rumit yang mungkin dilakukan amatiran, membuatku menolak tawaran itu dengan tegas.

Entah memang dunia maya tidak memuat segalanya seperti yang orang selalu katakan, atau dikarenakan aku masih belum mengetahui bagian sisi lain dari dunia maya, untuk saat ini aku menangguhkan niatku. Dengan berat hati membiarkan bajingan sinting bernama Alvan bernafas lebih lama.

Jika aku tidak menuruti emosiku, memang ada cara mudah untuk mengatasi masalah ini. Mengad—maksudku, mengatakan kejadian hina itu pada Papa, seperti yang memang kuancamkan pada makhluk laknat bernama Alvan. Tapi ..., aku ... katakanlah bagian diriku yang mandiri terusik atas itu. Yah, atau jika jujur aku harus mengatakan, harga diriku terusik.

Mengingat jika aku mengatakannya pada Papa, itu sama saja seperti aku kurang lebih menjalankan apa yang dianjurkan oleh Iblis Sinting bernama Alvan. Mari lupakan tentang kegadisanku yang masih utuh. Karena sebelum mencapai pada tahap itu, aku harus menceritakan insiden-yang-lebih-baik-aku-lupakan itu dan tentu saja itu berarti aku mau tidak mau mengakui bahwa aku pergi ke klab malam milik Alvan Bajingan tanpa sepengetahuan Papa.

Jika perlu diketahui, kehidupanku sudah cukup rumit dan menyusahkan, tanpa perlu ditambah dengan Papa tahu akan hal itu.

Tapi aku pun tidak bisa. Sangat, sangat, sangat tidak rela jika membiarkan Alvan hanya menerima gigitan dan cakaran di muka, yang kuhadiahkan dengan sangat dermawannya saat Alvan-Sinting membebaskanku. Terlebih setelah orang gila itu membuatku mengalami pengalaman yang mengerikan. Di mana aku dengan senang hati berpartisipasi pada perbuatan amoral yang pria itu lakukan itu padaku—

Lupakan! Lupakan! Lupakan! Lupakan, Kalina!

Hah! Hampir saja aku mengingat kembali insiden-yang-lebih-baik-aku-lupakan itu. Memang mengerikan pengaruh jahat yang diberikan Iblis-Jahat bernama Alvan itu. Lebih baik aku melupakan dulu niat yang melibatkan darah dan kekerasan yang ingin kulakukan pada Alvan. Dibanding aku harus diingatkan lagi hal yang lebih baik aku lupakan.

...

Saat aku ke bawah, untuk makan malam—dan mengalihkan perhatianku pada ingatan yang tidak diinginkan. Di meja makan, sudah tersedia aneka masakan dan yang mengejutkan lagi, kehadiran Papa.

Aku berlari kecil dan melemparkan diri ke arah Papa. Tahu kebiasaanku dengan baik, Papa menyambutku ke dalam pelukannya.

"Papa!" seruku.

Papa seperti biasa mengusap kepalaku dengan lembut. Tindakan itu selalu menghasilkan senyuman yang tidak diinginkan di bibirku. Tapi tidak untuk saat ini. Atau lebih tepat, aku semula tersenyum seperti biasa. Sampai mengingat pengalamanku yang tidak menyenangkan kurang lebih disebabkan oleh Papa.

Iya! Lemparkan kesalahan pada Papa, karena jika Papa tidak melemparkan ide gila untuk menjodohkanku dengan orang yang lebih gila lagi, aku mungkin akan terhindari dari pengalaman gila karena terlibat dengan Iblis Gila bernama Alvan.

"Kenapa mukamu menekuk seperti ini, Sayang?"

Mendengar perkataan Papa, membuatku sengaja menekukkan mukaku lebih menekuk lagi. Sebelum mengatakan, "Aku rasa Papa harus melakukan janji temu dengan Om Darius."

Entah kenapa Papa diam mendengar ucapakanku. Namun akhirnya Papa membalas, "Kenapa, Kalina?"

"Aku pikir lebih baik Papa melakukan itu," jawabku sekenanya.

Dalam hati, aku mengingatkan diri untuk memberitahu Om Darius untuk memeriksa otak Papa. Yang kucurigai saat ini tidak berfungsi dengan benar. Karena jika otak Papa dalam kondisi baik, mana mungkin iblis-sinting-gila-bajingan-bertanduk-melintir-yang-merupakan-penduduk-planet-terpencil-yang-dipenuhi-maniak-bernama-Alvan Papa kategorikan sebagai pria baik.

Dan Papa mengatakan bahwa apa yang kukatakan mengenai makhluk nista itu pasti memiliki kelainan dan aneh adalah tudingan yang jahat!? Apa yang kutuduhkan jauh lebih baik dengan bagaimana Alvan-Sinting sebenarnya. Sebelumnya aku mengatakan, aku harus meminta maaf pada kuda nil ..., tambah badot tua juga orang yang memiliki kelainan dan aneh! Karena aku pun harus meminta maaf pada mereka, sebab dengan kejamnya menyamakan mereka dengan Alvan-Iblis.

"Iya, Papa akan mengingat itu, Kalina."

Aku tertegun mendengar Papa. Karena kupikir Papa membaca pikiranku dan akan menagihkan apa yang kujanjikan pada kuda nil, bandot tua dan orang dengan kelainan serta aneh. Namun aku mengingat kembali percakapan kami. Pastilah yang Papa maksud adalah janji temu dengan Om Darius. Untuk itu aku mengangguk sebagai reaksi.

Kupikir, makan malamku dengan Papa akan berlangsung dengan tenang dan tentram. Tapi, dengan segala kesialan yang kurasakan akhir-akhir ini, hal itu mungkin salah satu hal yang dikategorikan sebagai fantasi. Karena tanpa terduga, Papa menjatuhkan bom di antara suapan kami.

"Kalina, kamu ingat apa yang sebelumnya kita bicarakan?" Papa bertanya.

Aku yang sama sekali tidak mengetahui secara spesifik pembicaraan yang dimaksud, balik melemparkan pertanyaan. "Yang mana, Papa?"

"Mengenai Alvan."

Seketika, aku mengeluarkan suara lirih yang sama sekali jauh dari yang manusia hasilkan. Bagaimana aku lupa pada makhluk sial yang kuniatkan untuk kubunuh. Makhluk laknat yang sebelumnya kuniatkan untuk kulupakan untuk sementara tapi gagal karena Papa mengingatkan.

"Memang. Ada apa dengan makhluk itu?"

Papa tidak mengacuhkan pertanyaanku yang aneh karena sengaja kupatah dan menyiratkan ketidaksopanan dengan menyebutkan Alvan-Sinting sebagai mahluk. Tapi, asal Papa tahu, aku sudah menyensornya. Karena jika tidak aku pasti tidak hanya menyebutnya makhluk, tapi lebih spesifik lagi; Makhluk-gila-nista-yang-lebih-baik-dikarantina-untuk-kebaikan-bersama.

"Alvan namanya, Kalina," Papa membenarkan, seperti nama itu belum terbakar dan meninggalkan jejak tidak mengenakkan di kepalaku, "Minggu ini Papa dan kamu akan menemui Alvan dan keluarganya. Untuk membicarakan tentang pertunangan kalian."

Sekali lagi, aku mengeluarkan suara lirih yang jauh dari apa yang dihasilkan manusia.

The Beloved Liar – Eighth Lie | 08 Nopember 2021