Lolongan panjang terdengar.
Jika bukan aku sendiri yang menciptakannya, pastilah saat ini aku sedang sibuk menelepon regu penanganan objek misterius untuk melaporkan bahwa terdengar suara yang dicurigai dihasilkan oleh makhluk misterius yang tidak teridentifikasi. Sayangnya suara yang jauh dari karakteristik manusia itu, aku sendiri yang menghasilkannya. Bahkan menyanggah pun tidak bisa kulakukan, dikarenakan aku masih mengeluarkan suara yang bahkan kuakui sangat menyeramkan itu.
Jika sebelumnya aku beranggapan bahwa Alvan-sinting adalah penghuni neraka lapis akhir, atas tindakan yang dilakukan pria gila itu, lagi-lagi aku harus merubah opiniku. Neraka lapis akhir? Tempat itu terlalu bagus untuk ditempati oleh makhluk laknat bernama Alvan. Hanya tempat yang mungkin dinamakan planet kambing-melintir yang letaknya terpencil di Jagad raya, yang mana orang-orang ternistakan seperti Alvan-Kambing berkumpul. Hanya tempat itulah yang cocok untuk ditinggali oleh orang brengsek garis miring penjahat kelamin yang dengan tega menganiaya gadis yang tidak berdosa sepertiku.
Dan orang gila itu seperti membenarkan pendapatku. Di mana Alvan-Sinting mengeluarkan tawa di tengah teriakanku yang menggema, bagai ada suatu hal yang lucu.
Melihat bajingan-jahat-bernama Alvan bereaksi seperti itu, membuatku dengan senang hati memberikan tendangan membabi-buta pada bagian tubuh makhluk sial itu. Bagus lagi jika mengenai bagian tubuhnya yang tidak ingin kusebutkan dan merusak fungsinya. Agar penjahat kelamin ini tidak lagi melakukan perbuatan amoral. Memikirkan ide tersebut membuatku kembali mengingat apa yang dilakukan oleh Alvan-Gila hingga membuatku berteriak lagi.
"Kenapa berteriak lagi, Gadis Kecil?"
Kekesalanku memuncak saat mendengar nada yang pria jahat itu gunakan. Berbicara seakan membujuk tapi warnai dengan tawa. Yang membuat orang bodoh pun tahu Alvan-Kambing tengah mengejek. Dan, aku yang tentunya bukan orang bodoh, mengetahui maksud bajingan-kejam-bernama-Alvan itu.
Yang semula hanya sebuah ide, kini akan kulakukan. Mencoba melancarkan serangan pada bagian tubuh Alvan-Sinting yang lebih baik tidak kulihat demi menjaga kesucian mataku. Hanya dalam jarak yang cukup dekat, hingga aku dapat merasakan panas yang keluar dari tubuh Alvan-Sinting, aku menghentikan rencanaku.
Bukan karena aku berbelas kasihan pada Alvan-Bajingan. Benar-benar bukan. Sebab jika Alvan-Sinting itu pun mati, aku bahkan mungkin akan menggelar pesta di atas kuburannya yang belum mengering. Lebih dikarenakan jika aku melakukan apa yang kuniatkan, maka itu berarti aku harus bersentuhan langsung dengan bagian tubuh Alvan-Gila yang menjijikkan itu.
Ugrh! Aku sangat tidak rela.
Sepertinya, ada yang memanfaatkan keadaanku yang tengah terbelah antara keinginan untuk balas dendam dan ketidakrelaan. Tentu saja aku tahu siapa orang itu. Mengecualikan hantu dan makhluk tidak terlihat yang mungkin ada, hanya ada aku dan orang-sial-yang-lebih-sialnya-lagi-juga-penjahat-kelamin. Aku menyadari hal itu saat merasakan cengkeraman pada pergelangan kakiku.
"Mau apa kamu, Bajingan?"
"Mau apa kamu, Gadis Kecil?"
Rasanya aku ingin membersihkan mulutku karena melemparkan pertanyaan itu. Aku tidak menyesali nada bicaraku yang menyuarakan kejijikan pada orang yang menjadi lawan bicaraku. Tapi dikarenakan kalimat itu membuatku bersinkronisasi dengan Alvan-Bajingan, yang demi konspirasi yang aku tidak tahu apa, mengucapkan kalimat yang kurang lebih sama sepertiku. Jika orang lain ada dalam ruangan ini, mungkin mereka akan menganggap kami serasi karena mengatakan satu hal secara bersamaan.
Dengan segala kesialan yang menimpaku, dikarenakan hanya berdua di ruang yang sama dengan Alvan sang Penjahat Kelamin, aku merasa bersyukur atas ketidakhadiran orang ketiga yang bisa beranggapan akan suatu hal mengenai hubunganku dengan makhluk-hina-bernama-Alvan. Asumsi yang kuyakini begitu nista hingga membuatku menjambak rambutku untuk melampiaskan frustrasi yang menjadi.
"Bumi kepada Kalina, bumi kepada Kalina."
Jika Alvan-Sinting memiliki niat untuk menarik perhatianku dengan mengucapkan itu. Sulit untuk kuakui, tapi pria gila itu berhasil. Merasa kesal dikarenakan mendengar kalimat yang sama berulang-ulang bagai kaset rusak dari mulut makhluk nista, membuatku melemparkan tatapan tajam. Sayangnya, secanggih teknologi yang dikembangkan manusia saat ini, belum sampai pada tahap dapat-membunuh-dengan-tatapan. Karena jika sudah, pastilah Alvan-Sinting berubah menjadi abu dan terbang bagai partikel-partikel kecil yang tidak terlihat di udara. Alih-alih menampilkan senyuman yang benar-benar membuat nafsuku untuk membunuhnya semakin menjadi.
"Apa, Makhluk Nista!?" seruku dengan sengit, merespons pria yang semakin kuhabiskan tiap detik bersamanya, semakin aku mempertanyakan kewarasannya.
Contohnya seperti saat ini. Jika lawanku adalah orang dengan otak yang bekerja dengan benar, pastilah tersinggung dengan apa yang kuucapkan. Tapi, lain persoalannya jika orang dengan otak yang sebagian roda giginya terlepas hingga tidak bisa bekerja dengan benar. Melihat seringaian menyebalkan di bibir Alvan-Sinting, tidak perlu bagiku untuk mempertanyakan maksud dari tindakan itu. Alvan sinting, habis perkara.
"Hanya bertanya-tanya kau mau melakukan apa dengan kakimu. Tentu saja selain menendangku."
Sikap oh-aku-orang-tampan yang saat ini Alvan-Gila lakukan mungkin dapat membuat perempuan lain jatuh mendarat di lantai dan meleleh. Sayangnya hal itu hanya membuatku ingin memuntahkan apa yang ada di dalam perutku keluar. Tidak ingin mempermalukan diri dengan muntah di depan seorang penjahat kelamin, aku meredam keinginan itu. Sebagai gantinya dengan kakiku yang bebas, aku menendang tangan Alvan yang mencengkeram kakiku.
Selain itu, untuk memberitahu sikap oh-aku-memesona yang dilakukan oleh Alvan-Kambing sama sekali tidak memengaruhiku, aku dengan baik hatinya memberitahukan niat di balik tindakkanku.
"Hanya mencoba untuk membuatmu impotensi." Demi menegaskan kalimat itu, aku tersenyum lebar, yang aku yakin membuatku seperti tokoh perempuan jahat yang berada dalam film. Kemudian menambahkan. "Demi keselamatan gadis lain yang mungkin menjadi korbanmu, aku siap untuk berkorban."
Alvan-Sinting, mengambil sikap yang kali ini tidak mengejutkan bagiku. Mengingat kesintingan Alvan menjelaskan segala tindakannya, tidak mengherankan jika Penjahat Kelamin itu tersenyum setelah mendengar pernyataan agresifku yang mungkin akan mengakhiri kariernya sebagai pengganggu gadis.
"Agung sekali dirimu, Gadis Kecil." Lagi, lagi, dan lagi Alvan-Gila menggunakan nada yang membuat siapa pun-bahkan orang bodoh, tahu bahwa kalimat yang memiliki nuansa baik dalam katanya namun menjadi buruk dikarenakan penuh dengan sarkasme.
Aku ingin sekali mendaratkan tendangan pada wajah Bajingan-Sinting di hadapanku ini. Tapi rencanaku tidak bisa dilakukan. Entah tanpa kusadari Alvan-Kambing telah menahan kakiku yang tadinya bebas dengan kakinya. Jangankan untuk melancarkan tendangan, untuk bergerak bebas pun sangat sulit untuk dilakukan.
"Jadi, seperti katamu barusan, kamu rela untuk dijadikan sebagai korban demi keselamatan gadis lain. Terpuji sekali dirimu."
Aku tidak tahu apakah senyuman jahatku terlihat seperti apa di mata Alvan-Gila. Tapi kuharap, memiliki efek yang sama seperti senyum yang Alvan-Iblis keluarkan saat ini. Begitu culas, begitu bengkok, begitu menjelaskan kecurigaanku akan identitasnya yang merupakan iblis yang menyamar ada benarnya. Hanya melihatnya menjulang dan tersenyum seperti itu membuatku bergidik. Seperti sebuah isyarat bahwa akan ada sesuatu yang jahat akan terjadi.
"Atas niatmu yang baik hati itu, aku akan membantumu melaksanakannya."
Kecurigaanku terbukti benar. Baru selang beberapa detik aku merasa bahwa Alvan-Iblis akan melakukan hal jahat, dan hanya jeda helaan napas pria itu melakukannya. Tangan Alvan-Iblis yang mencengkeram pergelangan kakiku, turun. Menuntun kakiku ke bagian bawah tubuhnya.
Hanya butuh waktu yang tidak lebih dari sedetik, aku mengetahui maksud tindakan Alvan. Suara yang jauh dari karakteristik manusia kembali terdengar. Masih memiliki sumber yang sama, yaitu mulutku. Dan masih dikarenakan oleh sebab sama, yaitu bajingan-penjahat-kelamin-bernama-Alvan yang lagi-lagi melakukan suatu hal nista.
Aku menjerit, menjerit, dan menjerit. Berusaha sekuat mungkin mengalihkan perhatian dari rasa hangat di telapak kakiku dikarenakan tubuh Alvan-Bajingan yang menjijikkan. Mengabaikan dengan mati-matian bagaimana bagian tubuh yang semula dalam keadaan setengah mengeras menjadi tegak sepenuhnya.
Berbalik dengan keadaanku yang seperti-bukan, lebih tepat dalam keadaan tersiksa. Alvan-Sinting bersikap seakan tengah menghabiskan waktu terbaiknya. Di antara engahan yang pria gila itu lakukan, keluar sebuah tawa.
Hal itu membuat jeritanku reda sementara. Setidaknya sampai melihat Iblis Jahat itu mengangkat sesuatu. Benda yang semula adalah celana dalamku, namun kini melihat telah ternodai dengan benih Alvan-Sinting di sebagian besar, membuat sampai mati tidak ingin mengakui bahwa itu milikku.
"Gadis Kecil, mengingat sebelumnya kamu ingin membuat tuduhan akan diriku memperkosamu. Bagaimana jika bersamaan dengan pengorbananmu, kita buat bukti palsu."
Aku belum mengatakan persetujuan apa pun, Alvan-Gila itu sudah mengambil tindakan. Dengan celana dalam yang berlumur benih di tangan, Alvan-Sinting mengarahkannya ke bagian bawah tubuhku.
Hal itu membuatku kembali lagi berteriak.
The Beloved Liar - Sixth Lie | 3 Oktober 2021