Chapter 40 - Prince Bold?

Emma melirik pria botak itu lagi. Ya, dia memang terlihat seram. Tapi Emma tidak kepikiran untuk merasa takut padanya. Anggota kelompok mafia sang ayah jauh terihat lebih menakutkan dibanding orang itu. Mereka sering menggendong-gendong Emma saat ia masih kecil. Mereka adalah paman-paman baik yang suka membelikannya es krim ketika kecil.

"Aku terlalu menghawatirkan temanku. Biarkan aku membawanya pulang dulu, lalu aku akan mentransfer kerugiannya." Jelas Emma pada pria itu.

"Tunggu.. Aku rasa aku pernah melihatmu." Si pria yang dimuntahkan tadi menyipitkan kedua matanya.

"Ah.. Tadi temanku berkata kau adalah PB. Mungkinkah kalian saling mengenal?" Tanya Emma.

Pria itu nampak berpikir sejenak "PB? Ya, itu adalah namaku.. di kampus. Apakah kita berkuliah di tempat yang sama? Di Universitas Jardin."

Emma mengangguk dengan wajah lega, "Kau benar. Kami juga adalah mahasiswi di sana. Kau tidak perlu khawatir. Namaku Emma Hilland. Aku pasti akan mengganti rugi. Kau bisa mencariku di kampus jika kau mendapatiku tidak mengganti kerugiannya." Katanya cepat. "Sekarang biarkan kami pergi." Ia tersenyum memaksa.

"Emma Hilland?" Gumam pria itu. Ia bangkit berdiri dan melepas mantel coklatnya yang kotor oleh muntahan.

"Bantu dia mengangkat temannya." Perintah PB pada kedua anak buahnya sembari menyerahkan mantel tersebut kepada salah satunya.

"Baik, Boss!"

Emma mengerutkan dahi, namun ia tidak menolak bantuan tersebut. Mereka meletakkan Kathy di sebuah kursi yang disatukan sehingga gadis itu bisa merebahkan tubuhnya.

"Kebetulan aku mengenal pemilik kedai ini. Dia akan memberikan minuman pereda mabuk untuk temanmu." Ucap PB.

Emma mengangguk "Terimakasih. Ohya.. Berapa harga mantelmu? Aku akan menggantinya."

"Tidak perlu. Itu hanya perlu dibawa ke tempat laundry." Jawabnya. Lalu ia menoleh pada Emma. "Bukankah kau adalah pacarnya Calvin Lee?"

Dahi Emma lantas berkerut dan matanya mengerjap heran. Ia berdehem dengan agak kesal, "Entah gosip apa yang beredar di kampus. Tapi aku bukanlah pacar Calvin Lee." Jawabnya penuh penekanan.

"Oh.. Gadis-gadis yang mengatakan hal itu. Aku hanya mendengar saja. Maaf jika ternyata itu tidak benar."

"Hem.." Jawab Emma. "Ngomong-ngomong, terimakasih sudah menolong kami dan memaklumi kelakuan temanku. Dia tidak jago minum ternyata."

"Kelihatannya kau belum lama mengenalnya." Ucap PB.

Emma lantas mengalihkan wajahnya menuju bapak pemilik kedai yang datang membawakan segelas air berwarna keruh.

"Ini adalah minuman pereda mabuk." Ia meletakkan gelas itu di atas meja.

"Terimakasih, Pak. Maaf membuat kadaimu jadi berantakan." Ucap Emma tidak enak hati.

Pria tua itu tertawa sungkan "Ah.. Tidak apa-apa. Kalian adalah temannya Bos Marcel. Jadi kalian juga tamu spesial di sini. Hehe.."

"Bos Marcel?" Ulang Emma dengan gumaman.

"Sebaiknya berikan minuman itu pada temanmu sekarang. Hari sudah semakin larut. Bukankah kalian harus pulang?" Ucap PB untuk membuyarkan pikiran Emma. Ia mengisyaratkan pada bapak pemilik kedai untuk segera pergi.

"Kau benar." Sahut Emma. Ia langsung menghampiri Kathy dan membangunkannya dengan paksa.

Setelah kesadaran gadis itu sudah bangkit sedikit, Emma langsung memberikannya minuman anti mabuk tersebut. Selang sekitar lima belas menit, akhirnya Kathy tersadar dari mabuk parahnya.

Pandangan Kathy masih buram dan bergoyang. Ia menatap satu orang pria tinggi dengan baju lengan panjang hitam dengan kerah tinggi yang berdiri di hadapannya. Lalu ia menoleh ke sebelah kiri, mendapati Emma yang tengah berjongkok sambil menatapnya khawatir.

"Apa kau sudah merasa lebih baik?" Tanya Emma pada sang kawan.

Kathy mengangguk lalu memengangi kepalanya "Kepalaku sakit sekali."

"Aku akan memanggilkan kalian taksi. Bagaimana?" Tanya pria itu sembari ikut berjongkok di samping Emma.

Kathy yang akhirnya menyadari bahwa pria itu adalah PB alias Prince Bold, si tampan dari kelas fashion desain, hanya bisa ternganga. Mendadak ia merasa sangat malu atas kondisinya yang sudah mabuk total hingga harus tertidur di atas kursi yang digabung-gabung.

Emma mengangguk "Tolong, yah. Trimakasih."

PB mengangguk, kemudian bangkit berdiri. Ia menghampiri salah satu anak buahnya yang berambut lurus untuk memintanya memanggilkan taksi. Tidak lama ia kembali pada Emma dan Kathy.

"Taksinya sudah ada di depan. Aku akan membantumu." Katanya dengan ikut membopoh Kathy.

PB membukakan pintu penumpang mobil dan Kathy langsung masuk ke dalam. Emma yang masih berdiri di luar, mengurungkan niatnya untuk ikutan masuk ke dalam mobil.

"Trimakasih sudah membantu kami. Aku benar-benar akan mengganti mantelmu. Atau setidaknya.. ijinkan aku mengganti biaya laundrynya." Ia mengambil sebuah buku catatan kecil dan sebuah pena dari dalam tas. "Ini adalah nomor telponku. Tolong kirimkan nomor rekeningmu padaku nanti. Aku tidak suka berhutang budi pada orang lain."

PB menerima secarik kertas yang Emma sobekkan dari buku kecil tersebut, "Aku mengerti. Hati-hati di jalan. Selamat malam." Ucapnya seraya Emma masuk ke dalam mobil.

Setelah itu taksi tersebut berlalu pergi meninggalkan PB yang masih berdiri di pinggir jalan di depan kedai. Kedua anak buahnya menghampiri.

"Bos. Anak-anak baru yang akan kita rekrut sudah berada di markas. Apa kita harus pergi ke sana sekarang?" Tanya salah satunya.

"Apa tugas kalian sudah selesai?" Tanya PB dengan menyimpan secarik kertas yang ia pengang ke dalam kantung depan celananya.

"Sudah, Bos. Kami sudah menagih setoran di seluruh toko di jalan ini." Jawab anak buah yang berambut lurus.

"Oke kalau begitu. Ayo kita pergi sekarang."

***

"EMMA!! AKU BENAR-BENAR MINTA MAAF!!" Rengek Kathy sambil memeluk gadis itu.

"Tidak apa-apa, Kathy. Aku mengerti kau sedang mabuk." Jawab Emma.

"Tapi yang aku lakukan benar-benar memalukan. Kau tidak tau, PB adalah salah satu pangeran kampus? Namamu pasti akan ikutan jelek karena aku. Tunggu saja sampai PB bercerita pada kelompok gadis populer yang gemar bergosip itu.. Astaga! Mereka itu kan selalu iri padamu. Ini pasti menjadi sebuah kesempatan bagi mereka untuk membuatmu terlihat jelek!" Tangisnya berlebihan.

"Itu bukan masalah, Kathy. Tenang saja. Lagi pula, pria bernama PB itu sepertinya tidak memiliki sifat terlalu buruk juga. Dia baik dan sopan. Bahkan dia masih mau membantumu setelah kau sudah memuntahkan mantelnya." Jawab Emma.

"Emma.. Kau adalah teman terbaikku. Aku mencintaimu, Emma." Kathy meraih kedua tangan sang sahabat dan menggenggamnya di depan wajahnya.

Emma tertawa kecil "Terimakasih sudah beranggapan begitu. Ngomong-ngomong, apakah rumahmu masih jauh?"

Kathy mengangguk "Rumahku berada di dekat kampus kita. Ini sudah terlalu malam jika kau harus pulang lagi ke rumahmu. Apakah kau mau menginap saja di rumahku? Tenang saja.. Kamarku cukup luas dan bersih."

Kedai yang tadi mereka tuju memang berlokasi cukup jauh dari kampus. Bahkan tadi Emma dan Kathy harus menaiki beberapa bus untuk sampai ke sana. Emma sendiri tidak pernah melewati jalan yang memiliki cukup banyak toko kecil dan kedai itu.

"Baiklah, kalau kau tidak keberatan." Jawab Emma.

Kathy terseyum lebar "Tentu saja tidak, Emma. Aku akan sangat senang kau mau menginap!"

***

Sesampainya di rumah Kathy, mereka langsung masuk ke dalam kamar gadis itu karena hari sudah sangat larut. Mereka tidak mau mengganggu orang rumah Kathy yang sudah terlelap.

"Selamat datang di kamarku, Emma." Ucap Kathy sembari membuka pintu kamarnya. "Silahkan masuk."

Emma melangkah masuk dan melihat sekeliling. Hatinya berbunga-bunga karena ini adalah kali pertama ia menginap di rumah temannya. Bayangkan saja, tidur bersama dengan sesama perempuan sebaya. Mereka bisa mengobrol banyak hal sepanjang malam, bahkn hingga pagi datang. Saling mencoba produk perawatan tubuh, memamerkan pakaian cantik, dan yang lainnya. Pasti menyenangkan sekali!

"Aku akan mandi duluan, Emma. Nanti kau bisa meminjam baju tidurku. Anggap saja rumah sendiri. Kau bisa mengacak-acak barangku, asalkan jangan kutak katik komputerku." Ucap Kathy dengan membuka lemari pakaiannya.

Emma tertawa kecil "Tentu saja aku tidak akan menggeratak barangmu, Kathy. Kau ada-ada saja."

Kathy ikut tertawa, lalu ia masuk ke dalam kamar mandi kecil yang berada di dalam kamarnya.

Tiba-tiba ponsel Emma berbunyi. Itu adalah sebuah pesan singkat dari nomor yang tidak dikenal. Kalau diliha-lihat.. Selama ini isi kotak pesan Emma hanya penuh oleh pesan dari Jonas atau operator kartu prabayar. Di kontak Emma pun, hanya ada nomor Jonas dan keluarganya saja. Selama ini ia tidak memiliki kontak teman-temannya.

"Aku akan meminta kontak Kathy nanti." Pikir Emma.

Kemudian ia kembali pada pesan masuk tadi dan membaca isinya.

'Selamat malam, Emma. Ini aku PB. Ini nomor rekeningku xxxxx atas nama xxxx. Aku paham kau tidak suka berhutang budi. Namun aku benar-benar serius tidak mempermasalahkannya. Tapi jika kau tetap bersikeras, aku tidak akan berbicara lagi.'

Emma membaca pesan tersebut dengan mulut termanyun mengejek. Meski PB sudah bilang begitu, namun tentu saja Emma tetap berdiri pada pendiriannya, yaitu mengganti kerusakan pada pakaian pria itu. Kemudian Emma masuk ke dalam akun banknya secara online dan mentransfer sejumlah uang.