Isi pesan meresahkan itu membuat Emma dan Kathy saling menatap.
"Apa yang akan dia lakukan pada Roger?" Gumam Emma dengan kembali menatap layar komputer.
"Apa lagi? Mereka pasti akan memeras anak itu." Sahut Kathy lalu meneguk ludah. Padahal Emma hanya bergumam pada dirinya sendiri, bukan bertanya padanya. "Ada sisa-sisa pesan sebelumnya. Woah.. Sepertinya dia sudah sering diperas seperti ini." Lanjut Kathy sembari menarik scroll bar untuk melihat isi pesan-pesan sebelumnya.
Carter 'Bawa setoranmu besok!'
Roger 'Baik.'
Carter 'Jika kau masih mau hidup, bawa setorannya.'
Roger 'Baik.'
Carter 'Lusa bawa setoran dan lima kotak rokok.'
Roger 'Baik.'
Emma mengepalkan tangannya dikala membaca isi pesan dari orang bernama Carter itu. Apakah itu adalah salah satu pria yang pernah Emma lihat menghajar Roger di gudang waktu itu? Dari cara bicaranya, sepertinya benar.
"Ini gila, Emma. Roger berada dalam masalah." Ucap Kathy.
Emma mengangguk "Aku harus menolongnya. Ini sudah kelewatan."
"Kau bercanda? Mana bisa kau menolongnya? Carter dan kelompoknya adalah pria-pria berbahaya. Mereka bahkan lebih gila daripada kelompok Donny. Aku dengar-dengar, mereka juga merupakan anggota dari sebuah kelompok jahat."
"Apa? Kelompok apa?" Emma mengerutkan dahinya.
"Aku tidak tau. Dan aku juga tidak perduli. Aku benar-benar tidak mau berurusan dengan anak-anak seperti mereka. Sebenarnya sudah menjadi rahasia umum kalau pria-pria itu sering memeras anak-anak lemah. Tapi tidak pernah ada yang berani bertindak karena takut berakhir menjadi sasaran mereka." Kathy menggidik.
"Kathy, apa kau bisa mencari tau tentang orang bernama Carter itu? Aku hanya penasaran." Pinta Emma.
Kathy mengangguk "Tentu. Aku tinggal masuk ke akun Carter dan sisanya.. tergantung pada riwayat perjalanannya di internet."
Emma tidak menyangka gadis bernama Kathy ini benar-benar mahir. Di dalam sebuah organisasi, orang dengan kemampuan seperti Kathy tentu sangat dibutuhkan.
Dari akun mahasiswa Carter, Kathy bisa melacak situs-situs dan dunia maya yang sudah ia jelajahi dengan bebas dengan alamat email yang sudah ia sambungkan pada akun tersebut.
"Internet itu sama seperti tubuh. Ia memiliki urat, nadi, dan berbagai organ yang saling terhubung. Karena itu jejak digital sangat mengerikan." Ucap Kathy.
"Lihat ini.. ada sebuah situs web yang terlihat mencurigakan. Apa ya ini? Carter sering sekali masuk ke sini." Lanjutnya.
"Mungkin situs pronografi?" Sahut Emma.
Kathy menggeleng "Bukan.. Ini seperti sebuah website yang dibuat asal-asalan." Jelasnya sok tau, dengan membuka laman situs mencurigakan tersebut.
"Apa.. ini.." Gumam Emma.
Selamat Datang Di The Bulls! Wadah bagi para pembully dan anak keren dari berbagai universitas dan sekolah. Di sini kita akan membagikan tips dan trik mendapat uang dengan mudah dan bagaimana agar kita semakin ditakuti oleh para pecundang. Di sini kita juga bisa saling bertukar informasi, video, dan foto.
"Gila! Aku tidak tau ada situs seperti ini! Siapa yang membuatnya?" Ucap Kathy dengan menjambak rambutnya sendiri dengan kedua tangan.
"Lihat. Anggotanya ada lima ratus lebih.." Emma menunjuk logo anggota yang berada di bagian atas.
Kathy mengangguk lalu mengutak-atik sedikit untuk mencari tau bagaimana cara kerja dan apa sebenarnya situs tersebut.
"Situs ini sama seperti sebuah media sosial. Namun kita baru bisa membukanya jika kita adalah anggota. Cara menjadi anggota adalah dengan diundang oleh Co-Host The Bulls yang berjumlah dua puluh akun. Untuk sebuah situs murahan, mereka membuatnya sulit terlacak. Jika bukan karena mengacak-acak akun Carter, kita tidak akan pernah menemukan situs ini. Karena dengan mencarinya di internet, kita harus mengetik kode khusus untuk memunculkannya ke permukaan. Sepertinya pembuat situs ini pintar juga. Aku tidak jadi meremehkannya." Jelas Kathy dengan wajah serius.
Kemudian kedua gadis itu melihat-lihat isi situs tersebut. Situs The Bulls ini seakan sebuah surga bagi para perundung. Mereka benar-benar merekam kelakuan keji mereka dan menggugahnya ke dalam sana. Mereka juga berbagi tips dan informasi cara terbaik untuk mendapat pundi-pundi uang dengan cara memeras. Banyak juga yang menceritakan pengalaman perundungan mereka sehari-hari. Mereka seakan menjadikan situs itu sebuah buku harian, ajang pamer, dan hiburan. Kalau dilihat, hampir semua anggotanya adalah laki-laki.
Lalu mereka melihat semua unggahan Carter di dalam situs itu. Yang lebih mencengangkan lagi, pria sialan itu ternyata selama ini sering merekam perundungannya terhadap banyak anak culun kampus. Dan ada banyak video Roger.
Emma dan Kathy tidak percaya pada kedua mata mereka sendiri. Ternyata siksaan yang Carter dan kawan-kawannya lakukan terhadap Roger benar-benar di luar akal pikiran. Mereka merekam tindakan kekerasan yang mereka lakukan padanya, saat mereka mengerjai Roger di kamar mandi, di gudang, bahkan.. Salah satu video paling parah dengan banyak sekali 'Like' adalah ketika mereka menelanjangi Roger dan memaksanya mengenakan bikini perempuan.
Melihat itu, air mata Kathy tidak kuasa mengalir keluar. Ia dan Emma sama-sama menutup mulut dengan tangan mereka sanking terkejutnya. Ini benar-benar keterlaluan!
'Aku benar-benar akan membunuh mereka!' Teriak Emma dalam hati.
"Emma.." Kathy mengembalikan Emma dari lamunannya.
Gadis bermata bulat itu menatap Emma dengan sendu "Aku tau kau pasti sangat marah melihat ini. Aku juga merasa begitu. Tapi kau harus tutup mulut tentang informasi situs ini dan segala hal di dalamnya. Akan sangat berbahaya jika ketahuan kita mengetahui tentang situs ini."
Emma terdiam "Aku mengerti." Jawabnya.
***
"Hari Rabu jam lima sore. Aku akan menghabiskan mereka di sana." Gumam Emma sembari menatap pantulan dirinya di cermin besar ruang latihannya.
Ia menatap samsak tinju besar yang ia beli secara online beberapa hari lalu. "Aku benar-benar akan membunuh kalian!" teriaknya sembari meninju samsak tersebut dengan tangan yang terlilit kain khusus untuk melindungi kulitnya agar tidak lecet karena terus terbentur.
Begitu selesai latihan, Emma beranjak mandi dengan air hangat. Selama air menghujam kepalanya dan mengalir ke saluran pembuangan, Emma ikut larut di dalam pikirannya.
"Bagaimana caraku menolong Roger tanpa ketahuan? Apakah aku perlu memberitahukan Calvin soal ini? Tidak. Ini adalah urusanku. Roger adalah temanku. Lagi pula jika Calvin mengetahuinya, mungkin dia akan melacak situs itu dan semuanya bisa jadi berantakan." Pikir Emma.
"Hah.. Roger.. Bagaimana caraku menolongmu?" Emma mengusap-usap wajahnya.
***
Sudah beberapa bulan ini, Emma memilih menggunakan angkutan umum untuk berangkat ke kampus. Ia hanya akan mengendarai mobil jika ingin pergi ke suatu tempat setelah pulang dari kuliah, contohnya seperti belanja.
Karena cuacanya bagus, hari ini Emma memilih untuk menggunakan bus untuk berangkat ke kampus. Ia sedang berusaha menata pikirannya yang sedang berantakan karena melihat perundungan-perundungan yang melibatkan orang yang selama ini selalu menjadi teman sebangkunya ketika mereka berada di kelas yang sama.
Meski Roger lebih sering diam dan terkesan acuh, namun Emma tau bahwa pria itu sebenarnya perhatian padanya. Roger diam-diam selalu membawa peralatan tulis ganda, karena Emma kerap kali menghilangkan alat tulisnya sendiri, dan saat itu terjadi Roger akan meminjamkan miliknya. Saat Emma lupa membawa buku, Roger juga yang selalu berbagi dengannya. Bahkan pria itu juga selalu dengan tidak langsung meminjamkan buku catatannya yang sangat rapih dan detail kepada Emma.
Emma tau sebenarnya Roger juga ingin berteman dengannya. Namun kelihatannya pria itu merasa minder jika berteman dengan anak populer seperti Emma. Dia juga merasa khawatir jika Emma akan terseret masalah jika berteman dengan pecundang sepertinya. Emma sendiri akhirnya membulatkan prasangkanya setelah melihat situs The Bulls kemarin. Jika berada di posisi Roger, Emma juga pasti akan enggan berteman dengan siapapun, karena malah akan berujung menyusahkan teman-temannya sendiri.
Tanpa terasa, Emma sudah sampai di depan gerbang kampus. Jalan panjang menuju gedung yang biasa memberikan pemandangan warna-warni daun pohon, kini mulai memutih karena tertutup salju yang akhir-akhir ini sudah turun cukup lebat.
Brum!
Emma menoleh ketika merasakan suara deru mesin motor berbunyi tepat di belakangnya. Ia menghentikan langkahnya dan melangkah mundur ketika mendapati pengendara motor tersebut sudah berhenti sambil menatapnya.
Belum juga Emma bertanya kepada sang pengendara, apa keperluannya, ia sudah melepas helm merah full facenya.
Lantas Emma tersenyum dan terkekeh "Kau mengagetkanku saja, Calvin."
Calvin tertawa kecil hingga membuat kepulan uap mengumpul di depan mulutnya "Maaf. Aku lupa kau tidak mengenal motorku."
"Kau mengecatnya dengan warna lain?" Emma mengamati motor tersebut. Ia ingat itu adalah motor yang kala itu dihancurkan oleh gangster saat ia bertemu Calvin dalam kondisi babak belur di depan super market.
Calvin mengangguk "Untuk menghindari masalah baru. Aku mengecatnya jadi warna merah. Belum banyak orang mengenali motorku dengan warna ini." Jelasnya. Lalu ia bersiap mengenakan helmnya lagi. "Aku berhenti karena ingin menawarkanmu tumpangan. Apa kau mau?"
Emma berpikir sejenak lalu mengangguk. Meski langitnya cerah, namun suhunya cukup dingin. Rasanya kakinya akan beku jika harus berjalan lebih jauh lagi.
"Oke. Naiklah." Calvin membantu gadis itu naik ke atas boncengan motornya. "Pegangan yang erat. Aspalnya agak licin."
"Oke." Jawab Emma.
Kemudian Calvin mengenakan helmnya dan melajukan motor. Calvin sengaja melajukan motornya agak pelan karena ia tau anginnya akan sangat dingin bagi Emma jika ia melaju dengan kecepatan seperti biasa.
Begitu Calvin mengenakan helm mengkilapnya, Emma seketika dapat melihat pantulan wajahnya sendiri di sisi belakang helm. Emma terdiam melihat refleksinya sendiri hingga kedua matanya menyipit.
Saat Calvin menghampirinya dalam kondisi mengenakan helm tadi, Emma cukup terkejut karena ia tidak dapat melihat wajah pria itu. Emma mengira ia bukanlah Calvin, melainkan pria iseng lain yang mencoba menggodanya. Helm merah tersebut menutup wajah Calvin.
Ya, helm merah tersebut menutup identitas Calvin.
Itu memberikan Emma sebuah ide cemerlang. Ide yang akan membantunya menyelamatkan Roger di hari Rabun nanti. Kenapa tidak terpikirkan oleh Emma? Dia tinggal menggunakan helm serupa untuk menutup identitasnya sebagai Emma Hilland. Tidak akan ada yang tau jati dirinya, bahkan Roger sekali pun.
"Yang penting tidak tertangkap. Tentu saja aku tidak akan tertangkap." Gumam Emma sendiri sambil tersenyum.