Chereads / The Black Swan Behind (Bahasa Indonesia) / Chapter 24 - Calvin Lee (2)

Chapter 24 - Calvin Lee (2)

Hari itu, sama seperti hari biasa di sekolah. Aku belajar di kelas dengan rajin. Tidak aku sangka, ternyata hari itu akan menjadi hari paling mengerikan di dalam hidupku.

Tiba-tiba wali kelasku masuk ke dalam kelas dan memanggilku. Wajahnya nampak terkejut dengan raut aneh, tapi saat itu tidak menyadarinya. Ia membawaku ke ruang guru.

"Calvin. Ada sesuatu yang buruk terjadi dengan kakakmu. Ibu akan mengantarmu pulang, hem?" Kata wanita itu.

Aku bingung, hal buruk apa yang terjadi pada kakak? Di pikiranku, mungkin ia terjatuh dari sepeda atau mengalami cedera saat sedang berolahraga. Layaknya diriku yang dahulu pernah patah kaki saat sedang mengikuti club karate. Di pikiranku yang masih anak-anak, hanya sebatas itu hal yang paling mengerikan di dalam bayanganku. Tapi kenyataannya.. yang terjadi jauh lebih mengerikan.

Saat mobil ibu guru tiba di depan rumahku, kami mendapati ada banyak sekali mobil polisi. Aku menoleh pada bu guru yang menutup mulutnya dengan satu tangan dengan kedua mata bergetar.

"Apa yang terjadi, Bu? Kenapa di rumahku banyak polisi? Apa rumah kami kemasukan pencuri?" Tanyaku panik. Namun ia tidak menjawab, hanya terus mengelus belakang kepalaku berulang kali.

Tiba-tiba seorang polisi mengetuk kaca jendela mobil. Bu guru menurunkan kaca dan berkata, "Aku Rossa. Ini adalah Calvin Lee. Adik dari Lucas Lee."

"Baik. Apakah kau bisa turun dan mengantar anak ini pada neneknya?" Tanya pak polisi. Guruku mengangguk.

Lalu kami turun dan ibu guru mengantarku pada ke halaman rumah. Aku melihat nenek tengah duduk di bangku halaman. Ia terus menangis histeris dengan dua orang polisi wanita duduk di kanan dan kirinya.

Aku langsung berlari ke arah nenek dengan panik. Pasti nenek sangat ketakutan karena rumah kami dirampok, pikirku.

"Nenek!" Aku tiba di hadapannya. Nenek menatapku dan langsung memelukku erat. Ia menangis semakin histeris, seakan dunia mengalami kiamat.

"Tenanglah, nek." Ucapku dengan sedih.

Namun ia menggeleng. Dengan suara tua seraknya yang bergetar, ia mengimbuhkan kalimat yang seakan menelan dunia di sekelilingku. "Kakak meninggal, Calvin."

Awalnya aku tidak bisa mencerna kalimat nenek. Sehingga aku bertanya lagi, "Kakak kenapa, nek?"

Ia melepas pelukannya dan menatap kedua mataku lekat "Calvin.. Kakakmu meninggal dunia. Dia sudah tidak ada."

Di saat itu, aku hanya bisa terdiam. Semua kejadian itu terasa tidak nyata. Otak anak-anakku masih belum bisa menerima kenyataan tersebut. Hingga aku melihat orang-orang dari ambulans keluar dari dalam rumahku dengan mendorong sebuah ranjang besi beroda. Di atasnya ada sosok yang sedang berbaring dengan ditutupi oleh kain putih hingga ke kepalanya.

Nenek langsung berlari menghampiri ranjang besi itu. Lutut rentanya bahkan terlihat tidak sanggup lagi menahan bobot tubuhnya sendiri.. atau, tidak sanggup menahan beratnya kenyataan hidup. Nenek membuka kain yang menutupi kepala orang itu.

Aku yang sejak tadi berdiri mengekori nenek, langsung terkejut dikala menyaksikan siapa yang berada di balik kain putih tersebut. Itu adalah wajah kakak. Namun ia terlihat sangat pucat dengan kedua mata yang masih terbuka setengah. Terdapat noda besar berwarna ungu kebiruan di sekujur lehernya yang terlihat aneh. Aku tidak menyukai wajah kakak yang seperti itu. Itu membuatku takut.

Hari berganti. Selama itu, banyak kejadian yang terjadi. Rumah sakit, kantor polisi, pemakaman, berita di TV. Semua berjalan seperti sebuah kaset video yang dipercepat. Aku tidak mengerti dan hanya selalu menguntit langkah nenekku. Sepanjang itu, ia terus saja menangis dan terlihat sangat stress. Aku hanya bisa menghiburnya, meski kelihatannya selalu gagal.

Hingga pada akhirnya, semua kegiatan melelahkan itu berakhir. Tidak ada lagi keramaian, tidak ada lagi polisi atau wartawan yang datang untuk menanyakan berbagai hal kepada nenek dan aku. Yang tersisa hanyalah kesunyian dan isak tangis nenek yang samar-samar terdengar setiap malam.

Sejak kejadian itu, nenek selalu melarangku menonton TV. Semua koran langganan harian selalu dibuangnya begitu sampai di depan rumah kami. Aku tidak mengerti, bahwa saat itu nenek sedang berusaha menutupi dariku, bahwa penyebab kematian kakak adalah karena bunuh diri.

Satu tahun berlalu. Aku bukan lagi anak kecil. Aku adalah seorang anak yang beranjak remaja. Kematian kakak memang meninggalkan luka dan lubang kosong yang besar di hati kami. Aku kehilangan sosok yang sangat berharga bagiku. Dan yang lebih parah, nenek seperti digerogoti oleh kesedihannya sehingga ia mulai sakit-sakitan.

Orang tuaku memiliki berbagai bisnis dan banyak investasi. Kami tidak pernah kesulitan dalam keuangan. Bahkan bisa dibilang, apa yang kami miliki lebih dari cukup. Untungnya, ayah memiliki seorang sahabat yang bisa dipercaya untuk mengurus bisnisnya yang tadinya akan diwariskan kepada kakak dan diriku. Namun tentu saja sejak kematian kakak, aku menjadi pewaris utama jika sudah cukup umur.

Paman yang merupakan sahabat ayah, selalu mengirimkan kami uang dan menyewakan asisten untuk mengurus rumah kami dan nenek. Sedangkan ia sendiri, tinggal di luar negri untuk mengurus bisnis ayah yang sangat banyak. Kebetulan asisten tersebut hanya mengurus hal-hal yang terlihat. Contohnya bebersih dan memasak. Ia juga memastikan nenek meminum obatnya dengan benar dan rutin membawanya ke dokter. Namun satu hal yang tidak pernah ia perhatikan, adalah mentalku.

Aku kurang mendapat pengawasan. Nenek yang sudah sakit-sakitan, terlalu lemah untuk menjagaku. Bagai sebuah peliharaan, asisten itu hanya memastikan aku makan dengan benar dan memiliki pakaian bersih. Sisanya, aku mengurus diriku sendiri. Karena ia tidak bertugas menjadi ibuku. Ia tidak perduli apa yang aku lakukan, selagi dia sudah melakukan pekerjaannya dengan benar.

Yang awalnya aku tidak diperbolehkan menonton TV, mulai aku langgar karena bosan. Semua larangan yang nenek buat sejak kakak meninggal, perlahan mulai aku langgar karena tidak mengerti apa tujuan nenek yang sebenarnya.

Hingga suatu hari aku menemukan setumpuk koran lama di gudang saat sedang mencari spare part sepeda. Entah mengapa, aku jadi penasaran pada tumpukan kertas berdebu itu. Jadi benda-benda itu yang selama ini dilarang oleh nenek untuk aku baca?

Aku mengambil cutter dan memotong tali pelastik yang mengikat tumpukan koran tersebut dan mengambil salah satunya. Lalu melihat-lihat apa isi koran itu. Tidak ada yang aneh, hanya berita-berita lama yang terjadi di kota Handway.

Merasa tidak ada yang menarik, aku meletakkan koran itu kembali. Namun satu koran yang berada di bawahnya menarik perhatianku. Ada sebuah gambar yang sangat familiar di halaman terdepan. Ternyata itu adalah foto tampak depan rumahku. Aku langsung mengambil koran tersebut dan membaca judulnya.

'Seorang Pelajar SMA ditemukan Gantung Diri di Dalam Kamarnya.'