Chapter 17 - 37.1 AM

Di kota Handway, ada sebuah saluran radio yang jarang disinggahi orang. Kabarnya, saluran itu dibuat oleh seorang pria yang dulu pernah menjadi korban tindak kriminal yang dilakukan oleh para gangster. Namun seperti berita lama, kejahatan itu tidak dianggap serius oleh pihak kepolisian dan di biarkan tenggelam begitu saja. Ada yang bilang juga bahwa channel radio itu sesungguhnya adalah milik pemerintah kota Handway. Mereka sengaja memalsukan nama, karena takut pada gangster yang memang dari awal sudah berhasil menginjak-injak kuasa mereka.

Saluran radio tersebut tidak memiliki nama khusus. Ia menyebutkan namanya sebagai 37.1 AM. Di sana, selalu terputar laporan-laporan kejahatan yang terjadi di jalan. Laporan dimana adanya perkumpulan gangster. Entah dari mana mereka mendapatkan informasi tersebut. Tapi kemungkinan, warga lokal yang melihat dan tidak berani bertindak lah yang memberikan informasi secara anonim.

Sebenarnya para gangster sudah mengetahui keberadaan saluran radio itu. Saat pertama kali saluran itu mengudara, semua gangster sibuk mencari orang misterius yang membuat stasiun tersebut. Tapi setelah beberapa bulan berjalan, mereka sudah tidak ambil pusing lagi, karena pada akhirnya tidak ada yang mendengarkan saluran radio tersebut. Lagi pula kalau warga tau, lalu kenapa? Toh pihak berwajib juga tidak berani menyentuh mereka.

Namun kini ada seorang anak muda yang menjadikan saluran 37.1 AM sebagai bagian dari hidupnya. Ya, dia adalah Calvin. Seorang pria muda yang memiliki cita-cita untuk menghancurkan semua gangster di kota Handway. Ia bermimpi untuk meniadakan tindakan kriminal yang hampir semuanya dilakukan oleh anggota gangster-gengster itu.

Tiap kali Calvin mengenakan helm, tidak lupa ia menyantolkan handsfree di salah satu telinganya. Dari handsfree itu, selalu berputar siaran saluran radio 37.1 AM secara langsung.

Malam itu udara dingin menusuk tulang. Tapi dinginnya angin tidak menghentikan laju sepeda motor sport yang bergerak cepat di jalan aspal yang licin. Si penunggang kuda besi itu adalah seorang pria berpostur tinggi. Di balik jaket kulitnya cokelatnya yang tebal, ada perisai berupa otot-otot yang sudah dilatih dengan sangat keras dan disiplin.

Calvin menarik gasnya dalam-dalam. Ia sedang dikejar oleh monster paling mengerikan di alam semesta, yaitu waktu. Ia mendengar ada kegiatan pemalakan di sebuah jalan dekat alun-alun Roodern. Pelakunya adalah sekelompok pemuda yang mengenakan jaket baseball bergambar tengkorak. Ia langsung mengetahui bahwa mereka adalah anggota kelompok Mighty Skull yang waktu itu sempat ia hajar sampai babak belur.

Alun-alun yang biasanya dipakai sebagai tempat bermain skateboard dan sepatu roda saat siang, terlihat agak menyeramkan di kala malam. Alun-alun Roodern memiliki pencahayaan yang minim. Karena lokasinya cukup dekat dengan perumahan, sehingga sangat sedikit warga yang keluar saat hari sudah gelap.

Calvin menghentikan motornya di pinggiran alun-alun tersebut. Ia melepas helm dan melangkah menuju sebuah gang kecil yang tadi sebutkan di radio. Langkahnya jenjang dan cepat, ia sampai di mulut gang sempit dengan minim pencahayaan. Dimana seharusnya terdapat kegiatan pemalakan terjadi di sana. Namun gang tersebut nampak kosong dan sunyi.

Sial! Sepertinya mereka sudah pergi, pikir Calvin. Ia ngehela gusar dan hendak berbalik kembali ke motornya. Namun ekor matanya menangkap bayangan cepat berbentuk lurus panjang mengarah tepat ke kepalanya. Secepat mungkin Calvin melindungi kepalanya dengan lengan, sehingga pukulan benda tumpul itu malah mengenai lengannya. Pukulan tersebut begitu kuat ditambah Calvin belum sempat memasang kuda-kuda, sehingga membuat pria itu tersungkur ke samping. Ia langsung memegangi lengannya yang terasa sangat sakit. Mungkin tulang lengannya retak kibat pukulan barusan.

Terlihat segerombol pria dengan balutan jaket baseball berdiri di mulut gang. Mereka semua mentapnya rendah dengan senyuman iblis menghiasi wajah mereka. Beberapa membawa balok kayu dan tongkat baseball. Oh.. jadi ini semua adalah jebakan untuk menangkap Calvin.

"Calvin Lee. Bocah sok jagoan yang bercita-cita menjadi super hero." Ucap pria yang berdiri paling depan. Ia memegang tongkat baseball berwarna hitam yang terbuat dari besi. Posturnya tinggi dengan tubuh berisi. Dari gayanya, bisa dibilang kalau dia adalah pemimpin gerombolan itu.

Calvin tertawa mengejek, sembari ia bangkit berdiri sambil menahan ringisan pada wajahnya "Jadi kalian menjebakku? Pengecut sekali."

"Kau juga menyerang kami secara tiba-tiba kemarin." Seru salah satu anggotanya yang wajahnya terlihat familiar di mata Calvin.

Mendengar pernyataan tersebut, Calvin semakin terkekeh merendahkan. Ia menatap tajam pemimpin gerombolan itu, "Kau Steven Nihger, kan? Pemimpin kelompok Mighty Skull. Anggotamu sepengecut itu, ya? Demi menangkap satu orang sepertiku, harus sampai ketuanya sendiri yang turun tangan."

Perkataan Calvin membuat Steven meradang. Ia tidak mau berbasa-basi lagi. Secepatnya ia akan menghancurkan pria sok keren itu dengan kedua tangannya. Ia akan meremukkan tiap tulang di tubuh Calvin.

DUAKHH !! Steven mengayunkan kaki kanannya tepat ke depan wajah Calvin. Namun ternyata alas sepatu itu tidak berhasil menyentuh wajah tampannya, karena Calvin langsung membentuk pertahanan berbentuk silang dengan kedua lengannya yang kuat.

Calvin langsung meloncat mundur. Kedua matanya menatap penuh kebencian kepada gerombolan orang yang berlari menuju padanya bagai sekumpulan zombie kelaparan. Itu adalah hal yang sudah siap Calvin bayar ketika ia memutuskan untuk membasmi para gangster. Jika harus mati, setidaknya ia sudah melakukan segalanya yang ia bisa. Setidaknya ia bukan pecundang yang hanya bisa menonton dengan pasrah.

****

Lantunan musik yang sedang populer, bau makanan beku, udara dingin, dan suara roda troli yang menggilas ubin membuat Emma semakin ingin berlama-lama berada di super market.

Kebetulan hari ini adalah hari libur nasional sehingga ia tidak perlu datang ke kampus. Emma bangun pagi-pagi untuk membersihkan rumah, lalu ia berlatih Kungfu dan Karate di ruang berlatih yang terletak di basement. Kalau bukan karena paksaan Jonas, mungkin Emma sudah beratih ballet sepanjang hari. Pria paruh baya yang masih terlihat sangat sexy dan keren itu akan selalu memantau agar Emma tidak kehilangan kemampuan beladirinya.

Menurut Jonas, sudah cukup Emma mengikuti club ballet di kampus. Jadi putri semata wayang bosnya itu tidak perlu berlatih ballet di rumah lagi. Meskipun merasa kesal dan sudah menganggap bahwa dirinya adalah burung bebas, Emma tetap saja menurut pada pengasuhnya sedari bayi tersebut. Karena memang yang Jonas katakan itu benar. Dari sekian banyak orang di dalam hidup Emma, yang akan ia dengarkan omongannya hanyalah Jonas. Bahkan ia lebih menghormati Jonas ketimbang orang tuanya sendiri.

"Hem.. Sepertinya sudah cukup." Gumam Emma sambil melihat kertas data belanjaannya yang sudah ia centang semua.

Emma mendorong troli belanjanya dengan santai menuju kasir yang sudah terlihat cukup sepi. Ia berhenti dan mengeluarkan belanjaannya ke atas meja.

"Orang baru di Handway?" Pegawai kasir menyapanya.