Chereads / The Black Swan Behind (Bahasa Indonesia) / Chapter 15 - Bukan Lawan Seorang Perempuan

Chapter 15 - Bukan Lawan Seorang Perempuan

Seketika Roger bangkit berdiri. Entah mengapa rasa sakit akibat tendangan dan pukulan dari tadi mendadak sirna. Ia lebih menghawatirkan keselamatan Emma saat ini. "Apa yang kau katakan? Kau siapa? Aku tidak mengenalmu. Jangan sok kenal!" bantahnya lantang.

Emma terdiam dengan dahi mengkerut. Ia tau Roger berusaha melindunginya. Namun tentu saja para berandalan itu juga tidak bodoh untuk menganggap ucapan Roger adalah sungguhan. Roger dan Emma memang saling mengenal. Dan hal itu semakin membuat para berandal tersebut semakin jengkel karena merasa kalah saing oleh seorang pecundang seperti Roger Timothy.

"O.. ow.. Kelihatannya ada yang janggal di sini." Ucap pria bertato. Lantas ia melangkah lebih dekat lagi pada Emma. Tangannya menyentuh rahang Emma dengan senyum miring.

"Kau tidak salah, memilih dia untuk bergaul denganmu? Pecundang itu bahkan tidak bisa menyelamatkan harga diri celana dalamnya sendiri." Tawanya. "Lebih baik bermain dengan kami. Kami adalah anak populer di kampus. Kita berada di level yang sederajat. Hem?"

"Singkirkan tanganmu dariku. Menjijikan." Desis Emma sebelum menepis tangan besar dan kasar yang bertengger di rahangnya itu.

Ketiga pria itu tertawa geli. Mereka menatap Emma dengan rendah.

"Sombong sekali." Ucap salah satunya. Tapi mereka sudah cukup terbiasa akan sikap seperti Emma. Biasanya gadis cantik memang seperti itu. Malu-malu tapi nanti jika dikejar terus, akan luluh juga. Intinya, para berandalan itu memandang rendah wanita.

"Kau sudah memancing kesabaran kami. Sepertinya kau lebih memilih bernasib sama seperti sahabat pecundangmu itu, ya."

Sial! Kenapa semuanya jadi begini? Kalau sudah begini keadaannya, mana mungkin Emma tinggal diam? Dia harus melawan mereka, kan? Kalau tidak, nasibnya akan berakhir dengan sangat buruk.

Emma melirik Roger yang hanya mematung menatap dirinya. Pria itu sungguh memiliki secercah jiwa pecundang, memang. Ia tampak tidak berdaya, antara ingin bertindak dan tidak. Pergerakan dan wajahnya penuh dengan keraguan khas seorang pecundang. Oke, dari awal juga Emma tidak mengharapkan pertolongan darinya. Karena Emma sendiri yang memiliki naluri untuk menolong Roger yang telah ia anggap sebagai temannya.

Kedua tangan Emma sudah mengepal kuat membentuk bola tinju. Ia sudah siap melayangkan pukulan pada pria yang paling dekat menghampirinya. Cara berdiri Emma memang terlihat biasa saja, layaknya seorang gadis yang anggun. Namun di kedua kaki itu sudah terpasang kuda-kuda yang sangat kuat.

DUAKHH!!

Emma terlonjak kaget dengan kedua tangan menutup mulutnya. Ia mudur dua langkah untuk menjauhi kekacauan yang berada tepat di depan kakinya. Dua bocah pecundang sok jagoan tadi sudah terkapar di lantai dengan luka beset di wajah mereka. Tidak lama lagi luka itu akan menjadi memar.

"Dasar pecundang!" Duakhh!! Sebuah kaki panjang kembali mengayunkan tendangannya kepada pria pecundang yang masih berdiri terpaku.

"Ca.. Calvin?" Gumam Emma dengan kedua mata membulat.

Pria yang entah bagaimana, melesat dari lorong samping dengan gaya terbang ala kungfu di TV untuk menendang dua orang sekaligus. Seorang super hero yang mendadak muncul ketika sebuah bencana hampir saja terjadi. Ia adalah Calvin Lee! Bagaimana dia tiba-tiba muncul di sini?!

Ketiga bocah pecundang itu saling membantu untuk berdiri. Di kampus, tidak ada yang tidak mengenal Calvin Lee. Pria populer yang digandrungi para gadis karena ketampanan dan postur tubuhnya atletisnya. Namun ia adalah musuh para anak berandal yang sebenarnya sirik pada segala kelebihan yang ia miliki.

"BERENGSEK! Jangan ikut campur, sialan!" Pria bertato melayangkan tinju besarnya.

Namun secapat itu juga Calvin langsung menepis lengan pria itu dan malah mengayunkan kaki panjangnya pada ulu hati si pecundang, hingga pria bertato tersebut kembali tersungkur di atas punggungnya dan menggeliat kesakitan.

Tidak terima temannya dihajar, dua pecundang lainnya langsung menyerang Calvin secara bersamaan dengan tinju dari arah kanan dan kiri. Tapi semua tinju itu meleset karena pergerakan Calvin sangat gesit. Ia dengan cepat mengelak dan kini malah sudah berdiri di belakang punggung kedua pengecut itu, kemudian menyikut punuk mereka dengan sangat keras. Alhasil kedua pecundang itu langsung jatuh tersunggukur ke atas lantai. Semua pukulan Calvin menyebabkan wajah jelek pria-pria itu semakin jelek karena terus terbentur.

"Pergilah sebelum aku patahkan jemari kalian." Ancam Calvin dengan suara datar.

Ketiga pecundang itu tau bahwa Calvin Lee bukanlah tandingan mereka. Jika terus dilanjutkan, bisa jadi mereka tidak akan bisa menulis selama beberapa minggu. Hanya para berandalan yang tau siapa Calvin sebenarnya. Dari luar memang ia anak ramah dan disiplin. Namun di luar kampus, ia benar-benar bisa mematahkan leher orang.

Emma dan Roger menatap ketiga pecundang itu kabur dengan terseok-seok sembari merapal sumpah serapah. Masih berusaha terlihat keren dengan cara mengumpat untuk menyelamatkan harga diri mereka. Mengatakan bahwa mereka akan menghajar Calvin di lain waktu dan sebagainya. Dan tentu saja mereka tidak akan berani benar-benar melakukannya.

"Kalian tidak apa-apa?" Tanya Calvin begitu mengalihkan perhatiannya pada Emma dan Roger yang masih melongo.

Emma menggeleng "Tidak. Trimakasih sudah menolong kami."

"Seharusnya kalian tidak perlu menolongku. Sekarang kalian akan terlibat masalah karena ikut campur." Ucap Roger sambil menunduk. Ia berusaha terdengar mengesalkan. Berharap kedua orang keren itu tidak mengotori tangan mereka lagi dengan menolong seorang pecundang seperti dirinya.

"Setidaknya kau bisa berterimakasih pada Calvin. Kenapa kau sangat keras kepala?" Tanya Emma heran, berhasil terpancing.

"Tolong kalian bercermin. Kalian berdua adalah anak populer di kampus. Dengan melakukan ini, kalian sama saja mempermalukan aku. Aku semakin terlihat seperti pecundang."

"Siapa diri kita adalah kita sendiri yang menentukannya. Jika kau saja menilai dirimu sebagai pecundang, bagaimana yang lain tidak memandangmu demikian juga?" Timpal Calvin pelan.

"Anak populer seperti kalian tidak akan tau bagaimana rasanya menjadi pecundang. Bagaimana aku sudah berusaha untuk kuat dan tidak dirundung, namun selalu gagal!" Suara Roger bergetar. Lagi-lagi ia terlihat akan menangis.

"Aku tidak menganggapmu sebagai pecundang. Kau adalah temanku. Apa kau tidak ingat kejadian semalam? Saat kita melarikan diri dari jalan Jen Marie. Kau tidak terlihat seperti pecundang sama sekali. Kau bahkan melindungi Poppy." Calvin mengkerut dahi mendengar ucapan Emma.

Roger terdiam. Otaknya berusaha mencerna apa yang baru saja Emma katakan. Sebelumnya ia berpikir kalau semua kejadian semalam itu hanya akan menjadi sebuah kenangan bagi dirinya dan akan dilupakan oleh yang lain. Tapi ternyata Emma mengingat apa yang terjadi dan tidak melupakan dirinya sama sekali.

"Hentikan keras kepalamu, Roger. Aku akan melindungimu jika para pecundang itu kembali menyerangmu." Emma kembali menyadarkannya.

Namun hal itu membuat Calvin menahan tawa. "Sebaiknya kau tidak mencari masalah, Emma. Mereka bukanlah lawan seorang perempuan."