Sepulang sekolah, Dhifa menemani Dhirga untuk fitting baju pengantin. Ia mengganti baju nya terlebih dahulu. Bergegas mengambil jaket jeans sebagai luaran dari baju blouse nya. Lalu Dhifa bergegas mencari micellar water milik nya. Dhifa menghapus make up di wajah nya. Dhirga yang sudah rapi dengan kaos oblong tangan panjang dan celana pendek selutut.
"Dek.. Buruan, udah siang. " ujar Dhirga.
Dhifa yang masih bergelut dengan make up dan wajah nya, ia mengambil kapas lalu meneteskan micelar water untuk mengangkat sisa make up di muka nya. "Iya, bentar kak. Masih ngapus make up, ini. "
Setelah wajah Dhifa bersih dari semua make up yang menempel baru lah Dhifa mencuci muka nya, dan memakai bedak bayi. Saat ia sudah siap, mereka lalu pegi menjemput Tisya.
Mereka sampai didepan rumah Tisya. Dhifa turun dari mobil, dengan jaket jeans sebagai outwear untuk overal jeansnya dan sendal berwarna hitam gladiator miliknya membuat ia cantik dengan sederhana, terlebih lagi hijab hitam yang menutupi auratnya. Membuat seorang pemuda yang tengah duduk di ruang tamu rumah Tisya terpanah, pemuda itu Kahfi yang sedari tadi menunggu dirumah Tisya. Saat itu ia sedang melihat suara mobil datang dari depan rumah Tisya, ia menghadap ke kaca dan suara ucapan salam terdengar.
"Assalamualaikum.." ucap kakak beradik itu.
"Wa'alaikumussalam. "
"Kahfi.. " ucap Dhifa kaget.
"Hai Dhi, kamu ikut?" Tanya Kahfi.
Dhifa mengangguk lalu ia tersenyum. Setelah banyak mengobrol mereka lalu pergi menuju ke butik tempat baju pengantin Dhirga dan Tisya.
Tisya keluar dari balik pintu kamar nya. Gamis pink dengan bordir bunga putih di lingkar pinggang, jilbab instan segitiga berwarna hitam yang ia selipkan satu sisi ke kanan dengan jepit bros berwarna biru muda. Kaos kaki warna kulit dan sepatu slip on warna cream. Ia mengunci kamar nya dan lalu bergegas menuju butik. "Jangan diliatin terus Kahf. " ujar Tisya yang datang dari kamarnya.
"Eh, nggak kok kak. " ucap Kahfi.
"Hai Dhi. " sapa Tisya.
"Hai kak. " ucap Dhifa membalas sapaan Tisya.
Kahfi berjalan menuju pintu. "Kak Dhirga nggak disapa?" ujar Kahfi yang duduk mengikat tali sepatunya terlepas.
"Nggak ah, udah bosen. " ucap Tisya sembari mengunci pintu rumah nya.
"Oh gitu ya, awas aja kalo aku nggak bales chat malah ngambek. " ucap Dhirga.
Tisya hanya tersenyum lalu menjulurkan lidah nya. Ia berusaha meledek Dhirga. Mereka masuk ke mobil Dhifa dan Dhirga, lalu menuju butik. Kahfi yang masih mengenakan kemeja biru dengan celana jeans biru pula. Masih saja terlihat menarik di mata Dhifa, walau ia tak sempat mengganti baju nya.
"Besok, kita pake baju kaos kan Dhi?"
Dhifa mendapat informasi dari ketiga sahabat nya, bahwa mereka akan ikut memeriahkan peragaan busana daerah. "Iya besok masih pake kaos kok. Oh ya Kahf, lusa kamu mau ikut pake pakaian adat nggak?" Ujar Dhifa.
"Loh, emangnya semua harus ikutan? Nggak kan?"
"Kan ada 34 provinsi yang berarti akan ada 34 pasang pakaian adat. Kata Dinda, baru ke kumpul 30 provinsi. Ecca sama Rey ikutan, cuma Embun yang nggak ikut. Kata nya, dia nggak mau ribet gonta-ganti kostum. "
"Aku pikir-pikir dulu, ya. Soal nya aku nggak punya baju nya. "
Dhifa melirik Kahfi. "Soal baju nggak usah di pikirin. Anak-anak Osis sekolah kita itu, udah siap-in semua nya. Mereka udah mempersiapkan semua nya dari jauh-jauh hari. Kita sebagai warga sekolah, hanya perlu ikut tampil. Hanya perlu ikut sumbang tenaga. "
"Yaudah, kamu daftar ke Tina gih. "
Dan mereka sepakat untuk ikut memeriahkan peragaan busana adat esok lusa. Kahfi juga sempat meminjam handphone Dhifa untuk melihat foto-foto mereka. Ia sudah minta foto itu untuk di kirim ke Whatsapp nya, namun Dhifa menolak nya. Setelah melewati perjalanan yang cukup panjang, mereka pun sampai di butik, Dhirga melihat seorang perempuan yang tak asing baginya, siapa ya wanita tersebut?